JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Kekosongan kursi Wakil Gunernur (Wagub) DKI Jakarta mendapat sorotan dari Peneliti Politik Universitas Telkom Bandung, Dedi Kurnia Syah. Menurutnya, lebih dari 90 hari tidak ada pengganti, pertanda nuansa politik terlalu kental.
"Kekosongan Wagub DKI selama ini bukti intervensi parpol terlalu kuat terhadap jabatan publik, sekaligus kritik bagi parlemen DKI karena terlalu lambat mengerjakan kewajiban," papar Dedi, kepada teropongsenayan.com, pada Rabu (6/2/2019).
Dedi yang juga menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Demokrasi dan Partai Politik ini menegaskan, bahwa kondisi semacam ini sangat tidak baik bagi kinerja pemerintahan daerah, terutama dalam hal pengambilan kebijakan. Sebab hanya bersandar pada gubernur, dimana keduanya memiliki tugas dan fungsi yang berbeda. Wagub sendiri berperan penting dalam roda pemerintahan daerah, terutama dalam hal pengawasan dan evaluasi. Sementara Gubernur lebih kepada pengambilan kebijakan.
"Tugas khusus itu tertuang dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah," tegasnya.
Tidak hanya itu, terang Dedi, lamanya masa kekosongan kursi Wagub dapat mempengaruhi kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah, karena bisa saja publik beranggapan, tanpa Wagub sekalipun pemerintahan daerah tetap berjalan.
"Untuk itu, seluruh stakeholder relevan, pihak-pihak berkepentingan harus segera mengambil keputusan. Karena posisi Wagub dalam konstitusi independen, memiliki wewenang dan kewajibannya sendiri, sehingga tidak dapat digantikan oleh gubernur dalam waktu yang lama," tegasnya.
Seperti diketahui, Kursi Wagub DKI Jakarta kosong sejak bulan Agustus 2018, tepatnya setelah Sandiaga Uno memutuskan mencalonkan diri sebagai calon Wakil Presiden pada Pilres 17 April 2019 mendatang. (plt)