JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Pengamat hukum dan keamanan, Dewinta Pringgondani menilai, deklarasi gerakan #2019GantiPresiden di beberapa daerah di Tanah Air merupakan bentuk kampanye terselubung.
Menurut Dewinta, berdasarkan Pasal 492 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dijelaskan bahwa bilamana orang dengan sengaja melakukan kampanye, apapun bentuknya, di luar dari jadwal yang ditetapkan KPU, dapat dipidana selama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.
"Karena itu, siapapun, baik gerakan #Jokowi2Periode atau #2019GantiPresiden harus paham itu dulu,” kata Dewinta saat diskusi Kaukus Muda Indonesia (KMI) di Gedung Joeang 45, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (28/8/2018).
Terkait pernyataan KPU dan Bawaslu bahwa gerakan #2019GantiPresiden bukanlah kampanye, tetapi bagian dari aspirasi politik dan kebebasan berbicara, Dewinta mengungkapkan, hal itu benar jika dilakukan sebelum tanggal 10 Agustus 2018 lalu.
"Tetapi kalau sekarang ini, bakal Capres-Cawapres sudah resmi mendaftar. KPU pernah bilang #2019GantiPresiden tidak jadi masalah, tetapi ketika memasuki masa pendaftaran, harus tidak boleh lagi. Saya lihat dan saya baca juga,” jelas Dewinta.
Dewinta mengungkapkan, solusi yang terbaik adalah pihak dari Polri, Kemendagri, KPU dan Bawaslu segera duduk bareng supaya hal ini tidak membuat situasi politik memanas. Pasalnya, ada yang pro dan kontra terhadap gerakan tersebut.
"KPU dan Bawaslu harus tegas melarang sampai waktunya tiba tanggal 23 September,” ucap Dewinta.
Meskipun gerakan #2019GantiPresiden tidak menyebutkan nama, dia menegaskan, sudah pasti gerakan tersebut dimotori oleh kelompok pendukung Capres-Cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Secara politik, ini dari kubu yang semua kita tahu, Pak Mardani Ali Sera dari PKS. Beliau ini yang menggulirkan pertama kali di Car Free Day. Ini dinamakan berlindung di dalam dinamika parpol tertentu untuk membuat kegiatan deklarasi atau kampanye, itu tidak bisa dipungkiri,” pungkas Dewinta. (Alf)