Oleh Sahlan Ake pada hari Selasa, 10 Jun 2025 - 09:10:22 WIB
Bagikan Berita ini :

DPR Minta Pemberi Izin Tambang Nikel di Raja Ampat Diinvestigasi: Hancurkan SDA dan Kesejahteraan Rakyat!

tscom_news_photo_1749521422.jpg
Area tambang di Raja Ampat Papua (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan mengkritik keras ekspansi tambang nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, seperti Pulau Kawe, Pulau Gag, dan Pulau Manuran. Daniel mengatakan praktik pertambangan di Raja Ampat tidak hanya melanggar UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, tetapi juga membahayakan ketahanan ekosistem dan kehidupan masyarakat lokal.

"Ini bukan hanya soal perusahaan tambang. Kami minta pihak-pihak yang meloloskan izin tambang di pulau-pulau kecil yang dilindungi UU harus diinvestigasi. Ini pelanggaran terbuka terhadap UU No. 1 Tahun 2014 dan bentuk nyata pengabaian terhadap kepentingan rakyat," kata Daniel, Senin (9/6/2025).

Adapun Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat melanggar Undang-Undang. Khususnya Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2014 di mana aturan ini melarang aktivitas pertambangan di pulau yang luasnya kurang dari 2.000 km2.

Sementara Pulau Gag dan Pulau Manuran luasnya jauh dari 2.000 km 2. Kementerian LH menyatakan mengawasi empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat sejak akhir bulan Mei lalu yakni PT Gag Nikel (PT GN), PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP).

Keempat perusahaan itu melakukan aktivitas pertambangan di empat pulau di kawasan Raja Ampat yaitu Pulau Gag yang hanya berjarak 30 km dari pusat kepulauan Raja Ampat yang menjadi destinasi wisata, Pulau Manuran, Pulau Batang Pele, dan Pulau Kawe. Empat pulau tersebut ditegaskan Kementerian LH dilindungi UU.

Kementerian LH menemukan adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil. PT ASP diketahui melakukan aktivitas pertambangan di Pulau Manuran seluas ±746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan maupun pengelolaan air limbah larian. Plang peringatan telah dipasang KLH/BPLH sebagai bentuk penghentian kegiatan di lokasi tersebut.

Sementara itu, PT Gag Nikel beroperasi di Pulau Gag seluas ±6.030,53 hektare. Pulau Manuran dan Pulau Gag termasuk dalam kategori pulau kecil yang dilindungi UU. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memberhentikan sementara aktivitas tambang PT Gag.

Kementerian LH pun akan melakukan evaluasi atas Persetujuan Lingkungan milik PT ASP dan PT GN. Apabila ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan hukum, maka izin lingkungan kedua perusahaan dicabut.

PT MRP juga terindikasi tidak memiliki dokumen lingkungan maupun PPKH dalam aktivitasnya di Pulau Batang Pele. Seluruh kegiatan eksplorasi perusahaan ini telah dihentikan. Sementara itu, PT KSM terbukti membuka area tambang seluas lima hektare di luar izin lingkungan dan kawasan PPKH di Pulau Kawe dan menimbulkan sedimentasi di pesisir pantai.

Untuk itu, Daniel mendesak Pemerintah bertindak tegas dengan tidak hanya berhenti pada evaluasi semata. Ia menegaskan aktivitas tambang harus dihentikan secara keseluruhan mengingat eksploitasi di Raja Ampat sangat merusak lingkungan dan sumber daya alam (SDA).

"Cabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) agar segala aktivitas baik saat ini dan akan datang tutup permanen. Kita tahu Raja Ampat ikon pariwisata yang terkenal dan menjadi destinasi andalan Indonesia," tegasnya.

"Aktivitas tambang apapun hasilnya tentu mendatangkan pundi pundi keuntungan bagi pengusaha dan pajak bagi negara tetapi hasilnya akhirnya adalah kerusakan alam yang tidak bisa dikembalikan seperti semula," imbuh Daniel.

Daniel juga menegaskan warga setempat menolak tambang nikel yang berdampak buruk terhadap lingkungan yang mereka tinggali, tidak seperti yang dinarasikan sebaliknya di sejumlah konten.

"Masyarakat adat dan Pemda setempat menolak adanya tambang di raja Ampat. Negara harus meliat kepentingan masyarakat adat, masyarakat lokal bukan mementingkan soal investasi yang pada akhirnya merusak alam, mengganggu masyarakat adat (lokal) karena berdampak pada lingkungan," tuturnya.

Daniel menyebut penambangan nikel yang masuk ke pulau-pulau kecil telah merusak ekosistem laut yang menjadi sumber kehidupan masyarakat pesisir.

“Kerusakan terumbu karang, pencemaran air hingga sedimentasi akan berdampak pada menurunnya populasi ikan dan hasil tangkapan nelayan. Artinya aktivitas tambang menghancurkan SDA dan kesejahteraan rakyat,” ungkap Daniel.

"Kita sedang menyaksikan perusakan sistematis terhadap pangan laut Indonesia. Jika ini terus dibiarkan, kita akan kehilangan sumber protein utama bagi Indonesia Timur dan kawasan pesisir secara luas," sambungnya.

Daniel juga meminta menggunakan rujukan hukum yang lebih luas. Hal ini lantaran Menteri LH Hanif Fasiol menyatakan meski pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menegaskan kegiatan pertambangan dengan pola terbuka dilarang dilakukan di kawasan hutan lindung, namun PT GAG dan 12 perusahaan lainnya mendapatkan hak spesial untuk melakukan kegiatan pertambangan di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Hak spesial bagi tiga belas perusahaan tersebut diberikan atas dasar melalui UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2004.

“Tapi kita bisa lihat ada kebaruan dalam aturan yakni UU Nomor 1 Tahun 2014 yang melarang aktivitas tambang di pulau-pulau kecil seperti di Raja Ampat. Artinya sudah tidak bisa dikatakan penambangan nikel di sana legal. Jelas sudah melanggar UU,” tukas Daniel.

Anggota Komisi Lingkungan Hidup DPR ini juga menyoroti aktivitas tambang nikel yang dilaporkan telah merusak lingkungan. Daniel menyinggung laporan tentang 500 hektare hutan dan vegetasi alami yang dibabat untuk aktivitas tambang di tiga pulau kecil di Raja Ampat.

“Kita juga tidak boleh lupa kawasan hutan Raja Ampat juga merupakan habitat satwa endemik yang menjadi daya tarik utama ekowisata seperti cenderawasih botak (Cicinnurus respublica), yang bahkan sering dijumpai di halaman rumah warga,” terangnya.

"Masyarakat Raja Ampat itu bukan hanya pelindung alam, mereka juga pelaku utama ekowisata. Burung cenderawasih, pari manta, terumbu karang, semua itu jadi tulang punggung ekonomi rakyat, bukan sekadar objek konservasi. Lalu datang tambang dengan dalih hilirisasi, yang justru mendiskreditkan ekosistem dan kehidupan lokal," lanjut Daniel.

Menurut Daniel, negara harus mengutamakan kepentingan masyarakat adat dan masyarakat lokal bukan mementingkan soal investasi yang pada akhirnya merusak alam.

"Sebagaimana Menteri ESDM Pak Bahlil izin tambang terbit sebelum menjabat, ini kesempatan buat menteri ESDM untuk mencabut IUP, menunjukkan keberpihakan pada masyarakat dan lingkungan. Kita minta kepada menteri ESDM untuk mencabut IUP secara permanen bukan melakukan pembekuan sementara," paparnya.

Daniel pun mengingatkan Raja Ampat dipandang sebagai surga dunia yang tak tergantikan, serta menggambarkan keindahan alam Indonesia yang diakuai dunia.

“Eksploitasi yang merusak lingkungan bisa mempengaruhi citra Indonesia di mata dunia internasional,” ujar Legislator dari Dapil Kalimantan Barat I itu.

"Apa kata dunia saat Raja Ampat yang terkenal sebagai ‘surga’ dunia tapi malah dikeruk sehingga menghancurkan keindahannya. Malu-maluin Indonesia di mata dunia," tambah Daniel.

Sekali lagi Daniel meminta Pemerintah menutup aktivitas tambang yang mengeksploitasi Bumi Cenderawasih.

“Segera tutup dan dicek apakah semua syarat lingkungan dan perizinan sudah dimiliki, kok bisa tambang yang pasti memiliki dampak lingkungan dilakukan di situs yang menjadi geopark,” pungkasnya.

tag: #dpr  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PEMPEK GOLDY
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement