Opini
Oleh M Rizal Fadillah (Mantan Aktivis HMI) pada hari Kamis, 26 Sep 2019 - 17:15:00 WIB
Bagikan Berita ini :

Mempercepat Jatuh Jokowi

tscom_news_photo_1569492209.jpg
Demo mahasiswa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019). (Sumber foto : Ist)

Sungguh tindakan rezim semakin represif. Padahal yang dihadapi adalah mahasiswa yang menyuarakan ketidaksetujuan pada rancangan undang-undang yang dibahas oleh Pemerintah dan DPR. Yang dituntut adalah hal yang wajar bukan mengada-ada. Bahwa pola aksi lebih dari sekedar berani adalah khas mahasiswa yang memang berusia muda. Jika berujung rusuh itu belum tentu murni, berulang kerusuhan selalu disebabkan kelompok orang yang disusupkan. Akibatnya ini menjadi seperti SOP dalam aksi. Gerakan mahasiswa itu murni sebagai wujud spirit perlawanan pada kebijakan rezim yang tidak adil. Di ruang pendidikan didoktrinkan untuk selalu memihak dan memperjuangkan kebenaran.

Untuk kedua kali rezim Jokowi membuat goresan luka yang tak mungkin terlupakan melakukan tindakan represif terhadap aksi warga. Pertama 21 dan 22 Mei 2019 di depan gedung Bawaslu. Brimob melakukan tindakan yang diluar batas kewajaran. Korban tewas dan luka, dewasa dan remaja. Yang kedua tentu gerakan aksi September 2019 saat menghadapi mahasiswa yang didukung pelajar di depan gedung DPR/MPR. Bahkan di daerah pun dibangun "bentrok" aparat dengan mahasiswa. Korban di RS cukup banyak.
Sikap keras ini berbeda dengan menghadapi aksi yang berbau separatisme di Papua. Mencolok sekali perbedaan cara menangani aksi aksi sehingga inipun menjadi bahan cibiran.

Terhadap aksi kekerasan, radikal dan intoleran aparat kepolisian yang menciptakan citra buruk bagi rezim pemerintahan Jokowi ini dapat dipandang sebagai berikut :

Pertama, bahwa menjadi pertanyaan persoalan "protap" penanganan baik aspek institusional maupun kurikulum muatan penanganan "radikal dan intoleran" di lingkungan lembaga pendidikan kepolisian, Brimob khususnya.

Kedua, perlu pengusutan tuntas oknum yang bertanggungjawab atas kebijakan atau tindakan yang dipandang "luar batas" tersebut. Tim independen jauh lebih baik. Tim internal kepolisian yang dibentuk untuk menyelidiki kasus 21-22 Mei dahulu saja tidak jelas konklusinya. Masyarakat menilai penyelesaian lebih pada aspek politis daripada faktual dan adil.

Ketiga, jika melakukan tindakan represif terus bukan mustahil mahasiswa atau elemen lain termasuk solidaritas unik pelajar, akan melakukan perlawanan pada polisi. Simpati dan dukungan pada mahasiswa semakin besar. Mengingat polisi secara psiko politis berjalan sendiri, tidak terlalu solid dengan TNI, maka daya tahan akan semakin rapuh.

Keempat, konsep "democratic policing" Tito Karnavian yang telah mampu menempatkan perwira politik di berbagai posisi strategis, terakhir Ketua KPK, akan rontok oleh kebijakan represif menangani aksi. Apa yang terjadi di lapangan itulah wajah kepolisian yang nyata. Sikap kasar dan brutal telah merusak konsep "polisi yang berperan di negara demokrasi". Tesis menjadi berantakan oleh perilaku para komandan lapangan.

Represivitas yang meningkat membawa arah pergeseran isu pada Jokowi. Yel Jokowi turun akan semakin bergemuruh. Legitimasi runtuh. Tak bisa bertahan kekuasaan jika korban semakin berjatuhan. Ujungnya Presiden lah yang akan jatuh dan...
Jokowi pun selesai...!

Bandung, 26 September 2019 (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #dpr  #aksi-mahasiswa  #jokowi  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...