Berita
Oleh M Anwar pada hari Jumat, 30 Des 2016 - 23:54:45 WIB
Bagikan Berita ini :

Polisi Dinilai Menjadi Bak Parpol Pendukung Pemerintah, Ini Penjelasan Asep Warlan

24IMG_20161118_204052.jpg
Asep Warlan Yusuf (Sumber foto : Istimewa )

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Pakar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan, Bandung, Jawa Barat, Asep Warlan Yusuf mengatakan sejak dipimpin oleh Kapolri Jendral Tito Karnavian, Polri telah kehilangan jati dirinya sebagai lembaga penegak hukum. Polri dia nilai seperti telah bermetamorfosa menjadi sebuah partai politik pendukung pemerintah.

Asep Warlan mengungkapkan berbagai hal yang selama era reformasi telah dihilangkan dan juga telah dilupakan oleh masyarakat kini dimunculkan kembali oleh polisi. Dia menyebut antara lain demonstrasi dituduh makar, mengkritik dituduh menghina, dan berpartisipasi dalam aksi bela negara dan agama dituduh mau menjatuhkan presiden.

“Sejak Habibie menggantikan Soeharto selama kurang lebih dua tahun, Gus Dur dan Megawati selama 5 tahun dan SBY selama 10 tahun kita kebanjiran demonstrasi dalam bentuk halus dan kasar dan ini tidak pernah jadi persoalan. Tapi kini demonstrasi dan segala hal yang berkaitan dengan hak rakyat termasuk hak menyatakan pendapat yang menjadi salah satu point penting dalam demokrasi bisa dianggap pidana oleh Polri. Kalau dibiarkan ini berbahaya buat masa depan demokrasi dan masa depan penegakan hukum. Polisi tidak boleh berubah seperti halnya partai politik pendukung pemerintah,” ujar Asep ketika dihubungi Jumat (29/12/2016).

Tindakan polisi yang selama ini telah hilang seperti mengambil tindakan represif, memutarbalikan logika dan fakta hukum, menakut-nakuti rakyat, menurut Asep, seperti dihidupkan kembali dari era orde baru. Ditambahkan, juga tidak boleh menciptakan negara hukum yang berkeadilan, negara demokrasi yang berkeadaban dan negara kesejahteraan yang berkemakmuran sesuai UUD namun dilakukan dengan cara-cara tidak demokratis dan melanggar hukum. "Cara polisi seperti ini juga jelas berlawanan dengan Nawacita Jokowi dan Trisakti Bung Karno. Nawacita dan Trisakti malah menjauh,” tambahnya.

Sebagai lembaga penegak hukum, menurut Asep, Polri seharusnya hanya menjalankan hukum yang telah ada dan tidak boleh menciptakan norma baru dalam caranya membela presiden. Menurut Asep, tugas polisi bukan melindungi presiden, terlebih jika perlindungan itu adalah perlindungan politik dengan mengatasnamakan hukum.Tugas polisi adalah menegakan hukum dan mengayomi masyarakat Indonesia dan bukan 'menghabisi' pihak yang dianggap bisa mengganggu presiden secara politik.

“Orang yang dianggap menggangu presiden secara politik dihabisi, sementara disatu sisi polisi membiarkan berbagai pelanggaran yang bisa mengganggu NKRI seperti persoalan TKA Cina, orang-orang yang juga menyebarkan fitnah dan berita tidak benar terhadap lawan-lawan politik presiden juga dibiarkan. Orang yang menjaga NKRI dan menjaga akidah Islam ditangkap, sementara orang yang mengusung kembali PKI dibiarkan tanpa ada tindakan. Mengibarkan bendera OPM dibiarkan tanpa tindakan. Ini maunya bagaimana sebenarnya? Masyarakat sekarang gusar,” tegasnya.

Disisi lain, Asep juga mengkritik keras perilaku para politisi dari partai politik yang bertindak seperti halnya para pengkhinanat dijaman penjajahan yang mencari keuntungan dari kekuasaan dan takut pada kekuasaan. Menurut dia jarang sekali rakyat saat ini bisa melihat politisi yang tidak takut pada kekuasaan dan mau berjuang dan bertarung untuk rakyat.

"Sekarang yang berjuang dan peduli pada NKRI dianggap pengkhianat dan yang berkhianat dianggap seperti pejuang. Parpol dan politisinya pun sudah mengalami diorientasi dan disfungsi. Parpol bukan menjadi alat demokrasi tapi justru menjadi penghalang demokrasi yang berkeadaban,” tandasnya.(dia)

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement