Berita
Oleh ferdiansyah pada hari Rabu, 14 Agu 2019 - 08:12:03 WIB
Bagikan Berita ini :
Tak Jawab Lima Krisis Agraria

KPA Tolak Pengesahan RUU Pertanahan

tscom_news_photo_1565745123.jpeg
Ilustrasi (Sumber foto : ist)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mendesak Presiden Jokowi dan Ketua DPR Bambang Soesatyo untuk membatalkan rencana pengesahan RUU Pertanahan menjadi undang-undang. RUU ini dinilai tidak menjawab lima pokok krisis agraria.

Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika menyebut lima pokok krisis agraria tersebut. Yakni ketimpangan struktur agraria yang tajam, maraknya konflik agraria struktural, kerusakan ekologis, laju cepat alih fungsi tanah pertanian ke non-pertanian, dan kemiskinan akibat struktur agraria yang menindas.

"Kami menolak RUU Pertanahan yang saat ini tengah digodok oleh DPR RI dan pemerintah serta mendesak ketua DPR RI dan Presiden RI untuk membatalkan rencana pengesahan RUU Pertanahan," ujar Dewi di Jakarta Pusat, Selasa (13/8/2019).

Dewi menyampaikan pernyataannya menanggapi pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil yang menyebut UU Pertanahan akan memperkuat reforma agraria.

Menurut Dewi, RUU tersebut tidak mencerminkan perwujudan keadilan agraria, seperti tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945, TAP MPR IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan SDA, serta UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960).

"RUU Pertanahan seharusnya menjawab 5 krisis pokok agraria di atas yang dipicu oleh masalah-masalah pertanahan," tambahnya.

Dewi menyatakan, terdapat beberapa persoalan mendasar RUU Pertanahan. Salah satunya, RUU itu bertentangan dengan UUPA 1960 meski disebut akan melengkapi dan menyempurnakan yang belum diatur dalam undang-undang tersebut.

Menurut dia, RUU Pertanahan secara menyimpang dan dengan kuat menerjemahkan Hak Menguasai dari Negara (HMN) menjadi jenis hak baru yang disebut Hak Pengelolaan (HPL). Padahal, HPL selama ini menimbulkan kekacauan penguasaan tanah dan menghidupkan kembali konsep domain verklaring yang telah dihapus dalam UUPA 1960.

Domain verklaring adalah pernyataan yang menetapkan suatu tanah menjadi milik negara jika seseorang tidak bisa membuktikan kepemilikan tanah tersebut.

Persoalan lain, lanjut Dewi, RUU Pertanahan memprioritaskan Hak Guna Usaha (HGU) untuk diberikan kepada pemodal besar atau pengusaha tanpa mempertimbangkan sejumlah aspek seperti luas wilayah, kepadatan penduduk dan daya dukung lingkungan.(plt)

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
AMIN BANNER 01
advertisement
AMIN BANNER 02
advertisement
AMIN BANNER 03
advertisement
AMIN BANNER 04
advertisement
AMIN BANNER 06
advertisement
AMIN BANNER 08
advertisement
Berita Lainnya
Berita

Kini Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di ATM BRI

Oleh Sahlan Ake
pada hari Kamis, 28 Mar 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Bank DKI kembali menunjukkan komitmennya dalam memberikan layanan terbaik kepada nasabah khususnya dalam layanan digital. Melalui kerja sama dengan PT Jalin Pembayaran ...
Berita

DPR Sahkan RUU Daerah Khusus Jakarta Jadi UU

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) menjadi Undang-Undang (UU). Pengesahan dilakukan pada Rapat Paripurna DPR RI ke-14, di ...