Zoom
Oleh Alfin Pulungan pada hari Sunday, 07 Jun 2020 - 16:10:00 WIB
Bagikan Berita ini :

Menyoroti Dua Kubu Pilkada 2020, Ditunda atau Lanjut?

tscom_news_photo_1591518694.jpg
Ilustrasi Pilkada 2020 (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Jalan menuju Pilkada 2020 tidak semulus yang dikira. Tantangan untuk menyelenggarakannya tidak hanya terhalang oleh pandemi korona tetapi juga semakin ruwet karena perdebatan diseputar pelaksanaannya. Namun semua itu berpangkal karena adanya virus korona yang meluluhlantakkan mobilitas masyarakat.

Di kalangan pengamat atau pegiat Pemilu, pelaksanaan Pilkada 2020 disarankan untuk ditunda. Penyebabnya adalah musim wabah yang dapat mengancam keselamatan banyak orang. Sementara itu, masalah anggaran yang cekak juga masih menjadi kendala bagi terselenggaranya pilkada. Namun belakangan para pemangku kepentingan sepakat untuk tetap menyuntik dana agar Pilkada tetap berjalan.

Tak tanggung-tanggung anggaran yang diminta oleh KPU itu berkisar antara Rp 2,5 hingga 5 triliun. Sebuah angka yang sangat membantu bila disalurkan untuk penanganan wabah korona. Duit itu nantinya akan digunakan untuk kelengkapan sarana protokol kesehatan Covid-19. Untuk itu, jangan heran bila nanti TPS akan banyak berjejeran gentong-gentong air untuk mencuci tangan.

Kendati mendapat penolakan dari masyarakat sipil, Dewan Perwakilan Rakyat beserta para mitranya di pemerintahan tetap satu suara menyelenggarakan Pilkada 2020. Anggota Komisi II DPR, Syamsurizal, misalnya, tidak sepakat bila Pilkada serentak 2020 ditunda. Alasannya, keputusan seperti itu dapat merugikan masyarakat, dimana perekonomian dan pemerintahan tidak berkembang sebagaimana mestinya.

"Menambah ruginya kita kalau Pilkada ditunda. Sehingga saya setuju penambahan anggaran Pilkada 2020," kata politikus Partai Persatuan Pembangunan ink ketika dihubungi pada Jumat, 5 Juni 2020 lalu.


TEROPONG JUGA:

> Memaksa Pilkada Serentak Meski Anggaran Cekak


Memang belum diputuskan berapa jadinya anggaran yang hendak ditambahkan. Keputusan itu masih menunggu rapat pekan depan yang akan dibicarakan oleh DPR, Menteri Dalam Negeri, KPU, Bawaslu, DKPP, bahkan juga Gugus Tugas Covid-19. Syamsurizal mengatakan dana tambahan akan bersumber dari APBD bagi daerah yang mampu.

Mengapa Pilkada masih akan tetap digelar meski pandemi?

Jawabannya kata Syamsurizal ada 3 alasan. Pertama, belum ada yang mampu mengetahui kapan wabah atau sampar ini akan berakhir. Sebab mereda itu bukanlah akhir.

Kedua, 47 negara tetap menyelenggarakan Pilkada meski sedang dibuat pusing oleh korona. Alasan sederhana ini menjadi modal semangat bagi Indonesia karena nyatanya masih ada negara yang nekat menggelar pemilihan umum di tengah kecamuk korona.

"Di Mongolia saat kampanye, masyarakat dikumpulkan di lapangan sangat patuh mendengarkan calon dengan duduk jarak 2 meter dan menggunakan masker. Protokol Covid-19 kesehatan tetap mereka lakukan. Jadi ini yang akan kita terapkan," jelas Syamsurizal.

Ketiga, terjadi perlambatan ekonomi global di dunia yang sangat berpengaruh bagi Indonesia. "Itu (Pilkada digelar 9 Desember 2020-red) diharapkan dapat menggerakan ekonomi masyarakat," ujarnya.

Pernyataan Syamsurizal ini didukung oleh Supriyanto, rekannya di komisi II DPR. Politikus Partai Gerindra ini berpendapat Pilkada adalah bagian dari proses bernegara. Sementara proses bernegara harus tetap berjalan sesuai relnya. Yang terpenting, kata dia, penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 ini digelar dengan mematuhi protokol kesehatan Covid 19.

"Setiap proses berbangsa dan bernegara ini pasti tidak ada yang sempurnya, termasuk pelaksanaan kontestasi Pilkada," ujarnya saat dihubungi terpisah.

Lebih moderat dibanding kedua politikus di atas. Mohamad Muraz, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat, menuturkan pihaknya lebih memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada pemerintah dan penyelenggara Pilkada untuk tetap menggelar pesta demokrasi tingkat lokal ini pada 9 Desember 2020 mendatang.

"Mari positif thingking. Kita beri kesempatan pemerintah dan penyelenggara Pemilu untuk bekerja," kata Muraz.

Muraz menjelaskan penundaan Pilkada membuat jangka waktu penunjukan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Daerah menjadi lebih panjang. Hal ini menurutnya tidak baik dalam menjalankan pemerintahan, karena kewenangan Plt Kepala Daerah terbatas dalam mengambil kebijakan strategis.

Untuk diketahui bersama, beberapa waktu lalu Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau yang biasa disingkat Perludem merilis laporan penolakan pelaksanaan Pilkada 2020.

Mereka mendesak KPU memutuskan kembali untuk menunda Pilkada 2020 dengan persetujuan DPR dan Pemerintah. Manajer Program Perludem Fadli Ramadhanil mengatakan kondisi pandemi yang belum juga mereda, serta persiapan kelanjutan pilkada ditengah pandemi yang masih jauh dari matang, hanya akan menimbulkan masalah besar di kemudian hari.

Di tambah lagi, salah satu kesepakatan dalam rapat tersebut adalah harus mengkonsultasikan kembali anggaran tambahan untuk pengadaan alat kesehatan dengan Menteri Keuangan.

Bagi Perludem, kondisi ini mengherankan. Jika melacak keyakinan pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu untuk segera memulai kembali tahapan Pilkada serentak pada 15 Juni mendatang, ternyata berbanding terbalik dengan realitas yang dihadapi ketiga lembaga pemangku kepemiluan tersebut.

Fadli mencontohkan, bagaimana mungkin anggaran pengadaan alat protokol kesehatan dan biaya tambahan untuk penyelenggaraan pilkada sebagai konsekuensi dari penambahan TPS masih belum dapat dipastikan, sementara tahapannya akan dimulai pada 15 Juni 2020.

Hal lain yang perlu dijelaskan oleh pemerintah maupun DPR adalah mengenai usulan yang disampaikan oleh Komisi II DPR, bahwa alat pelindung diri bagi penyelenggara pemilu langsung diberikan dalam bentuk barang. Tujuannya adalah agar Penyelenggara Pemilu tidak perlu repot lagi memikirkan mekanisme tahapan pengadaan barang.

Keadaan ini menurut Fadli memunculkan pertanyaan apakah sudah tersedia alat pelindung diri dalam bentuk barang langsung yang akan diserahkan ke penyelenggara tersebut?"

"Pertanyaan-pertanyaan ini yang penting untuk dijawab secara komprehensif oleh DPR, Pemerintah, dan Penyelenggara Pemilu. Jawaban atas pertanyaan tersebut juga nanti yang akan mengonfirmasi, bahwa persiapan melanjutkan tahapan Pilkada 2020 tidak bisa hanya bermodalkan semangat, tekad, dan keyakinan saja," katanya.

tag: #pilkada-2020  #komisi-ii  #kpu  #perludem  #covid-19  #kampanye-pilkada  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
AMIN BANNER 01
advertisement
AMIN BANNER 02
advertisement
AMIN BANNER 03
advertisement
AMIN BANNER 04
advertisement
AMIN BANNER 06
advertisement
AMIN BANNER 08
advertisement
Zoom Lainnya
Zoom

Mengapa Jual Beli Jabatan Merupakan Modus Korupsi yang Populer?

Oleh Wiranto
pada hari Kamis, 06 Jan 2022
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap Walikota Bekasi Rahmat Effendi, pada Rabu (5/1/2022). KPK mengamankan 12 orang termasuk Wali Kota Bekasi Rahmat ...
Zoom

Anies dan Ridwan Kamil Akan Digugat Apindo, Ini Alasannya

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kini sedang berhadap-hadapan dengan pengusaha. Anies vs pengusaha ini terkait dengan keputusan Anies yang mengubah kenaikan UMP dari ...