JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Koordinator Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I), Tom Pasaribu menduga Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat tengah melakukan politik balas dendam menyusul rencana perombakan pejabat di lingkungan Pemprov DKI yang mulai dilakukan Kamis (13/7/2017) besok.
Aksi otak-atik formasi pejabat baru tersebut dinilai juga tak lepas dari kepentingan Sekda DKI Sefullah yang belakangan mulai dikabarkan posisinya tidak aman.
"Tidak sulit memahami, bahwa Djarot bersama Sekda Saefullah sedang berupaya menempatkan orang dekat dan menyingkirkan yang tidak sependapat, terutama pejabat-pejabat yang mendukung Anies-Sandi pada Pilgub DKI 2017 lalu. Ya.. semacam aksi balas dendam gitu," kata Tom Pasaribu di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (12/7/2017).
Padahal, kata Tom, kebijakan yang ditempuh Djarot dengan buru-buru merombak pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tiga bulan menjelang lengser, jelas menabrak Undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dalam UU ASN tersebut, Kepala Daerah yang mau lengser dilarang mengeluarkan kebijakan yang sifatnya strategis, termasuk merotasi pejabat selama enam bulan sebelum lengser.
Selain itu, Djarot juga dilarang mengambil kebijakan-kebijakan strategis, diantaranya menyangkut keberlangsungan proyek reklamasi Teluk Jakarta.
Tom memandang, pergantian sejumlah pejabat DKI sama saja Djarot sedang mencari kambing hitam dan mau menyalahkan anak buahnya karena penyerapan APBD yang tidak maksimal.
Diketahui, Djarot sendiri berkali-kali menyebutkan, melalui perombakan pejabat, dia berharap pemerintahannya dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
"Jadi, itu artinya Djarot berpikiran pejabat yang tidak mendukungnya saat Pilgub bakal menghambat jalannya roda pemerintahannya. Orang buta sama orang tuli saja tahu lah.. kalau manuver perombakan ini sangat politis," cetus Tom.
Bukan hanya itu, perombakan tersebut sekaligus juga dinilai Tom merupakan proyek aji mumpung Sekda DKI, Saefullah.
Pasalnya mantan Walikota Jakarta Pusat itu diberikan kewenangan luar biasa untuk mengganti pejabat eselon III dan IV.
"Ini tentu menjadi momentum Saefullah menempatkan orang-orang dekatnya mengisi posisi-posisi strategis," terang Tom.
Karenanya, lanjut Tom, wajar jika ada kecurigaan yang beredar tentang adanya setoran untuk meraih posisi jabatan tertentu di DKI.
"Jangan lupa juga, pergantian sejumlah pejabat juga terindikasi upaya menghilangkan jejak korupsi rezim sebelumnya," tukas Tom.
"Kita tahu, Pemda DKI sekarang ini bisa dibilang 'paling nakal'. Ada setumpuk kasus yang sewaktu-waktu bisa kembali berlanjut; Bus Way, RS Sumber Waras, Reklamasi, lahan Cengkareng, dan lain-lain," beber Tom. (icl)