LONDON (TEROPONGSENAYAN)--Virus siber ransomware wannacry menyerang 200 ribu korban di 150 negara pada Jumat (12/5/2017). Jumlah tersebut akan bertambah ketika para pegawai mulai kembali bekerja pada Senin (15/5/2017).
Pakar keamanan dunia maya mengatakan, penyebaran virus ransomware WannaCry yang mengunci sistem komputer di perusahaan produksi mobil, rumah sakit, toko dan sekolah di beberapa negara telah melambat. Namun setiap waktu dapat meningkat kembali.
Direktur Europol Rob Wainwright mengatakan kepada ITV Peston pada Minggu (14/5/2017) bahwa program serangan itu unik. Sebab, ransomware digunakan dalam kombinasi dengan "fungsi worm" sehingga infeksi menyebar secara otomatis.
"Jangkauan global belum pernah terjadi sebelumnya. Hitungan terakhir 200.000 korban di setidaknya 150 negara, dan para korban tersebut, kebanyakan dari kalangan bisnis, termasuk perusahaan besar," katanya seperti dikutip Reuters.
"Saat ini, kita sedang menghadapi ancaman yang meningkat. Jumlahnya naik. Saya khawatir jumlahnya akan terus bertambah ketika para pekerja memulai aktivitasnya dengan menggunakan komputer pada Senin," tambahnya.
Dia mengatakan bahwa Europol dan agen lainnya belum mengetahui siapa pelaku di balik serangan tersebut. Namun biasanya hal ini disebabkan oleh pemikiran kriminal dan itu merupakan teori pertama untuk mencari alasan yang jelas.
"Tentu ada jumlah yang dituntut, namun jumlahnya relatif kecil, 300 dolar hingga 600 dolar jika anda tidak membayar dalam waktu tiga hari," katanya.
"Sudah ada beberapa transaksi pembayaran sejauh ini yang kami temui ketika kami melacak kasus ini. Namun kebanyakan mereka tidak membayar, jadi tidak banyak uang yang didapat oleh organisasi kejahatan itu sejauh ini," tambahnya.
Wainwright mengatakan bahwa Europol khawatir dengan keamanan siber di sektor kesehatan, yang menangani banyak data sensitif.(plt/ant)