Opini
Oleh Oleh: Ahmad Iskandar (Dosen FE Universitas Ibnu Chaldun) pada hari Rabu, 06 Jun 2018 - 11:52:21 WIB
Bagikan Berita ini :

Puasa Itu Sejatinya Mengurangi Tingkat Konsumsi

86iskandar2.jpg
Ahmad Iskandar (Sumber foto : ist)


Sudah bertahun-tahun penulis melihat, puasa ramadhan itu seolah identik dengan makanan berlebih. Awalnya di level keluarga demi menyemangati anaknya yang masih kecil berpuasa setiap Ibu dengan senang hati membuat makanan tambahan diluar makanan sehari-hari.

Aksi para ibu ini secara tak sengaja membuat permintaan makanan meningkat. Permintaan bahan makan yang melonjak luar biasa di bulan ramadhan berdampak pada melonjaknya harga semua bahan pangan.

Penyebab lain dari kenaikan bahan pangan tersebut berhubungan dengan prilaku pedagang kita yang aji mumpung: “Mumpung masyarakat butuh, mumpung permintaan mereka meningkat, dan mumpung bulan puasa”. Akhirnya setiap ramadhan semua barang pangan dari mulai beras, telur ayam, daging sapi, cabe, terigu,gula bahkan sampai jengkol dan lain-lainpun harganya meningkat secara liar. Lonjakan harga makanan ini menyumbang angka inflasi rutin di ramadhan.

Uniknya, di tiap hari-hari ramadhan hampir semua media massa gencar melakukan liputan kuliner. Seolah ramadhan jadi ajang menikmati kuliner setiap daerah di Indonesia. Dalam bentuknya yang bernada kapitalistik, ramadhan dibuat jadi ajang peningkatan konsumsi yang massif lengkap dengan asesoris mall, pusat perbelanjaan dan peningkatan belanja apa saja.Mall dan pusat perbelanjaan jadi pihak yang paling menikmati barokah dari ramadhan.Di satu sisi,hal ini berdampak positif buat ekonomi ramadhan. Di sisi lain, nilai puasa orang Indonesia dibuntuti oleh sikap berlebih-lebihan (hedonis) yang berlangsung rutin tiap tahun dan mengurangi kehidmatan sisi ibadah spiritualnya.Puasa seolah jadi ajang balas dendam, dimana di siang hari harus berlapar-lapar dan haus dan sesudah magrib menjadi dendam konsumsi makanan yang ditahan di siang hari. Target peningkatan taqwa dari puasa tersebut ditelikung oleh sikap hedonis dan konsumtif hasil balutan budaya kapitalistik ini.

Tulisan berikut mengajak pembaca untuk berkotemplasi seputar puasa, yang tentunya sesuai ajaran alquran dan sunnah rasul serta sisi riel kehidupan masyarakat kita yang didominasi budaya belanja dan makanan berlebih di bulan ramadhan.


Jasad dan Jiwa

Menurut Imam Al-Ghazali, struktur seorang manusia itu terdiri dari badan (jasad), jiwa (Nafs) dan ruh. Bila diibaratkan sebuah Hand phone headset itu badan kita, colokan ke strum listrik adalah ruh dan sim cardnya adalah jiwa. Badan adalah diri yang selama ini kita kenal. Ada wajah, dua kaki,dua tangan dan anggota badan lain pokoknya tampilan menarik badan (jasad) manusia.

Bila seseorang meninggal maka ruh dan jasadnya berpisah. Ruh balik ke Allah sedangkan jasad yang sudah ditinggalkan ruh menjadi jenazah dan harus dikubur serta kembali ke anasir awalnya menjadi tanah dan bersatu dengan tanah. Sedangkan jiwa (nafs) melanjutkan kehidupan panjang sebagai seorang manusia, yang sudah dimulai sejak jiwa masih di alam ruh, alam rahim,alam dunia dan kini jiwa lanjut ke alam barzah.

Terkait perintah Allah dalam surat Albaqoroh ayat 183 : “Wahai orang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.

Jasad manusia menjadi sasaran hakiki puasa, yaitu dengan tidak melakukan makan, minum dan berhubungan badan di waktu siang. Berlapar-lapar di siang hari ini bagian pendidikan yang dilakukan Allah karena selama 11 bulan jasad menjadi orientasi kehidupan seorang manusia.Kini selama sebulan Allah mengajarkan kesederhanaan atau makan sekedar atau secukupnya.

Urusan kesederhanaan ini terkait erat dengan keberadaan syahwat dan hawa nafsu yang terdapat dalam jiwa manusia (inherent). Syahwat yang merupakan kegandrungan dan kecintaan manusia pada hal-hal yang berbau kebendaan dilambangkan dengan harta,tahta dan wanita.Syahwat cenderung serakah (greedy) terhadap yang berbau kebendaan. Sedangkan hawa nafsu meliputi aspek sombong, iri hati, dengki, marah,sombong, diupayakan dijaga atau dikendalikan.

Sehingga di dalam fiqih, kita mengenal 6 hal yang membatalkan puasa. Mulai dari makan minum, jima atau berhubungan badan, keluar mani, muntah, berniat serta haidh.

Sedangkan hal-hal yang membatakan pahala puasa adalah berbohong, marah, memaki atau mengumpat, ngomongin orang (gibah).

Otomatis sebulan berpuasa berarti membersihkan jiwa dari karakter-karakter negatif irihati, dengki, sombong, pemarah dan berlapar-lapar dan haus di siang hari mengajarkan kesederhanaan. Ditambah istigfar dan segala ibadah sholat malam niscya akan menjadikan seorang menjadi pribadi yang meningkat ketakwaannya.

Masih terkait konsumsi makan yang berlebih ini, da satu ayat yang berbunyi : Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al A’raf: 31).

Imam Ahmad meriwayatkan dari al-Miqdam bin Ma’dikarib al-Kindi, ia mengatakan: “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:

“Tidaklah seorang hamba memenuhi wadah yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah manusia memakan makanan yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika ia harus melakukannya lebih dari itu, maka hendaklah ia menjadikannya sepertiga untuk makanan, yang sepertiganya untuk minuman, dan yang sepertiganya lagi untuk nafasnya.”


Peduli dan Berbagi

Kewajiban shalat dan zakat merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Jika sholat adalah tiang agama, maka zakat adalah mercusuar agama. Jika shalat merupakan ibadah ritual yang paling mulia, maka zakat dipandang sebagai ibadah sosial yang paling mulia.

Prof. Dr. Hamka menjelaskan makna “pendusta agama” pada surah Al-Maun (107) yaitu orang yang tidak peduli dengan nasib anak-anak yatim dan orang-orang miskin sebagai pendusta agama. QS. Al-Maun ayat 1-3: “Tahukah kamu orang yang mendustakan agama?; Itulah orang yg menghardik anak yatim; Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.”

Sikap peduli dan berbagi ini sangat dianjurkan selama ramadhan.Peduli dan berbagi ini bisa berbentuk kewajiban zakat, mapun yang sunatnya dengan infaq,sodaqoh dan wakaf.

Secara matematis, pendapatan seseorang digunakan untuk konsumsi dan saving dilambangkan dengan y=C+S, maka fungsi matematik dari orang yang berpuasa tetap y=C+S, namun konsumsi ( C) nya dikurangi dan tabungan (S) nya ditambah.Tabungan tersebut kemudian diinvestasikan (I) dalam investasi akhirat mulai zakat, infaq,shodaqoh atau wakaf. Begitupun juga ketika ada THR, pendapatan yang bertambah dibagi untuk konsumsi dan tabungan.

Berkat sentuhan hikmah puasa, tingkat konsumsi dikurangi dan tabungan diperbesar dan dikopensasikan pada investasi akhirat dengan prinsip peduli dan berbagi.Maka sudah berkurangkah konsumsi Anda??

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #puasa  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...