Berita
Oleh Bani Saksono pada hari Kamis, 22 Jun 2017 - 13:02:17 WIB
Bagikan Berita ini :

‘Pejuang Anti-Korupsi’ ini Kritik Para Profesor Anti Pansus KPK

60ADHIE-M-MASSARDI.jpg
Koordinator Gerakan Indonesia Bersih Adhie M Massardi (Sumber foto : dok/TeropongSenayan)

JAKARTA [TEROPONGSENAYAN] – Para profesor yang mengadakan yang mendeklarasikan dukungannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menghadang Pansus Hak Angket KPK oleh DPR RI, mendapat kecaman, justru dari ‘pejuang anti-korupsi’.

Adalah Adhie M Massardi, Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB). Dia menyesalkan adanya deklarasi 153 profesor di kampus UGM, Yogyakata pada Senin [19/6/2017] yang menolak Pansus Hak Angket KPK DPR. Sebab, itu sudah memasuki ranah politik.

"Sebagai akademisi yang mengemban gelar profesor, jabatan tertinggi di kampus, dalam bertindak mereka seharusnya menggunakan akal yang bersandar kepada moral intelektual, bukan berlandaskan emosi belaka, apalagi sekadar ikut-ikutan demi dibilang anti-korupsi," kata Adhie di Jakarta (22/6/2017).

Menurut mantan juru bicara Presiden Abdurrahman Wahid ini, hak angket adalah salah satu instrumen DPR dalam menjalankan fungsi kontrolnya terhadap semua institusi pengguna APBN yang diamanatkan konstitusi.

"Jadi seharusnya para profesor itu justru mendorong KPK untuk mematuhi konstitusi dan berani menghadapi DPR di panggung Hak Angket. Kalau khawatir Pansus Hak Angket melemahkan KPK, mereka bisa bergabung bersama kami untuk mengawalnya dari dua sisi, KPK dan Pansus,’’ kata Adhie, si pemilik puisi yang berjudul ‘Negeri Para Bedebah’. Puisi ini menjadi ikon perlawanan terhadap kriminalisasi komisioner KPK dalam episode "Cicak vs Buaya I" pada 2009.

Jadi, kata Adhie lagi, tujuan Hak Angket untuk mengaudit kinerja KPK bisa tercapai. Dia menambahkan, sejatinya KPK itu tidak perlu dibela. Pertama, karena undang-undang sudah membuat lembaga anti-rasuah itu superbody. Kedua, biarkan KPK menjadi lebih dewasa secara politik.

"Jangan sedikit-sedikit minta dibela publik. Apalagi kita tahu, di KPK sendiri memang banyak masalah yang perlu diluruskan agar kembali ke khittah sebagai lokomotif politik pemberantasan korupsi di negeri ini," ujarnya.

Kepada para profesor itu, Adhie pun mengingatkan, kalau toh mereka ingin berkiprah di pentas politik berkelas [high politics], sebenarnya ada masalah esensial yang lebih penting dan mendasar, bahkan bersinggungan dengan masalah moral intelektual dan sikap kenegarawanan tingkat tinggi. Yakni, Pansus UU Pemilu, yang sedang merancang sistem Pilpres "zero presidential threshold" tapi mendapat perlawanan dari kekuatan status quo.

‘’Para profesor itu seharusnya masuk ke ranah ini, dan menggunakan kekuatan moral intelektualnya untuk menggagalkan sistem Pilpres lama yang menggunakan presidential threshold 20-25 persen,’’ tutur inisiator Gerakan Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih ini.

Adhie mengungkapkan, presidential threshold model lama ini dalam prakteknya justru merupakan 'ibu dari segala jenis korupsi'. ‘’Karena, melahirkan oligarki parpol yang merusak sistem demokrasi di negeri ini," kata Adhie menyudahi pernyataannya. [b]

tag: #korupsi  #kpk  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement