JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto mempertanyakan skema pemulihan ekonomi nasional yang tertuang dalam PP 23 Tahun 2020.
Yang jadi pertanyaan, lanjut dia, yaitu soal skema pemberian dana talangan dan Penyertaan Modal Negara (PMN) ke sejumlah BUMN.
"Di PP tersebut pemerintah kan mengalokasikan dana sebesar Rp318.06 Triliun untuk pemulihan ekonomi. Nah dari jumlah itu sebagiannya diperuntukkan untuk BUMN yang dibagi dalam dua skema. Pertama untuk PMN ke BUMN sebesar Rp25.27 Triliun dan Talangan sebesar Rp32.65 Triliun. Total dana ke BUMN sebesar 149T .Dana talangan dan PMN ini untuk apa saja, kita perlu penjelasan," kata Bendahara Megawati Institute itu kepada wartawan, Selasa (12/05/2020).
Menurutnya, penjelasan diperlukan agar setiap penggunaan dana tersebut bisa dipertanggungjawabkan.
"Kita mendukung kok PP tersebut sebagai langkah penyelamatan. Tapi ini kan menyangkut aksi korporasi jadi mesti mendapat persetujuan komisi VI DPR dan sesuai juga dengan pasal 9 PP No.23/2020. Kita perlu tahu detail penggunaan dana talangan dan PMN itu rinciannya seperti apa," tandas Politikus PDIP itu.
Darmadi juga mempertanyakan alasan mendasar dibalik pemberian dana talangan ke beberapa BUMN.
"Misalnya Garuda dikasih talangan Rp8.5 Triliun padahal komposisi kepemilikan saham Garuda itu kan beragam. 60,5 % sahamnya dimiliki pemerintah, 30.5% dimiliki oleh Group CT (swasta) dan 9% dimiliki publik. Kenapa dana talangan sebesar 8.5T mestinya Group CT juga harus memberikan 4.2T ke Garuda agar Equal Treatment. Ini menyangkut aksi korporasi," tegas Legislator dari dapil DKI Jakarta III itu.
"Begitupun PTPN yang mendapat dana talangan Rp4 Triliun dan Krakatau Steel dapat talangan Rp3 Triliun. Krakatau Steel misalnya sudah mendapat PMN sebelumnya dan baru selesai restrukturisasi, sekarang tiba-tiba dapat dana talangan lagi, buat apa coba?" sambungnya.
Yang jelas, kata dia, DPR memerlukan penjelasan secara komprehensif dari pemerintah terkait kebijakan ini.
"Sekali lagi DPR akan meminta penjelasan dan ini mesti di dalami. Kalau gak di dalami nanti uang negara bisa raib seperti contohnya PMN ke Merpati Nusantara Airline yang sekarang sudah sekarat," tegasnya.