JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) – Kasus penistaan Al Quran oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok telah menjatuhkan citra negara dan bangsa Indonesia di dunia internasional. Seolah-olah umat Islam di Indonesia intoleransi dan radikal. Hal itu tidak bakal terjadi jika sejak awal aparat penegak hukum gagal menjalankan tugasnya.
Kasus penistaan agama sebenarnya hanya satu dari sekian banyak kasus hukum yang melibatkan Ahok. Hal itu disesalkan jurubicara Presiden era Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Adhie M Massardi, di Jakarta, Jumat (12/5/2017) malam.
Menurut Adhie, kondisi saat ini muncul akibat kegagalan penegak hukum dalam menjalankan tugasnya terkait berbagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Ahok. Ada banyak indikasi pidana yang melibatkan Ahok tetapi didiamkan baik oleh KPK, Polri maupun Kejaksaan Agung.
Adhie mengungkapkan, KPK tidak aktif mengusut dugaan tindak pidana korupsi di Balai Kota yang melibatkan Ahok. Seperti, kasus reklamasi, Transjakarta, Rumah Sakit Sumber Waras, pembelian lahan Cengkareng, dan trilunan rupiah dana nonbudgeter setoran dari para pengembang. Juga penggusuran rumah warga.
Padahal, kata Adhie, hampir semua kasus besar yang ditangani KPK di luar operasi tangkap tangan berasal dari hasil audit BPK. Tapi giliran audit BPK melibatkan Ahok, KPK menolak mengusutnya. "Kalau saja dari awal KPK masuk ke ranah ini dan tidak takut dengan dasar lebih mementingkan kemaslahatan bangsa dan kelangsungan NKRI, pasti tidak akan muncul penistaan agama dan kasus-kasus lainnya," papar Adhie.
Hal yang sama dipertontonkan Polri. Menurut Adhie, kalau saja Polri betul-betul menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penegak hukum, mestinya mereka memproses kasus Ahok tanpa harus menunggu aksi-aksi besar dari umat Islam. "Tapi yang terlihat tidak begitu. Muncul kesan kuat polisi malah membiarkan dan melindungi Ahok," katanya.
Begitu juga dengan Kejaksaan Agung. Korps Adhyaksa di bawah kendali HM Prasetyo yang bekas pentolan Partai Nasdem, tidak berani menahan Ahok selama proses persidangan kasus penistaan agama berlangsung, sebagaimana dilakukan terhadap terduga penista agama lainnya seperti Arswendo Atmowiloto, Permadi, dan Lia Aminuddin. Belakangan, jaksa malah membuat kontroversi dengan membuat tuntutan ringan.
Penggagas Gerakan Indonesia Bersih (GIB) mengatakan, dirinya bersama sejumlah tokoh dan aktivis berupaya menetralisasi isu keagamaan yang mungkin muncul di balik aksi-aksi umat Islam dengan turut terlibat di dalamnya. Namun sayangnya, upaya ini malah dimentahkan oleh kepolisian dengan tuduhan makar. Nama-nama seperti Rachmawati Soekarnoputri, Ratna Sarumpaet dan beberapa aktivis lainnya diciduk, ditetapkan menjadi tersangka dan ditahan.
Adhie mengingatkan, citra negatif Indonesia yang muncul saat ini di dunia internasional sebenarnya sudah dingatkan jauh-jauh hari oleh mantan Menko Maritim Rizal Ramli. Lewat opininya di media ekonomi ternama di dunia yang terbit di New York. ‘The Wall Street Journal’, Rizal membaca fenomena muslim Indonesia dicitrakan tidak toleran.
Ketika itu Rizal menulis, orang luar hanya tahu Ahok memiliki posisi sulit sebagai politisi dari etnis Cina dan beragama Kristen, serta memimpin Ibu Kota di negara yang mayoritas penduduknya muslim. "Tapi semuanya sudah terjadi. Untuk menjelaskan integritas dan citra bangsa Indonesia yang sebenarnya, sekarang aparat hukum harus betul-betul berjalan di rel hukumnya.
Adhie berpendapat, kini saatnya bagi KPK masuk ke korupsi di Balaikota yang melibatkan Ahok, agar masyarakat terbuka bahwa orang ini bukan orang bersih. Jadi upaya penokohan seseorang dengan upaya manipulatif dan rekayasa sudah harus dihentikan," tukas Adhie. [b]