Bisnis
Oleh Rihad pada hari Monday, 24 Feb 2020 - 20:00:00 WIB
Bagikan Berita ini :

Dikategorikan Negara Maju, Indonesia Malah Berisiko Defisit Terhadap Amerika

tscom_news_photo_1582547555.jpg
Pelabuhan Indonesia (Sumber foto : Ist)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Amerika Serikat (AS) mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang. Hal ini menimbulkan dampak negatif. Rupanya Amerika ingin mengeluarkan Indonesia dari fasilitas yang biasa diterima oleh negara berkembang.

Sekretaris Menteri Koordinator (Sesmenko) Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan keputusan Amerika Serikat (AS) yang mencabut Indonesia dari daftar negara berkembang akan membuat neraca perdagangan Tanah Air dengan AS berisiko defisit.

Susiwijono menuturkan hal tersebut berkaitan dengan fasilitas bea masuk impor atau skema Generalized System of Preferences (GSP) yang diberikan AS kepada negara berkembang, termasuk Indonesia akan hilang. “Kalau soal keputusan AS keluarkan Indonesia itu kaitannya dengan fasilitas perdagangan karena nanti konsekuensinya kan ke GSP dan sebagainya,” kata Susiwijono, Senin.

Setelah Indonesia tidak menerima fasilitas GSP, maka diharuskan untuk membayar bea masuk dengan tarif normal atau Most Favoured Nation (MFN). "GSP kita kan sangat besar. Nanti teman-teman Kementerian Perdagangan yang akan menjelaskan,” ujar Susiwijono.

Ia menyebutkan saat ini perdagangan Indonesia dengan AS masih surplus yang dapat dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa surplus perdagangan Indonesia dengan AS pada Januari 2020 sebesar 1,01 miliar dolar AS.

Aspek Politis

Sementara itu, pengamat Ekonomi Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi menyatakan keputusan Amerika mengeluarkan Indonesia dari status negara berkembang bermotif politik perdagangan.

Indonesia belum bisa dimasukkan sebagai negara maju jika dilihat dari beberapa indikator. Untuk masuk kategori sebagai negara maju, sektor industri menyumbang Gross Domestic Product (GDP) minimal 30 persen. Untuk syarat ini Indonesia belum masuk. Ketentuan lainnya, pendapatan per kapita harus di atas 12 ribu dolar AS per tahun sedangkan Indonesia baru sekitar 4 ribu dolar AS per tahun.

Dengan dicabutnya status negara berkembang, Indonesia tidak menerima fasilitas Official Development Assistance (ODA). Melalui ODA, sebuah negara berkembang mendapat pendanaan dengan bunga rendah. "Dampak terburuknya adalah terhadap perdagangan karena Indonesia akan menjadi subjek pengenaan tarif lebih tinggi karena tidak difasilitaskan lagi sebagai negara berkembang,* katanya kepada Antara.

Fithra Faisal Hastiadi menyarankan agar pemerintah dapat menyiapkan strategi dalam menghadapi hal ini seperti memperkuat pasar non tradisional. Pasar AS dengan berbagai gejolak yang terjadi sudah tidak dapat diandalkan.

Fithra menyebutkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mayoritas ditopang oleh faktor domestik sehingga tidak terlalu terpengaruh dengan kontribusi ekonomi internasional.

tag: #ekonomi-indonesia  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement