Oleh Rihad pada hari Rabu, 13 Mei 2020 - 06:56:45 WIB
Bagikan Berita ini :

Bansos Salah Sasaran, Siapa Salah?

tscom_news_photo_1589327805.jpg
Ilustrasi kemiskinan (Sumber foto : ist)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Sudah bukan rahasia lagi, penyaluran bantuan sosial dalam rangka pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar seringkali salah sasaran. Sekadar contoh terbaru, 339 nama penerima bantuan sosial tunai (BST) dari Kemensos di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah tidak tepat sasaran. "Yang dari bank ada 339 yang tidak tepat sasaran. Ada yang sudah mampu, ada yang sudah meninggal, ada yang sudah pindah dan lainnya macam-macam," kata Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan KB Pemkab Klaten, Much Nasir, Selasa (12/5/2020).

Jumlah sebanyak itu berasal dari penerima-penerima BST yang melalui transfer bank.

Bupati Banyumas, Jawa Tengah, Achmad Husein bahkan membuka pos pengaduan melalui nomor WA untuk memantau bansos. Namun di luar dugaan, warga yang mengadukan soal penyaluran bansos salah sasaran ini, ternyata sangat banyak. "Setiap hari, saya menerima seribu lebih pengaduan mengenai masalah bansos yang salah sasaran," katanya, Senin (11/5).

Terkait hal ini, Bupati membentuk pos pengaduan di tingkat kecamatan. Tujuannya, agar pengaduannya bisa tersebar di masing-masing kecamatan dan bisa cepat tertangani. "Kalau ditangani kabupaten, prosesnya akan lama. Nanti malah tidak tertangani karena jumlah pengaduannya sangat banyak," katanya. Sejauh ini, di wilayah Kecamatan Kemranjen ada sebanyak 26 warga yang mengembalikan bantuan sosial.

Kasus serupa terjadi di banyak daerah, termasuk di Jakarta. Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta Irmansyah mengungkapkan penyebab bantuan sosial (bansos) dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kerap salah sasaran.

Bansos yang dimaksud adalah bansos tahap satu yang diberikan kepada warga dengan ekonomi rentan pada 9 April hingga 24 April lalu. Menurut dia, kesalahan pendistribusian karena banyak data yang dipakai. Data yang dipakai di antaranya adalah Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), data penerima bantuan Kartu Kesejahteraan Sosial DKI Jakarta, hingga data UMP. Irmansyah juga beralasan, terkadang yang membutuhkan bantuan merupakan saudara dari pemegang kartu keluarga (KK).

"Karena kita pendekatannya KK, bisa jadi kepala keluarganya adalah orang-orang mampu dan dikenal. Tapi kan anggota keluarganya, mungkin keponakannya gitu yang dari kampung di situ, dia yang dapet. Tapi kan terpublikasi kepala keluarganya," jelasnya.

Bukti Survei

Kesalahan dalam penyaluran bansos ini bisa dibuktikan dengan hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Masyarakat menilai bantuan sosial dari pemerintah untuk penanggulangan dampak pandemi Covid-19 belum efektif. Sebanyak 49% warga menyatakan bantuan sosial tersebut belum mencapai sasaran. Sementara yang menilai sudah mencapai sasaran lebih sedikit, yakni 37% warga.

Direktur Eksekutif SMRC Sirojudin Abbas, menyampaikan temuan itu lewat hasil survei “Wabah Covid-19: Efektivitas Bantuan Sosial” yang dirilis secara online pada Selasa (12/5).

Survei opini publik nasional tersebut dilakukan melalui telepon pada 5-6 Mei 2020, melibatkan 1.235 responden dengan margin of error 2,9%.

Menurut temuan penelitian ini, bantuan tersebut dianggap tidak tepat sasaran karena warga melihat ada warga lain yang berhak namun belum menerima bantuan (60%) dan bansos diberikan kepada yang tidak berhak (29%).

Warga yang layak menerima bansos adalah 34%. Mereka adalah yang berada di bawah garis kemiskinan (9,41%) hingga yang berada sedikit di atas garis kemiskinan sebanyak 24,97% merujuk data Susenas BPS 2019.

Sedangkan menurut temuan penelitian ini, baru 21% warga yang menyatakan sudah menerima. Berarti masih ada 13% yang belum menerima, atau sekitar 35 juta orang dari populasi nasional 2020 yang diproyeksikan mencapai 271 juta jiwa. "Kalau kita bandingkan data tersebut, bisa disimpulkan masih ada 13% warga yang mendesak dibantu tapi belum menerima bantuan," ujar Abbas.

SMRC menilai hal ini merupakan persoalan serius, karena mereka yang tak menerima bantuan bisa kelaparan, tak mampu berobat, tak mampu membayar kontrakan dan persoalan-persoalan mendesak lainnya.

Bantuan yang diberikan pun bisa tidak sepenuhnya diperoleh. Mayoritas warga (55%) yang sudah menerima bansos, menyatakan hanya menerima sembako saja. Mereka yang menyatakan menerima dana Program Keluarga Harapan (PKH) saja 16,6%; yang menyatakan menerima sembako dan PKH saja 11,8%; yang menyatakan menerima sembako dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) saja 10,3%; dan yang menyatakan BLT saja 5,2%.

Sebanyak 87% warga yang sudah mendapatkan bantuan pun menyatakan bahwa bantuan tersebut hanya cukup untuk dua minggu atau kurang.

Mayoritas warga (74%) juga belum tahu bagaimana mendaftar agar dapat bantuan. Terkait proses penyebaran bantuan, mayoritas warga (62%) berharap petugas datang ke warga yang berhak untuk mendaftarkan mereka.

Mensos Salahkan Data Daerah

Mentari Sosial Sosial, Juliari P. Batubara menunjuk data pemda yang tidak akurat sebagai penyebab bansos salah sasaran. Juliari meminta pemerintah daerah untuk terus diperbaharui dan dimasukkan ke data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).

“Agar kedepannya data ini bisa diupdate untuk masuk ke DTKS kalau tidak masuk nanti akan sulit untuk mendapat bantuan. Dengan adanya update data oleh pemda, diharapkan target 9 juta KPM penerima BST dapat membantu masyarakat yang benar-benar membutuhkan sehingga lebih tepat sasaran,” imbuhnya.

Dirinya juga meminta intervensi dari pemerintah daerah bagi warga terdampak Covid-19 yang belum dapat bantuan dari pemerintah pusat.

“Kita harapkan intervensi dari pemda untuk warga yang terdampak dan belum dapat bantuan dari pemerintah pusat, tolong diperhatikan,” jelasnya.

Kritik Tajam dari Daerah

Tapi kepala daerah juga mengkritik pusat. Antara lain, kritik dilancarkan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil terhadap pendataan. Dia mengeluhkan sinkronisasi data antar lembaga terkait penerima bansos.

Emil, sapaan akrabnya, menyebut setiap lembaga punya data versi masing-masing. Hal ini berpotensi memicu kekacauan dalam penyaluran bansos.

"Masyarakat mengira bantuan itu satu pintu, padahal tanggung jawab kita cuma satu (Bantuan Pemprov Jabar), kepala desa protes ke kami, masalah ketidakadilan ini dampak dari tidak akuratnya data," kata Emil mengutip Antara, Kamis (7/5).

Gubernur Jawa Timur, yang juga mantan Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa pun mengkritik data bansos yang dipakai oleh pemerintah pusat tidak mutakhir.

Khofifah mengungkap pemerintah berpatokan dengan DTKS yang terakhir diverifikasi pada 2015. Menurutnya, data itu bisa saja sudah tidak relevan. Terlebih lagi mengingat dampak ekonomi yang luar biasa dari corona.

"Apalagi kemudian ada orang yang seharusnya tidak miskin, tapi tiba-tiba terdampak Covid sehingga menjadi miskin," kata Khofifah.

Dia menuturkan harus ada perubahan besar dalam pengelolaan data penerima bansos. Khofifah menyarankan ada integrasi data dengan data kependudukan yang dikelola dukcapil.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan pengelolaan bantuan telah ditangani dengan benar. Ia melakukan pengecekan langsung oleh perangkat wilayah. "Kita kirimkan data-data (calon penerima bansos) kepada ketua-ketua RW, daftarnya. Lalu ketua RW melakukan verifikasi, lalu dikembalikan lagi ke kita," ujar Anies di DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Selasa, 12 Mei 2020.

Anies menyampaikan, pada penyaluran tahap kedua, akan ada lebih banyak Kepala Keluarga (KK) yang menerima bansos. DKI, langsung bekerjasama dengan Kementerian Sosial (Kemensos) sehingga ada akumulasi data daerah dan pusat. "Nanti sesudah selesai (pembahasan) dengan Kemensos, kita umumkan jumlahnya. Tapi ya jumlahnya jadi lebih banyak," ujar Anies.

Anies juga mengemukakan, akan ada perubahan nilai bansos, termasuk barang-barang kebutuhan pokok yang diterima warga. DKI menargetkan penyaluran bantuan dilakukan sesegera mungkin.

Jadi siapa yang salah dalam penyaluran bansos? Kerjasama pusat dan daerah yang utama. Yang jelas masyarakat yang membutuhkan harus segera dibantu, jangan sampai terlewat. Itu saja.

tag: #bansos  #mensos  #corona  #psbb  #anies-baswedan  #ridwan-kamil  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
AMIN BANNER 01
advertisement
AMIN BANNER 02
advertisement
AMIN BANNER 03
advertisement
AMIN BANNER 04
advertisement
AMIN BANNER 06
advertisement
AMIN BANNER 08
advertisement
Lainnya
Zoom

Mengapa Jual Beli Jabatan Merupakan Modus Korupsi yang Populer?

Oleh Wiranto
pada hari Kamis, 06 Jan 2022
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap Walikota Bekasi Rahmat Effendi, pada Rabu (5/1/2022). KPK mengamankan 12 orang termasuk Wali Kota Bekasi Rahmat ...
Zoom

Anies dan Ridwan Kamil Akan Digugat Apindo, Ini Alasannya

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kini sedang berhadap-hadapan dengan pengusaha. Anies vs pengusaha ini terkait dengan keputusan Anies yang mengubah kenaikan UMP dari ...