
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Bola panas pulau reklamasi teluk Jakarta makin bergerak liar. Bahkan Presiden Jokowi harus ikut angkat bicara menepis keterlibatannya. Namun keterangan Jokowi yang pernah menjadi Gubernur DKI Jakarta ini justru makin memicu beragam penilaian maupun kecurigaan.
"Presiden Jokowi cerdas, dia mau cuci tangan karena sadar ini barang busuk," ujar pengamat kebijakan publik, Amir Hamzah, kepada wartawan di Gedung DPRD DKI, Kamis (2/11/2017).
Amir mengungkapkan hal itu melihat semakin terbukanya berbagai bau busuk atau pelanggaran tentang pulau reklamasi teluk Jakarta. Apalagi, mantan Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat berpotensi menjadi tersangka terkait dugaan kolusi penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atas lahan reklamasi pulau G hasil reklamasi Teluk Jakarta.
Djarot menjadi sorotan sebagai pihak yang akan menjalani pemeriksaan oleh penegak hukum. Pasalnya, pada 2 Oktober 2017, hanya lebih kurang dua pekan menjelang lengser atau berakhir masa jabatannya 15 Oktober 2017, Djarot menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 173 tahun 2017 tentang Panduan Rencana Kota Pulau G hasil reklamasi.
Dugaan kolusi yang mengarah dilakukan Djarot bersama sejumlah pejabat DKI adalah menetapkan harga NJOP di pulau G hanya Rp 3,2 juta per meter. Padahal saat pembahasan dengan DPRD harganya ditetapkan sebasar Rp 10 juta per meter.
"Ya pasti ada apa-apanya. Ada udang dibalik batu dalam penerbitan Pergub dan penetapan harga HGB, mengapa hanya sebesar itu," ujar pengamat kebijakan publik, Amir Hamzah.
Amir mendesak aparat hukum, KPK dan Kejaksaan melakukan penyelidikan terhadap dugaan kolusi yang dilakukan para pejabat di ring satu eksekutif.
Amir menambahkan, setelah lengser pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja- Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot) baru terbuka borok-borok kebijakannya yang menyimpang dari aturan perundang-undangan .
"Jadi, idak hanya Djarot yang berpotensi tersangka, tapi pejabat lain juga berpotensi jadi tersangka," tuturnya.
Kesalahan yang dilakukan Djarot, kata Amir, Pergub No 137 itu dikeluarkan sebelum Perda tentang Tata Ruang disahkan.
Dugaan kesalahan yang dilakukan Djarot itu ada kaitannya dengan penegasan Presiden Jokowi, bahwa dia tak pernah mengeluarkan izin apapun soal reklamasi. Apalagi ulah Djarot itu dilakukan dengan menyeret Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Sebelumnya, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DKI Tuty Kusumawati mengatakan peraturan gubernur itu terbit karena adanya arahan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Tuty Kusumawati menambahkan Pergub tersebut akan menjadi rancangan tata kota atau urban design guideline (UDGL) definitif Pulau G. Sebab, pembahasan dua Raperda Reklamasi Mandek di DPRD DKI .
Dua Raperda itu ialah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTTKS Pantura).
"Sebenarnya UDGL itu turunan rancangan Perda Tata Ruang (RTTKS Pantura). Karena Perdanya belum ditetapkan, makanya jadi indikatif Pergubnya," kata Tuty.
Ia menjelaskan, Pergub tersebut disahkan atas permintaan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya. Pasalnya, dua hasil reklamasi teluk Jakarta, yang sanksi administratif-nya (moratorium) telah dicabut lebih dulu, yakni Pulau C dan D, telah memiliki rancangan tata kota.
"Bagian dari pencabutan sanksi itu dimintakan juga untuk dibuatkan UDGL indikatifnya," kata Tuty.
Selain itu, Sekertaris Daerah DKI Saefullah memastikan bahwa pembahasan dua Raperda reklamasi di DPRD DKI tidak bisa dilanjutkan di masa pemerintahan Djarot Saiful Hidayat.
Usai rapat gabungan membahas surat Pemprov soal kelanjutan pembahasan Raperda Reklamasi di DPRD DKI kemarin, dia mengatakan pembahasan terpaksa dilanjutkan di masa pemerintahan Gubernur dan Wakil Gubernur pemenang Pilkada DKI Jakarta 2017, Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Pergub Jokowi
Presiden Jokowi memang menegaskan tidak pernah mengeluarkan izin reklamasi. Pernyataan Presiden Jokowi yang juga mantan Gubernur DKI Jakarta disampaikan saat menjawab wartawan di lokasi tambak udang di pantai utara Bekasi.
"Saya sampaikan, saya sebagai Presiden tidak pernah mengeluarkan izin untuk reklamasi. Sebagai gubernur, saya juga tidak pernah mengeluarkan izin untuk reklamasi," tegas Jokowi saat ditanya wartawan di kawasan Muara Gembong, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (1/11/2017).
Adapun soal Pergub nomor 146 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Membangun dan Pelayanan Perizinan Prasarana Reklamasi Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang menjadi polemik, ditegaskan Jokowi itu merupakan petunjuk dalam rangka mengajukan izin.
"Kalau yang itu, pergub itu kan pergub yang acuan petunjuk dalam rangka kalau kamu minta izin. Gitu loh. Jangan di, bukan reklamasinya. Kalau kamu minta izin, aturannya seperti apa," kata Jokowi.
Ditegaskan Jokowi, pergub tersebut bukan untuk memberi izin reklamasi."Bukan kamu saya beri izin, kamu saya beri izin reklamasi, bukan itu," jelas Jokowi.
Bagi mantan Ketua Tim Sinkronisasi Anies-Sandi, Sudirman Said, Pergub yang dikeluarkan oleh Jokowi saat menjadi Gubernur DKI Jakarta justru menjadi pintu terbukanya proses perizinan pulau reklamasi.
Saat menjadi pembicara dalam diskusi "Stop Reklamasi Teluk Jakarta" di komplek parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (2/11/2017) Sudirman awalnya bicara soal regulasi reklamasi. Dia menjabarkan dua Undang-undang, yakni UU Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang dan UU Nomor 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir.
"Dari sisi regulasi, sebetulnya sejak Undang-undang 26 Tahun 2007 dan 27 2007 muncul, sudah harus ada harmonisasi seluruh aturan. Jadi, aturan yang ada, Pergub-pergub sudah harus diharmonisasikan," sebut Sudirman.
Menurut Sudirman, reklamasi awalnya tak menyebut soal pembangunan pulau. Pembangunan pulau muncul dari Pergub DKI yang diterbitkan pada 2012 lalu.Nah, pada saat Jokowi menjabat gubernur DKI, Sudirman menyebut Jokowi menerbitkan Pergub yang memberi jalan perizinan reklamasi.
"Kalau dilihat asal muasalnya, sebetulnya kata-kata pulau itu muncul di Pergub, sebelumnya tidak ada. Reklamasi tidak ada cerita membuat pulau. Pulau itu muncul di Pergub tahun 2012 diikuti dengan beberapa Pergub yang sebetulnya diterbitkan oleh masanya Pak Jokowi," ujar Sudirman.
"Beliau kemarin bicara tidak pernah keluarkan Pergub tapi ada dua Pergub yang keluar. Dan Pergub itu memberi jalan bagi munculnya perizinan. Kalau mau izin caranya begini, begini, gitu. Karena itu, kembali dari government harus diluruskan," papar Sudirman.
Kini bola panas skandal pulau reklamasi teluk Jakarta ada di tangan Anies-Sandi. Akankah Anies-Sandi konsisten membatalkan skandal pulau reklamasi ini? Akan membakar siapakah bola panas pulau reklamasi teluk Jakarta ini setelah Jokowi berhasil cuci tangan? (dia/dbs)