JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan, keberadaan pasal 156a KUHP soal penodaan agama berfungsi untuk mengatur kehidupan sosial masyarakat.
"Pasal seperti ini diperlukan sebagai sebuah bentuk alat pengendalian sosial supaya tidak terjadi potensi kerusakan lebih besar. Itu diperlukan supaya masyarakat tidak bertindak sendiri-sendiri," ujar Arsul dalam diskusi bertajuk 'Penghapusan Pasal 156a UU KUHP, Pasal Karet?' di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (16/5/2017).
Arsul menjelaskan, saat ini revisi UU KUHP sedang dibahas DPR dan Pemerintah. Ia pun yakin pasal 156a akan tetap dipertahankan oleh mayoritas fraksi di DPR
"Kami tidak sepakat. Paling tidak mayoritas fraksi di DPR," tegasnya.
Sekjen PPP kubu Romahurmuziy ini mengemukakan, pasal 156a KUHP berlaku untuk semua agama, akan tetapi saat ini seolah-olah hanya berlaku untuk agama Islam saja.
Ia mencontohkan, di eropa khususnya Jerman pasal mengenai penodaan agama berlaku dan dihukum dengan tegas.
"Jadi consern itu persoalan penerapan hukum, bukan perlu tidaknya. Kok seolah-olah pasal ini diterapkan kalau orang cuma hina agama Islam, yang paling banyak. Di Bali misalnya yang dihina agama Hindu dan pelakunya Protestan," ungkapnya.(yn)