Opini
Oleh Asyari Usman (Wartawan Senior) pada hari Kamis, 23 Nov 2017 - 12:07:34 WIB
Bagikan Berita ini :

Dulu VOC Belanda, Sekarang VOC Tiongkok

66IMG_20171117_072001.jpg
Asyari Usman (Wartawan Senior) (Sumber foto : Istimewa )

Penjajahan resmi Belanda atas Indonesia lebih dulu dirintis oleh kedatangan perusahaan (kongsi) dagang yang disebut Vereenigde Oostindische Compagnie. Dalam sejarah nasional Indonesia, kongsi dagang itu sangat tersohor dengan singkatan VOC. (Note: Vereenigde=persatuan atau kongsi; Oostindische=India Timur, yaitu sebutan untuk Indonesia; dan Compagnie=perusahaan atau perdagangan atau dagang).

Itulah VOC, Kongsi Dagang India-timur atau Persatuan Dagang Indonesia. Di sekitar inilah pengertiannya.

Jadi, yang mula-mula datang menjajah Nusantara ini adalah konglomerat. Tapi, bukan konglomerat biasa. Pemerintah Belanda memberikan wewenang kepada VOC untuk memiliki tentara sendiri guna memuluskan penindasannya di daerah-daerah penghasil rempah-rempah di Indonesia. Waktu itu, rempah-rempah adalah komoditas yang setara dengan migas sekarang ini.

Kerja paksa dan pembunuhan semena-mena adalah ciri utama operasional VOC di negeri yang “mudah diatur” ini. Negeri yang menyimpang kekayaan luar biasa baik di atas permukaan maupun di bawah permukaan buminya.

VOC-lah yang menjadi pondasi kuat penjajahan Belanda di Indonesia. Bahkan, konglomerat Belanda ini lebih lama menjajah Indonesia ketimbang negara Belanda sendiri. VOC hadir di Batavia (Jakarta) pada 20 Maret 1602, dan menyerahkan kekuasaan kepada Belanda pada 17 Maret 1798. Persis 200 tahun. Kemudian, Belanda melanjutkan penjajahan sekitar 150 tahun berikutnya.

Setelah melalui perjuangan panjang dan berdarah-darah, Soekarno-Hatta akhirnya bisa memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di tahun 1945.

Tak sampai 70 tahun setelah Indonesia merebut kemerdekaan dari Belanda, muncul kembali pertanda “penjajahan” VOC yang lain. VOC zaman now. Mirip-miriplah tampilannya dengan VOC Belanda. Cuma, mereka diundang datang dari RRC atau Tiongkok, alias China. Masuknya juga lebih halus, lewat pintu “foreign investment scheme”. Keren! Yaitu, skema investasi asing.

Supaya mudah diingat, perkenankan saya menyebut VOC Tiongkok itu dengan bahasa yang tidak begitu serius, bahasa ‘plesetan’, tetapi konotasinya sangat serius. Saya menyebutnya “Verusahaan Orang China” (VOC). Kata “China” di sini adalah RRC (Tiongkok). Jangan pula dikatakan SARA.

Metode “penjajahan” ekonomi dan perdagangan VOC Tiongkok, hampir sama dengan VOC Belanda. Cuma, kekuatan tentara VOC versi Belanda diganti dengan kekuatan uang untuk VOC versi Tiongkok. Bahkan Pak Amin Rais (dan banyak orang lainnya), malahan menyimpan kecurigaan bahwa VOC Tiongkok pun datang ke Indonesia dengan membawa “pasukan” juga. Pak Amin dan banyak orang lainnya itu menyebut mereka “pria rambut cepak berbadan tegap”. Sama-sama pahamlah kita apa maksudnya.

Mereka percaya “pria cepak berbadan terbina” itu bukan orang-orang sipil biasa. Jika dilihat tampilan fisiknya, tidaklah berdosa kalau menebak mereka itu punya back-ground kemiliteran. Mereka bekerja di berbagai VOC Tiongkok yang ada di beberapa daerah Indonesia. Pak Amin dan yang lainnya, termasuk saya juga, sangat khawatir terhadap kehadiran mereka lewat VOC Tiongkok itu. Memang perlu ditegaskan bahwa tidak semua pekerja di VOC Tiongkok berpenampilan fisik terbina.

Tentu bukan dimensi “rambut cepak” itu yang paling utama. Yang menjadi keprihatinan rakyat adalah kemungkinan perulangan sejarah VOC Belanda pada abad ke-17 dulu. Tidak sama cara penjajahannya, tetapi prinsipnya sama dan sebangun. Yaitu, akan berlangsung cengkeraman kekuatan modal VOC Tiongkok yang, dari hari ke hari, akan semakin sulit untuk dilepaskan. Contoh, VOC Tiongkok sangat kuat belitannya terhadap Sri Langka. Negara ini membolehkan RRC mendirikan pangkalan laut di situ.

Di Afrika, dominasi modal VOC Tiongkok membuat benua itu menjadi basis pengaruh politik RRC. Profesor Yong Deng, seorang dosen ilmu politik di US Naval Academy, Annapolis, mengatakan tujuan RRC berinvestasi besar-besaran di Afrika tidak terlepas dari keinginan Beijing untuk menjadi Kekuatan Besar (Great Power) di dunia. Begitu kuatnya kehadiran RRC di Afrika, mereka dibolehkan membuat pangkalan militer pertama di benua itu pada bulan April 2016 di Djibouti.

Indonesia adalah “benua” yang sangat strategis di mata RRC. Itu pasti! Dan, “benua” yang sangat penting ini sedang dikuasai pula oleh orang-orang yang mudah diyakinkah oleh RRC tentang “tujuan baik” mereka. Sehingga, “benua” yang strategis itu, pada saat ini, mungkin juga dianggap oleh RRC sebagai “rusa gemuk” yang sekali terkam langsung menjadi “rusa guling”.

Entahlah! Kita berharap, agar sejarah VOC Belanda tidak terulang lewat VOC Tiongkok. Semoga saja, RRC tidak memaksa Indonesia agar memberikan konsesi untuk membuat “pelabuhan khusus” bagi keperluan proyek-proyek investasi mereka.

Kita perlu waspada kalau Anda dengar kabar VOC Tiongkok tertarik untuk membeli belasan pelabuhan yang akan dijual oleh pemerintah ke swasta.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...