JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Pemerhati sosial politik, Dedy Kurnia Syah menilai, tunjangan rumah dinas yang diterima para wakil rakyat di Senayan senilai Rp50 juta perbulan belum ada apa-apanya dibandingkan bonus atau tantiem yang diterima para direksi dan komisaris di BUMN.
"Rp18 triliun hanya untuk para direksi dan komisaris BUMN. Ini jelas memboroskan anggaran negara. Saya memahami kenapa perhatian publik lebih terfokus ke DPR karena mungkin DPR kerap menjadi konsumsi pemberitaan, sedangkan para direksi dan komisaris jarang sekali mereka terekspose kegiatan-kegiatannya," kata dia, Selasa (26/08/2025).
Selain itu, Dedy mengatakan, kegeraman rakyat kepada DPR RI bisa jadi karena lemahnya sistem komunikasi yang dibangun para wakil rakyat di Senayan.
"Harus kita akui public speaking para wakil rakyat kita di Senayan kurang maksimal. Mereka perlu diupgrade skill public speakingnya, ini penting karena mereka setiap hari bersentuhan dengan publik. Saya khawatirnya dibalik riuh rendahnya isu tunjangan rumah dinas DPR ini ada upaya dari pihak-pihak tertentu untuk mendowgrade lembaga DPR bahkan memecah fokus mereka agar tidak fokus menjalankan fungsinya (legislasi, budgeting, controling)," kata dia.
Lanjut Dedy mengatakan, luputnya perhatian publik terhadap kinerja para direksi dan komisaris di BUMN tak terlepas dari lemahnya literasi.
"Publik mungkin njlimet kalau ngomongin soal angka-angka di perusahaan BUMN. Makanya, mereka tidak begitu fokus perhatiannya ke situ (BUMN). Padahal, seperti saya jelaskan di atas, tunjangan rumah dinas senilai Rp50 juta yang didapat DPR belum ada apa-apanya dibandingkan dengan bonus atau tantiem yang diterima para direksi dan komisaris di BUMN," tandasnya.