YOGYAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Minat masyarakat untuk menjadi petani harus ditumbuhkan. Sektor pertanian adalah industri rakyat yang perlu kebijakan afirmatif dari pemerintah. Ke depan, bangsa ini tak boleh kehilangan populasi para petaninya bila tak ingin memasuki masa-masa kelam.
Demikian penegasan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Heman Khaeron saat menghadiri acara Focus Group Discussion dalam rangkaian kunjungan kerja spesifik, Komisi IV DPR RI ke Yogyakarta, Kamis (27/4/2017). Bertempat di Gedung Pertemuan Sheraton, Yogyakarta, acara dihadiri pula oleh Sekjen dan Irjen Kementan. Dalam pertemuan itu, Komisi IV menyerukan, pentingnya perubahan atas UU No.12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
Dalam pertemuan tersebut Herman memberi masukan bahwa undang-undang ini untuk membangkitkan kembali semangat petani. "Jangan sampai tahun-tahun ke depan kita akan kehilangan minat seseorang menjadi petani, karena kalau ke depan kita kehilangan hasrat di sektor pertanian, ini bisa menjadi masa-masa kelam untuk sektor pertanian kita," ujarnya.
Herman mengatakan saat ini masih ada 26 juta masyarakat petani. Minat petani harus ditingkatkan melalui sebuah kebijakan yang lebih afirmatif kepada para petani. Petani harus diberi orientasi dan dukungan agar tumbuh minat baru di bidang pertanian. "Jangan sampai kita kehilangan masa depan di bidang pertanian. Kita ingat Indonesia adalah negara agraris," lanjutnya.
Industri pertanian itu adalah industri rakyat yang menyerap banyak tenaga kerja. Dari hulu hingga hilir dikerjakan oleh rakyat. "Ini adalah ruang usahanya rakyat. Pengusahanya adalah petani. Tidak hanya sampai pada budidayanya, tetapi juga sampai batas yang bernilai ekonomis untuk meningkatkan kesejahteraan para petani," ucap politisi dari F-Demokrat tersebut.
Ada lima aspek penting yang disinggung Komisi IV dalam diskusi tersebut. Pertama, soal lahan. "Bagaimana kemampuan sebagai negara agraris, kita mampu memenuhi kebutuhan pangan tertentu. Kebutuhan pangan masyarakat kita yang pasti akan terus bertambah dan terus meningkat dari sisi konsumsi. Padahal, pada sisi lain dipastikan bahwa lahan semakin sempit. Belum lagi, kita harus menyisakan berbagai potensi sumber daya alam supaya ini sustainable," jelasnya.
Kedua adalah air. "Bagaimana dengan sistem dan manajemen air kita. Bagaimana integrasinya dengan undang-undang sistem konservasi tanah dan air. Saya kira ini sangat butuh pemikiran dan butuh energi, bagaimana mematangkan sebuah konsepsi yang betul-betul memberikan afirmatif kepada para petani, khususnya dengan air," lanjutnya.
Ketiga menyangkut benih. Benih dan bibit jadi persoalan stategis untuk berswasembada, Herman mengatakan, ketersediaan benih yang berkualitas dan terjangkau bagi petani mendesak dilaukan. Ini penting dalam instrumen sistem budidaya pertanian. Keempat, pemupukan. "Bagaimana afirmatif negara kepada para petani berkaitan dengan pupuk subsidi. Pupuk harus dipayungi secara undang-undang, karena ini akan menjadi sebuah solusi yang permanen. Bagaimana kewajiban negara untuk bisa memberikan advokasi tentang sistem pemupukan pada petani.
Kelima, manajemen tanah. Manajemen budidaya, menurutnya, harus dipastikan mana yang ditetapkan oleh negara sebagai pengusahaan rakyat supaya rakyat bisa memanfaatkan apa yang menjadi kebijakan negara. Kelak, ini akan memberikan daya dukung terhadap peningkatan pendapatan, peningkatan produktivitas, dan pada akhirnya bisa mensejahterakan para petani.
Sebagai penutup, Herman berkata, "Saya kira ini harus diramu di dalam undang-undang. Tentu ini adalàh sebuah tantangan bahwa regulasi saat ini belum mampu memecahkan masalah itu. Kami bahas secara mendalam dan bahkan jika mungkin undang-undang ini tidak perlu ada rujukan terhadap peraturan pemerintah dan peraturan menteri," tutupnya.(dia)