JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) ---Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan mengkritisi pernyataan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ulil Abshar Abdalla yang menyebut penolakan tambang secara ekstrem atau kepedulian yang berlebihan terhadap isu lingkungan bisa membawa dampak negatif bagi masyarakat. Ia tak sepakat dengan argumen tersebut.
Sebagai anggota Komisi IV DPR RI yang berkepentingan menjaga ruang hidup rakyat seperti hutan, tanah pertanian, laut, dan wilayah pesisir, Daniel menegaskan alam harus dijaga demi keberlanjutan ekosistem. Apalagi banyak masyarakat kecil yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam.
Daniel tak sepakat dengan pandangan Ulil yang menyebut kepedulian yang terlalu ekstrem terhadap lingkungan dapat menciptakan ketakutan di tengah masyarakat.
"Fakta di lapangan menunjukkan bahwa justru atas nama "pembangunan" dan "maslahat nasional", masyarakat kecil yang menggantungkan hidup pada sumber daya alam secara lestari dipaksa menyerah," kata Daniel Johan, Selasa (17/6/2025).
"Mereka digusur, dikriminalisasi, dan hidup dalam kemiskinan struktural," imbuhnya.
Seperti diberitakan, Ketua PBNU Ulil Abshar Abdalla atau biasa dipanggil Gus Ulil menyebut menjaga lingkungan yang terlalu ekstrem juga memiliki dampak negatif. Gus Ulil juga menyebut bahwa mengeksplorasi pertambangan adalah maslahat. Pernyataan Gus Ulil ramai dikritik publik.
Dalam argumennya, Gus Ulil pun mengatakan tidak selamanya eksplorasi tambang berdampak buruk, tetap ada sisi positif atau kemaslahatan untuk masyarakat luas. Ulil juga menilai, tidak mengizinkan aktivitas tambang saat sumber daya alam melimpah juga tidak adil. Ia bahkan menyebut kelompok penolak tambang seperti Greenpeace dan Walhi sebagai wahabi lingkungan.
Pernyataan Gus Ulil itu disampaikan dalam sebuah program tayangan televisi nasional. Dalam acara itu ia beradu argumentasi dengan Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik terkait pertambangan, khususnya di kawasan Raja Ampat, Papua.
Gus Ulil bahkan menyebut bahwa sikap sebagian pegiat lingkungan yang menolak total penambangan mirip dengan wahabisme. Ulil mengatakan eksplorasi tambang sebagai maslahat dan mendatangkan manfaat.
Daniel mengatakan, isu tambang bukan sekadar soal izin atau investasi. Namun, pertambangan juga kerap menjadi titik awal dari kemunduran ekosistem pangan.
"Ketika air tanah tercemar limbah logam berat, sawah menjadi tidak produktif. Ketika laut tercemar, nelayan kehilangan hasil tangkapan. Ketika hutan digusur alat berat, masyarakat adat kehilangan sumber penghidupan dan identitas budaya," jelas Daniel.
Daniel pun menyoroti pendapat Gus Ulil yang menyebut "pertambangan itu seolah kejahatan, pertambangan itu baik, yang tidak baik adalah bad mining’. Menurut Daniel, pernyataan Gus Ulil yang menyebut eksplorasi tambang bukan kejahatan bukan persoalan sederhana.
“Realitanya kerusakan yang dihasilkan oleh tambang di Indonesia sudah terlalu besar, terlalu dalam, dan terlalu sering dimaklumi,” tutur Legislator dari Dapil Kalimantan Barat I itu.
"Jika sistem perizinan, pengawasan, dan penegakan hukum lemah sejak awal, "bad mining’ tak lagi menjadi sebuah penyimpangan, tapi sudah menjadi pola," imbuh Daniel.
Daniel menilai, kasus Raja Ampat harus menjadi pengingat bahwa kawasan konservasi kelas dunia, yang menjadi rumah bagi keanekaragaman hayati laut paling tinggi di planet ini, bisa disusupi kepentingan tambang.
"Kita bersyukur, Presiden Prabowo Subianto akhirnya mencabut empat izin tambang di sana. Tapi bagaimana dengan ratusan izin lain di wilayah tangkapan air, hutan produksi rakyat, dan wilayah pesisir yang jadi penyangga pangan?” ucapnya.
Daniel mengingatkan, keadilan ekologis tidak boleh dikompromikan hanya demi logika ekonomi jangka pendek. Ia menekankan, negara harus berpihak pada keberlanjutan hidup petani dan nelayan yang terbukti menjaga alam dengan cara-cara yang jauh lebih lestari ketimbang industri ekstraktif.
"Jika tidak, ketahanan pangan dan ekosistem nasional tinggal menjadi angan-angan semata,” sebut Daniel.
Daniel meminta semua pihak tak menormalisasi sesuatu yang salah.
“Sejauh ini, eksplorasi tambang juga belum membuktikan mampu mensejahterakan masyarakat secara inklusif dibanding dengan kerusakan jangka pendek dan panjangnya,” ujar Anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR tersebut.
"Justru paling banyak, tambang ini hanya memperkaya sedikit orang secara eksklusif," tambah Daniel.
Daniel menyatakan, Komisi IV DPR RI akan terus mendorong kebijakan tata ruang yang adil dan partisipatif.
“Kita harus sepakat bahwa wilayah yang menjadi sumber pangan rakyat, kawasan konservasi, hutan adat, dan perairan tangkap tradisional harus bebas dari segala bentuk eksplorasi tambang,” katanya.
"Bukan karena anti-investasi, tapi karena tidak ada masa depan bangsa tanpa keberlanjutan ruang hidup rakyatnya,” sambung Daniel.
Daniel berharap eksplorasi tambang yang dilakukan benar-benar sesuai aturan dan menerapkan prinsip keberlanjutan atau ekonomi hijau.
"Indonesia tidak kekurangan sumber daya. Yang kurang adalah keberanian untuk berkata cukup. Cukup memberi izin, cukup mengorbankan rakyat, dan cukup menjadikan alam sebagai objek eksploitasi tanpa batas tanpa mensejahterakan rakyat secara inklusif dan luas," pungkasnya.