JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengingatkan, agar Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mempunyai tanggung jawab soal nasib pemberantasan korupsi.
Hal itu diutarakan Fahri setelah dalam rapat terbatas, Jokowi menunda untuk membahas pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor).
"Seharusnya presiden mencermati dinamika di balik usulan membuat Detasemen Khusus Tipikor sebab sudah saatnya politik penegakan hukum pemberantasan korupsi kita dievaluasi setelah 15 tahun," kata Fahri kepada wartawan di Jakarta, Rabu (25/10/2017).
"Sudah saatnya juga penegakan hukum atas pidana korupsi dipercayakan kembali pada lembaga intinya," tambahnya.
Politisi asal NTB ini mengungkapkan, sebagai pemimpin eksekutif tertinggi, maka Presiden Jokowi mempunyai peran untuk menjaga atas situasi penegakan hukum secara umum dan khususnya pemberantasan korupsi.
Isu korupsi, kata Fahri, sangat berkaitan langsung dengan kredibilitas pemerintahan yang dipimpin oleh presiden.
"Jika isu korupsi marak artinya integritas pemerintahan dianggap rendah dan sebaliknya ya, apalagi isu itu dikaitkan dengan banyak ya jumlah penangkapan pejabat," terangnya.
"Jangan karena KPK populer akhirnya presiden mengalah. Dengan kebijakan yang seharusnya menjadi hak prerogatif presiden dan DPR, yaitu politik legislasi untuk melembagakan pemberantasan korupsi yang lebih baik ke depan," pungkasnya.
Diketahui, Jokowi telah memutuskan untuk menunda menyetujui Densus Tipikor yang diwacanakan Kapolri dan Komisi III DPR dalam berbagai rapat kerja. Densus Tipikor adalah kelembagaan yang dimaksudkan untuk mengintensifkan kegiatan pemberantasan jorupsi secara lebih masif di seluruh daerah. (icl)