Oleh Sahlan Ake pada hari Selasa, 16 Sep 2025 - 16:58:35 WIB
Bagikan Berita ini :

Lamhot Sinaga: Daya Saing Industri Nasional Harus Jadi Prioritas Utama

tscom_news_photo_1758016715.jpg
Lamhot Sinaga (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Lamhot Sinaga, menegaskan bahwa penguatan daya saing industri nasional harus menjadi prioritas dalam seluruh kebijakan publik.

Pernyataan ini dilontarkan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Kementerian Perindustrian, yang membahas daya saing industri terkait berbagai tantangan dan peluang dalam sektor manufaktur dan industri.

Diketahui, sebelumnya Kementerian Perindustrian menyampaikan sejumlah data yang menunjukkan bahwa meskipun menghadapi tekanan global dan tantangan internal, sektor manufaktur menunjukkan ketahanan yang positif.

Nampak dari data pertumbuhan industri pengolahan nonmigas pada kuartal II tahun 2025 tercatat sebesar 5,60% (year‐on‐year), lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi nasional pada periode yang sama sebesar 5,12%.

Kontribusi industri nonmigas terhadap PDB nasional juga meningkat, dari 16,72% pada kuartal II 2024 menjadi 16,92% pada kuartal II 2025.

Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada Agustus 2025 berada di level 53,55, naik dibandingkan Juli 2025 yang sebesar 52,89. Secara tahunan, IKI Agustus 2025 juga lebih tinggi dibanding Agustus 2024, (52,40). Angka IKI di atas 50 menunjukkan bahwa sektor manufaktur dalam fase ekspansif.

Sementara PMI (Purchasing Managers’ Index) manufaktur Indonesia juga berada dalam fase ekspansif; misalnya pada Februari 2025 PMI mencapai 53,6, naik dari Januari 2025.

Untuk di sektor Investasi manufaktur sepanjang tahun 2024 mencapai sekitar Rp 721,3 triliun, dengan kontribusi terhadap total investasi nasional sebesar 42,1%. Realisasi tersebut naik dibanding tahun sebelumnya.

Dalam semester I 2025, sebanyak 1.641 perusahaan telah melaporkan pembangunan fasilitas produksi baru melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), dengan nilai investasi sekitar Rp 803,2 triliun. Jumlah tenaga kerja yang akan diserap dari kegiatan investasi dan ekspansi ini diperkirakan mencapai 303.000 orang.

Merujuk hal itu, Lamhot Sinaga menekankan bahwa kondisi-kondisi di atas menunjukkan momentum yang bisa dimanfaatkan, namun belum sepenuhnya mencerminkan daya saing yang maksimal. Beberapa target dan permasalahan yang disorot dalam RDP.

Soal target kontribusi manufaktur terhadap PDB untuk tahun 2026 ditetapkan sebesar 18,66%, sedikit menurun dibanding capaian semester I-2025 sebesar 18,67%.

Target pertumbuhan industri manufaktur untuk tahun 2025 ditetapkan sebesar 7,29%, sementara target jangka menengah hingga 2028 hingga 8,59%.

Beberapa subsektor menunjukkan pertumbuhan yang sangat tinggi, seperti industri logam dasar, makanan & minuman, serta barang logam, komputer, barang elektronik, optik, dan peralatan listrik. Misalnya, industri logam dasar di tahun 2024 tumbuh lebih dari 13%.

"Namun di sisi tantangan, masih adanya ketergantungan impor bahan baku dan produk industri tertentu yang menghambat efisiensi dan memperlebar biaya produksi," ujar Lamhot di sela-sela RDP di Gedung DPR, Senayan, Selasa (16/9).

Beberapa kebijakan yang seharusnya mendukung industri domestik belum berjalan optimal, seperti penyediaan energi, kemudahan perizinan, dan regulasi perdagangan serta impor.

Sementara, produksi industri awal tahun 2025 sempat “mengerem” karena antisipasi kenaikan PPN dan faktor stok, yang berdampak pada arus produksi dan rencana ekspor.

Berdasarkan data itu, Lamhot Sinaga menyatakan bahwa data‐data dari Kementerian Perindustrian jelas memperlihatkan bahwa pemerintah memiliki fondasi yang kuat—pertumbuhan yang positif, investasi besar, serta ekspansi kapasitas industri.

"Tapi fondasi itu belum cukup jika kita tidak melengkapi dengan kebijakan yang mendukung, regulasi yang jelas, dan pemberdayaan SDM yang memadai," paparnya.

Karena itu, butuh untuk segera dilakukan percepatan pengurangan ketergantungan impor melalui pengembangan bahan baku dalam negeri dan hilirisasi industri.

Salah satunya Insentif fiskal dan non‐fiskal untuk sektor manufaktur strategis; misalnya, insentif pajak, kemudahan akses energi (listrik / gas) dengan harga kompetitif.

"Hal ini penting demindilakukannya perbaikan iklim investasi dan regulasi agar proses perizinan, tata kelola kawasan industri, serta pelaporan dan transparansi data berjalan lebih baik dan cepat," tegasnya.

Selain itu, Lamhot juga menegaskan soal penguatan riset & inovasi, termasuk implementasi Industri 4.0, digitalisasi proses produksi, dan peningkatan kompetensi tenaga kerja.

"Termasuk pengawasan kebijakan perdagangan dan impor agar produk impor tidak membanjiri pasar domestik tanpa konten lokal yang seimbang, dan memastikan produk dalam negeri mendapatkan perlindungan yang layak," jelasnya.

Karena itu, kedepannya Lamhot bersama Komisi VII DPR berkomitmen untuk mengawal realisasi target manufaktur serta kontribusinya terhadap PDB sesuai roadmap yang telah ditetapkan.

"Kami juga melalui panja ini tentu kedepannya akan mengusulkan perubahan regulasi jika diperlukan agar industri manufaktur Indonesia benar-benar menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi, pencipta lapangan kerja, dan penguatan kedaulatan ekonomi," pungkas legislator dari dapil Sumut II itu.

tag: #dpr  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
HUT R1 2025 AHMAD NAJIB
advertisement
HUT RI 2025 M HEKAL
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
HUT RI 2025 SOKSI
advertisement