Oleh Beathor Suryadi pada hari Jumat, 06 Jun 2025 - 10:36:00 WIB
Bagikan Berita ini :

Rasionalitas Warga Waras

tscom_news_photo_1749180960.jpg
(Sumber foto : )

Seorang tokoh nasional mengaku memiliki ijazah sarjana yang terbit pada 1985. Namun, skripsinya baru dibuat pada 2018.

Dugaan pemalsuan itu semula luput dari perhatian publik. Ijazah cukup dilegalisasi dengan stempel basah, lalu disetor ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai syarat administratif pencalonan. Tak ada verifikasi mendalam ke Universitas Gadjah Mada (UGM), kampus yang tercantum dalam dokumen itu.

Semua berjalan mulus sampai muncul suara pembeda: Bambang Tri Mulyono, warga biasa yang berani menyebut ijazah itu palsu. Sejak saat itu, narasi resmi mulai berubah. Tiba-tiba, skripsi yang tak pernah terdengar selama tiga dekade itu muncul. Tertulis tahun 2018. Entah bagaimana, skripsi ini ikut melegitimasi ijazah yang sejak awal sudah mencurigakan.

Pertanyaannya sederhana: mungkinkah seseorang mendapatkan ijazah sarjana sebelum menyelesaikan skripsi? Jawabannya: tidak. Tidak menurut logika akademik, tidak pula menurut hukum.

Jika benar ijazah terbit lebih dulu, lalu disusul skripsi belasan tahun kemudian, ini berpotensi melanggar Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pemalsuan surat, serta Pasal 221 KUHP tentang perintangan proses hukum. Bila dokumen akademik dipalsukan untuk memperdaya institusi penegak hukum, publik berhak curiga ada agenda yang lebih besar sedang dimainkan.

Fakta-fakta tak berhenti di situ.
Pada 2012, dokumen itu digunakan untuk mendaftar sebagai calon wakil gubernur DKI. Tahun 2014, pemilik ijazah terpilih sebagai presiden. Setahun berselang, pasar Pojok Pramuka di Salemba—tempat jasa pengetikan dan legalisasi dokumen palsu—ditertibkan oleh Polres Jakarta Pusat.

Lalu serangkaian kematian mendadak terjadi. Ketua KPU Husni Kamil Malik wafat pada 2016, di usia 41 tahun. Hari Mulyono, ipar presiden, meninggal di RSPAD pada 2018. Di tahun yang sama, skripsi atas nama sang tokoh muncul. Beberapa waktu kemudian, pasar Pojok Pramuka terbakar dan tak lagi berfungsi.

Dua tahun setelahnya, adik presiden, Idayati, menikah dengan Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman. Pada 2023, Mahkamah Konstitusi mengubah batas usia calon presiden dan wakil presiden. Putusan itu membuka jalan bagi Gibran Rakabuming Raka, putra presiden, maju sebagai cawapres.

Hubungan antar peristiwa ini memang belum tentu bersifat kausal. Tapi terlalu banyak kebetulan untuk disebut kebetulan.

Yang menjadi soal adalah sikap lembaga-lembaga negara. KPU, misalnya, hanya menampung dokumen tanpa verifikasi menyeluruh. Padahal, menurut Pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, KPU berwenang dan berkewajiban memastikan semua syarat administratif peserta pemilu valid dan sah. Diamnya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menambah daftar kelambanan.

Kasus ini mengingatkan kita bahwa demokrasi bisa rusak bukan karena rakyat tidak memilih dengan benar, tetapi karena institusi penyelenggara pemilu tidak menjalankan tugasnya secara benar.

Rasionalitas warga waras sedang diuji.

Jika dugaan pemalsuan dokumen publik tak lagi mengundang penyelidikan, jika lembaga negara bersikap pasif, dan jika kritik dibalas kriminalisasi, maka demokrasi tinggal ilusi.

Kebenaran, jika dibiarkan diam, akan digantikan oleh tipu daya. Saatnya publik bersuara, bukan sekadar lewat media sosial, tetapi lewat saluran hukum dan tekanan politik yang sah. Negara harus bekerja untuk semua, bukan untuk segelintir orang yang merasa di atas hukum.

Salam waras.
Bearhor Suryadi

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PEMPEK GOLDY
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Lainnya
Opini

MENDENGAR OBAMA YANG MENDUKUNG HARVARD UNIVERSITY, MELAWAN DONALD TRUMP

Oleh Denny JA
pada hari Rabu, 04 Jun 2025
Barack Obama bukan hanya mantan Presiden Amerika Serikat. Ia juga alumni Fakultas Hukum Universitas Harvard. Ketika saya membaca pernyataan publik Obama yang membela kebebasan akademik dan ...
Opini

Bubur Panas Solo dan Isyarat Politik dari Istana

Solo, 1 Juni 2025 Dalam pidato peringatan Hari Lahir Pancasila di kota kelahirannya, Presiden Prabowo Subianto tidak hanya berbicara sebagai kepala negara, tetapi juga menyampaikan pesan-pesan ...