JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Guru besar ilmu hukum Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung Prof Romli Atmasasmita mengatakan, pengeledahan kantor DPP PDIP tanpa izin dewan pengawas KPK batal demi hukum.
Apa lagi, kata ia, KPK juga dinilai menggunakan sprindik lama yang diteken pimpinan KPK era Agus Rahardjo. Padahal OTT dilakukan saat kepemimpinan Firli Bahuri.
Menurut Romli, berdasarkan Pasal 70C UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK menegaskan bahwa, ‘Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua tindakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan Tindak Pidana Korupsi yang proses hukumnya belum selesai harus dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
Kemudian Pasal 70B bahwa, pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, maka penyelidikan termasuk penyadapan harus mengacu kepada UU Nomor 19 Tahun 2019 yang memerintahkan agar terlebih dahulu mendapatkan izin dari Dewan Pengawas.
Dengan demikian, lanjut ia, penyadapan yang dilakukan sebelum disahkan UU KPK baru, dan dijadikan dasar OTT sesudah diberlakukannya UU Nomor 19 Tahun 2019 menjadi tidak sah.
"Maka, sprindik lama yang tidak mengantongi izin Dewan Pengawas menjadi mutatis mutandis atau dengan perubahan-perubahan yang diperlukan dengan barang bukti di bawah Rp1 miliar seperti perkara Wahyu Setiawan dinilai sudah tidak relevan lagi untuk ditangani KPK," kata Prof Romli dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/1/2020).
"Selain itu, jika kegiatan penyelidikan berupa penggeledahan yang dilakukan KPK tidak mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas, maka semua bukti yang disita otomatis batal demi hukum," tambahnya. (Al)