JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Kontroversi kepergian puluhan pejabat kesehatan di Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta terus menuai polemik.
Kasus ini bermula saat Relawan Kesehatan Indonesia (Rekan Indonesia) membongkar dugaan plesiran pejabat kesehatan di Dinkes DKI ke Vietnam pada Jumat (8/3/2019) akhir pekan lalu.
Sekretaris Nasional Rekan Indonesia, Ervan Purwanto menyatakan, kepergian puluhan pejabat di ke Vietnam adalah sebuah ironi. Mengingat, saat ini warga Ibu Kota sedang menghadapi wabah demam berdarah dengue (DBD).
Menanggapi kabar keberangkatan puluhan pejabat kesehatan ke Vietnam, Anggota Fraksi Partai Golkar DPRD DKI Jakarta, Ramli Muhamad menyebutkan bahwa kepergian jajaran pejabat Dinkes DKI untuk sebuah studi banding penanganan kasus DBD dan pelayanan rujukan BPJS Kesehatan.
"Saya mendukung kegiatan para pejabat Dinas Kesehatan DKI yang melaksanakan studi banding ke Vietnam. Kegiatan mereka itu nanti untuk diterapkan di DKI Jakarta. Bagaimana menanganai kasus DBD dan pelayanan rujukan BPJS Kesehatan," kata Ramli Muhamad, Jumat (8/3/2019) seperti dilansir di sebuah media online.
Ervan pun mempertanyakan sikap Ramli yang seakan pasang badan buat pejabat Dinkes DKI tersebut. Menurut Ervan, pernyataan Ramli cenderung mengada-ada.
Sebab, menurut Ervan, kepergian mereka ke Vietnam juga mengikut sertakan keluarga dan pensiunan.
Kedua, kata Ervan, Vietnam bukanlah negara yang dianggap berhasil menangani wabah demam berdarah.
Ketiga, Vietnam dengan prinsip preventif health care tidak lagi menitik beratkan pada asuransi kesehatan sementara Indonesia baru bergerak pada penataan kuratif yang efektif dan efesien melalui BPJS.
"Apa DKI mau meninggalkan BPJS sehingga perlu studi banding soal itu ke Vietnam," kata Ervan melalui keterangan tertulisnya, Senin (11/3/2019).
"Bohong kalau mereka dibilang studi banding, apalagi alasan soal DBD dan pelayanan rujukan BPJS. Vietnam sendiri masih menjadi uji klinis vaksin dengue sama dengan Indonesia apa yang mau di studi. Kalau mau studi banding ya Australia yang sudah berhasil menangani DBD.l, sambungnya.
Ervan menjelaskan, berdasarkan data WHO, Vietnam dan Indonesia merupakan negara endemi DBD bersama dengan negara Asean lainnya.
Data WHO menyebutkan pada tahun 2012 ada sekitar 100 orang yang meninggal dunia akibat DBD setiap tahunnya di Vietnam. Sementara, dalam periode sama, 100.000 warga Vietnam terinfeksi. Lalu turun pada 2014 dan pada tahun 2016 angka penderita DBD di Vietnam naik 42 persen, yaitu 90.626 penderita. Tahun 2017 mencatat sebanyak 150.000 kasus DBS setiap tahun dan 40 pasien meninggal.
"Dari data tersebut kita patut bertanya apa yang mau dipelajari dari Vietnam dalam hal penanganan DBD? Vietnam sendiri masih bergelut dengan penanggulangan DBD sama seperti di Indonesia. Dalam pencegahannya juga sama seperti Indonesia, yaitu selain pemberantasan sarang nyamuk juga pengembangan predator jentik. Harusnya kalau mau studi banding ke Australia yang sudah berhasil mengembangkan Bakteri Wolbachia untuk memberantas jentik nyamuk,” pungkas Ervan. (Alf)