Pendidikan Humanistik menjadi penting sebagai suatu proposal menyikapi egosentrisme pencabangan ilmu, akibat pluralisme ilmu.
Pluralisme ilmu sebagai konsekwensi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadikan tidak hanya begawan dan hartawan yang sombong tapi tukang kayu dan tukang tukang lainnya pun bisa arogan. Egois!
Pengamatan saya tolong koreksi jika salah karena penghambaan kita bahwa hukum lah yang menjadi panglima. Tarik menarik reformasi 1998, begitu asyik para punggawa masing masing disiplin ilmu berkelakar.
Siapa yang menjadi panglima setelah panglima di bidang disiplin militer in absentia? Hukum atau Politik? karena wacana tereduksi pada sebatas demokrasi. Demokrasi sipil dan atau militer? Siapa pemimpin kita, sipil atau militer?
Sumber masalah pada hukum. Tanpa bermaksud mereduksi para yuris. Hukum di sini dimaksudkan sebagai legacy ilmu, bukan person to person.
Hukum yang berlaku saat ini adalah hukum positif warisan zaman kolonial yang memiliki cara berpikir dan landasan bertindak berdasarkan paham individualistis.
Mentalitas individualitis ciri utamanya menang-menangan. Pokoke aku sing bener! Tak ada urusan dengan moral dan etika. Baper sedikit lapar lapor urusan. Muncullah produk hukum yang melanggengkan individualistis.
Para cerdik pandai masing masing disiplin ilmu memahami pluralisme ilmu. Namun melanggengkan sifat menang menangan itu ada pada desain kurikukum. Pada Pendidikan!
Sehingga bukan saja melahirkan elit yang individualistik, sok iyee, kata anak milineal tapi juga merembes sifat individualistik pada masyarakat menengah dan bawah. Ego dominan ketimbang komunikasi yang membahagiakan.
Norma-norma hukum terpusat pada subtansi hukum dan tidak mengandung unsur kemanusiaan dan aspek sosial. Semau gue, padahal hal sepele tapi yang penting gue menang! Harga diri seorang individualistik begitu mahal walau tukang sekalipun.
Pergeseran yang terjadi di belahan dunia pada ilmu hukum diabaikan di Indonesia. Pergeseran di Amerika Serikat, dan Eropa Barat dalam hal ini Belanda malu malu diakui.
Guru Besar Hukum Pidana Prof Syaiful Bakhri menyatakan, di Belanda kitab hukum undang undang pidana atau KUHPidana direvisi lebih sembilan kali. Tidak semua bisa dipidanakan secara kaku.
Pergeseran terjadi dalam ilmu hukum, menjadi hukum administratif pada kasus yang remeh temeh semisal persinggungan di media massa, media sosial dan aksi aksi demonstrasi. Apalagi hanya sekadar membantu demonstrasi seperti karyawan Sarinah?
Kasus Sarinah bara api dari kita membahas konsep konsep besar semisal gagasan sekuritisasi aset, gagasan sejuta rumah, dan banyak lagi.
Pergeseran paradigma hukum yang positivistik perlu diganti paradigma yang holistik. Pada pendidikan humanistik titik pijaknya. Peran kesejarahan ada pada Jokowi dan Menteri terkait bidang pendidikan.
Karena di masyarakat sekarang bukan saja elit bertengkar hal sepele. Tapi merembes pada masyarakat lainnya. Demi harga diri kadang tai kucing rasa coklat. (*)
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #