JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Pakar Hukum dari Universitas Bung Karno (UBK) Azmi Syahputra menilai, naiknya Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang di sahkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan vide Pasal 34 melukai rasa keadilan masyarakat.
"Dengan adanya Peraturan Presiden yang mengatur kenaikan ini artinya Presiden tidak patuh, wujud pembangkangan hukum, dan melanggar konstitusi," tegas Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) itu kepada wartawan, Rabu (13/05/2020).
"Karena kedudukan dan fungsi Mahkamah Agung diberi wewenang oleh UUD untuk menguji peraturan dibawah undang-undang dan jika tidak dilaksanakan sama artinya dengan melanggar UUD," sambungnya.
Azmi mengatakan, keberadaan peraturan tersebut juga seperti bertolakbelakang dengan kondisi masyarakat yang tengah berjuang melawan wabah Covid-19 saat ini.
"Terasa agak aneh keberadaan Peraturan Presiden ini seolah abai dengan rasa keadilan sosial dan tidak mempertimbangkan situasi yang diraskan masyarakat pada umumnya," ujarnya.
Menurutnya, kebijakan tersebut akan menyulitkan masyarakat yang tengah dalam situasi dan kondisi serba sulit seperti saat ini.
"Akan banyak dampak akibat kenaikan ini serta banyak menimbulkan potensi keresahan termasuk kesulitan membayar iuran, mengingat kondisi Covid-19 yang jadi pandemi saat ini," tandasnya.
Azmi mengaku tak habis pikir dimana kebijakan tersebut dibuat seolah dalam hitungan hari pasca putusan yudicial review Mahkamah Agung dibuat lagi regulasi setingkat Peraturan Presiden (Peraturan Presiden) guna kenaikan tarif BPJS Kesehatan.
Padahal hak atas kesehatan dijamin dalam UUD 1945 dan menjadi tanggung jawab pemerintah, tegasnya.
"Jelas-jelas diketahui kenaikan tarif BPJS telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) melalui putusan MA Nomor 7P/HUM/2020 pada 27 Februari 2020, sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara semestinya wajib tunduk pada putusan tersebut, menghormati lembaga peradilan sebagai wujud adanya kepastian hukum," tandas Azmi.
Sebagaimana diketahui, ungkap Azmi, dalam putusan MA, menyatakan kenaikan tarif iuran BPJS sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 75 Tahun 2019 bertentangan dengan sejumlah ketentuan di atasnya, antara lain UUD 1945, UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
"Artinya berpijak pada pertimbangan hukum dan putusan Mahkamah Agung kebijakan mensahkan Peraturan Pesiden terkait menaikkan kembali tarif nyata-nyata bertentangan dengan UUD 1945, meskipun demikian masyarakat atau lembaga terkait yang mewakilinya dapat menggugat kembali atas Peraturan Presiden ini," pungkasnya.
Untuk diketahui, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.