Opini
Oleh Sunarsip (Chief Economist PT Bank Bukopin Tbk) pada hari Senin, 06 Nov 2017 - 18:37:36 WIB
Bagikan Berita ini :

Memahami Fenomena Dibalik Kinerja Sektor Ritel

37IMG_20171106_183407.jpg
Sunarsip (Sumber foto : Istimewa )

Minggu lalu, saya menghadiri diskusi yang diselenggarakan oleh Kantor Sekretariat Wakil Presiden RI. Topiknya membahas perkembangan kinerja sektor ritel di tengah pesatnya perkembangan perdagangan melalui online (e-commerce). Diskusi tersebut bertujuan untuk memahami apa yang sesungguhnya terjadi dibalik perkembangan kinerja sektor ritel (perdagangan ritel) saat ini.

Pemahaman yang lengkap tentang kinerja sektor ritel ini penting diketahui karena perdagangan ritel merupakan indikator penting untuk mengukur kinerja perekonomian.

Tulisan saya ini tentunya bukan merupakan konklusi dari diskusi tersebut. Ini mengingat, dalam diskusi tersebut juga bermunculan berbagai perspektif yang relevan. Tulisan ini merupakan pandangan saya untuk melengkapi berbagai perspektif yang ada sebagai bahan bagi para pengambil kebijakan dalam menyikapi situasi perekonomian saat ini.

Sebagaimana telah diberitakan, kinerja sektor ritel (perdagangan ritel di toko-toko fisik) mengalami penurunan kinerja. Penurunan kinerja tersebut dikonfirmasi oleh data dari lembaga riset Nielsen yang memperlihatkan bahwa kinerja sektor ritel, khususnya yang memperdagangkan barang-barang fast moving consumer goods (FMCG) mengalami penurunan dari sisi pertumbuhannya. Riset Nielsen menyebutkan bahwa penjualan FMCG hingga September 2017 hanya tumbuh (growth) 2,7 persen, sedangkan rata-rata pertumbuhan normal tahunan mencapai 11 persen.

Satu hal yang menarik dari data Nielsen bahwa perlambatan pertumbuhan FMCG di tahun ini tidak semata-mata dipengaruhi oleh bertumbuhnya e-commerce di Indonesia. Ini mengingat, untuk produk-produk utama dari FMCG, pangsa e-commerce hanya sekitar 1 persen dibandingkan dengan penjualan offline secara total.

Sebagai informasi, nilai penjualan (sales) FCMG 2016-2017 mencapai sekitar Rp450 triliun. Bila rata-rata pertumbuhan per tahun mencapai 11 persen, maka nilai pertumbuhan tersebut mencapai Rp49 triliun. Sementara itu, sampai dengan September 2017 hanya tumbuh 2,7 persen atau setara dengan Rp12 triliun. Itu artinya, telah terjadi kerugian penjualan (lost sales) sebesar Rp37 triliun. Angka kerugian penjualan sebesar Rp37 triliun ini tidak sebanding dengan nilai penjualan FMCG melalui online yang hanya sekitar Rp1,5 triliun.

Berdasarkan riset Nielsen disebutkan bahwa kelompok masyarakat menengah bawah (mid low class) merupakan pemegang porsi yang besar mengalami perlambatan yang disebabkan antara lain akibat menurunnya total penghasilan yang dapat dibawa pulang (take home pay, THP), kenaikan harga utilitas yang berdampak pada pengurangan konsumsi, serta menahan pembelian produk-produk yang bersifat impulsive dan menurunkan ukuran barang yang dibeli (downsizing). Sementara itu, kelompok masyarakat menengah atas (upper class) masih bertindak ‘wait and see’, namun ada indikasi dimana pengeluaran di segmen gaya hidup (lifestyle) cenderung masih terus bertumbuh.

Riset Nielsen tersebut relatif konsisten dengan data pertumbuhan ekonomi Indonesia. Berdasarkan data BPS, pengeluaran konsumsi rumah tangga selama semester I-2017 tumbuh 4,94 persen melemah dibanding periode yang sama di 2016 yang tumbuh 5,02 persen. Perlambatan pertumbuhan ini terutama terjadi pada : (i) pengeluaran makanan dan minuman, selain restoran; (ii) pengeluaran untuk transportasi dan komunikasi; dan (iii) pengeluaran untuk perumahan dan perlengkapan rumah tangga. Data kinerja segmen-segmen pengeluaran konsumsi rumah tangga yang pertumbuhan melambat, khususnya pengeluaran makanan dan minuman selain restoran, konsisten dengan perlambatan pertumbuhan penjualan barang-barang FCMG yang dirilis Nielsen.

Lebih jauh tentang kinerja pertumbuhan konsumsi rumah tangga, tidak semua segmen pengeluaran rumah tangga mengalami perlambatan pertumbuhan. Beberapa segmen seperti pengeluaran untuk (i) restoran dan hotel, (ii) pakaian, alas kaki dan jasa perawatan, serta (iii) kesehatan dan pendidikan mengalami kenaikan pertumbuhan. Pada semester I-2017, pengeluaran konsumsi untuk restoran dan hotel tumbuh 5,65 persen lebih tinggi dibanding periode yang sama di 2016 yang tumbuh 5,49 persen. Pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk pakaian, alas kaki dan jasa perawatan pada semester I-2017 tumbuh 3,38 persen, sedikit lebih tinggi dibanding periode yang sama di 2016 yang tumbuh 3,27 persen. Sedangkan pengeluaran konsumsi untuk kesehatan dan pendidikan tumbuh 5,72 persen pada semester I-2017, lebih tinggi dibanding periode yang sama di 2016 yang tumbuh 5,42 persen.

Pengeluaran konsumsi rumah tangga yang terkait dengan gaya hidup (lifestyle) yang masih tumbuh ini sejalan dengan sisi produksi industrinya. Namun demikian, mengacu pada data produksinya, sepertinya pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang terkait dengan gaya hidup ini juga masih terbatas. Indeks produksi industri tekstil dan pakaian jadi dan industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki terlihat bervariasi. Indeks produksi kelompok industri kecil dan mikro (IKM) terlihat masih relatif tinggi (di atas 100).

Namun, indeks produksi untuk kelompok industri besar dan sedang (IBS) cenderung turun (di bawah 100).
Beberapa pihak menyebutkan bahwa melemahnya kinerja pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk (i) pengeluaran makanan dan minuman selain restoran; (ii) transportasi dan komunikasi; dan (iii) perumahan dan perlengkapan rumah tangga disebabkan adanya shifting konsumsi akibat perubahan gaya hidup. Perubahan gaya hidup menyebabkan pola konsumsi berubah dari pemenuhan kebutuhan dasar (makan dan minum) ke konsumsi yang sifatnya leisure seperti pariwisata dan sejenisnya. Data pertumbuhan yang terkait dengan pengeluaran konsumsi leisure memang membaik.

Saya berpendapat bahwa kesimpulan tersebut terlalu dini. Ini mengingat, pangsa pasar segmen pengeluaran konsumsi rumah tangga yang terkait dengan gaya hidup leisure masih sangat kecil sehingga kalaupun segmen ini mengalami pertumbuhan tidak cukup menggantikan kerugian (lost) yang dialami oleh segmen-segmen yang mengalami penurunan pertumbuhan. Sebagai informasi, pangsa pengeluaran konsumsi untuk (i) pakaian, alas kaki dan jasa perawatannya dan (ii) restoran dan hotel pada Juni 2017 masing-masing hanya 3,56 persen dan 9,83 persen dari total pengeluaran konsumsi rumah tangga.

Konsumsi rumah tangga yang terkait dengan leisure memang tetap tumbuh karena daya beli kelompok masyarakat menengah atas (middle up class) masih cukup untuk memenuhi kebutuhannya sampai dengan kebutuhan leisure. Namun, pengeluaran di atas leisure seperti untuk membeli kendaraan dan properti sebagaimana dilakukan di era booming komoditas (awal 2000-an sampai dengan 2014) sudah tidak mampu dilakukan. Ini terlihat dari pertumbuhan kredit perbankan yang menurun dan kualitas kredit yang mengalami pemburukan, seperti yang terjadi pada segmen properti premium.

Saya berpendapat bahwa relatif terjaganya pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga terutama ditopang oleh pengeluaran kelompok kelas menengah yang jumlahnya sekitar 40 persen. Sementara itu, kelompok masyarakat atas kini tidak lagi mampu berbelanja seperti di era booming komoditas, di sisi lain kelompok masyarakat bawah terimbas oleh dampak akumulasi kenaikan harga dan menurunnya penghasilan riil.

Dalam situasi seperti ini, saya kira hal yang paling urgen dilakukan pemerintah adalah menjaga agar daya beli lapisan masyarakat kelompok bawah (sekitar 20 persen) tetap terjaga.(*)

Tulisan ini merupakan pendapat pribadi.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Hariman Siregar Menutup SKUAD Angkatan Pertama: Menanam Kader, Menjaga Demokrasi

Oleh Ariady Achmad
pada hari Minggu, 04 Mei 2025
Jakarta, 4 Mei 2025, TEROPONGSENAYAN.COM - Pada usianya yang ke-75, Hariman Siregar tak berhenti merajut harapan. Pagi ini, ia menutup secara resmi Sekolah Kader untuk Aktivitas Demokrasi (SKUAD) ...
Opini

Pembatalan Mutasi 7 Perwira Tinggi TNI

Jakarta, TEROPONGSENAYAN.COM - Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengeluarkan Keputusan Panglima TNI Nomor KEP 554.a/IV/2025 tanggal 30 April 2025. Keputusan Panglima tersebut membatalkan mutasi ...