Oleh M Rizal Fadillah (Mantan Aktivis HMI) pada hari Sabtu, 12 Okt 2019 - 18:46:37 WIB
Bagikan Berita ini :

Prabowo yang Semakin Jauh

tscom_news_photo_1570880797.jpg
Prabowo dan Jokowi (Sumber foto : Ist)

Membantu pemerintah ditafsirkan pragmatis yakni menjadi bagian dari pemerintah. Walau sekedar jabatan periperi. Itulah pandangan Calon Presiden "gagah" pesaing Jokowi yang bernama Prabowo. Menjadi penyeimbang atau "oposisi" dianggap bukan membantu. Mestinya Prabowo Subianto faham bahwa tolong menolong itu dalam kebaikan bukan kebobrokan atau kezaliman. Ketika mahasiswa dan pelajar berjuang keras hingga nyawa di antaranya melayang, Prabowo bungkam dan sibuk dengan "posisi diri" dan "partainya sendiri". Tak ada pembelaan pada patriot muda bangsa ini.

Tak ada jagoan rakyat lagi. Pilpres selesai dan bendera putih demokrasi dikibarkan oleh sang tokoh. Pertemuan Lebak Bulus dan di Istana berjalan mulus. Sebentar lagi rakyat yang mendambakan perubahan akan semakin kecewa dan melambaikan tangan pada sang "maestro" yang mati prematur. Batu nisan sudah dipesan. Gambaran Koran Tempo dimana Jokowi dan Prabowo sedang membagi kue semakin nyata saja. Urusan "ghanimah" memang melarutkan. Harga diri dikorbankan demi mengais patahan kursi. Nyaman juga bisa berselfie.

Porsi mulia sebagai "oposisi" dinafikan bahkan dianggap sebagai tempat "sampah" bagi perjuangan yang sia sia. Demokrasi kompetitif dikubur dengan pembagian kue kekuasaan. Tidak mudah berjuang dengan ideologi di negeri rangkulan kekuasaan berbagi. Sindiran bahwa institusi kenegaraan tempat para kader menjadi pencuri perlu direnungkan. Executhieves, legislathieves, dan Judicathieves. Trias Corrupica, katanya. Yang penting partainya menjadi gendut. Punya Menteri berarti punya "celengan" semakin banyak Menteri semakin "berisi" celengan itu.

Waktu Pemilu suara rakyat diminta dengan segala cara. Setelah dapat maka kepentingan dan perasaan rakyat ditinggalkan. Sibuk dengan "self aggrandizing" memperbesar porsi dan kepentingan sendiri. Mungkin ada niat baik bermissi mengubah dari dalam. Namun secara empirik faktanya di dalamlah ia berubah. Kabinet kita adalah Presidensial, karenanya Presiden menentukan. Jika hampir semua partai menjadi partai koalisi Pemerintah, maka sebagai infrastruktur politik maka jembatan aspirasi rakyat telah ambru
Memalukan partai utama pendukung Presiden yang kalah mencoba mengais "patahan kursi" dari pemenang. Janganlah bicara kemandirian politik, ekonomi, atau budaya jika memang faktanya rapuh dan mudah terkooptasi.
Kini rakyat terpaksa berkreasi mencari jalan perjuangannya sendiri.
Tanpa berharap pada pemimpin yang sibuk dalam otak atik kursi.

Bandung, 12 Oktober 2019 (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #prabowo-subianto  #jokowi  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...