JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah merasa heran seorang polisi yang memberhentikan pengendara mobil di jalan tol dan menanyakan Surat Izin Mengemudi (SIM) Jakarta dari pengendara itu. Ia mengatakan peristiwa dalam video mencerminkan inkompetensi dari polisi itu, karena tidak memahami aturan atau memang mempunyai motivasi lain terhadap pengendara yang diberhentikan dan ditanyakan tersebut.
“Jadi polisi itu harus dipanggil dan diperiksa terkait peristiwa dalam video. Lakukan pemanggilan dan pemeriksaan dengan transparan kepada polisi itu dan umumkan hasilnya ke publik, jika terbukti bersalah mesti diberikan sanksi tegas sebagai bentuk tanggung jawab kepolisian dalam menegakkan hukum ke internalnya sendiri,” ujar Abduh sapaan akrabnya, Jumat (18/7).
Legislator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini pun menanyakan sejak kapan ada SIM yang berlaku per daerah, seperti SIM Jakarta? Berdasarkan beberapa peraturan yang ada disebutkan jelas bahwa SIM berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Bahkan lanjut Abduh, SIM Indonesia kini sudah resmi berlaku pada delapan (8) negara di Asia Tenggara atau ASEAN pada Juni 2025 lalu.
Kerja sama antar negara terkait SIM ini dinilai sebagai langkah yang progressif karena juga mengintegrasikan dokumen legalitas di Indonesia dan mempermudah penggunaan dokumen resmi lainnya seperti KTP, NPWP, dan BPJS. Selain itu, Abduh yang berasal dari Dapil Jateng VI mempertanyakan alasan polisi dalam video yang memberhentikan pengendara mobil di jalan tol.
Karena menurutnya, di dalam video terlihat pengendara mobil berargumen tidak melakukan pelanggaran, dan kemudian polisi itu juga meminta pengendara melanjutkan perjalanan atau tidak melakukan penilangan. “Nah yang dilakukan polisi itu dengan memberhentikan pengendara mobil di jalan tol, sangat berbahaya," katanya.
Abduh pun menekankan, jika melihat yang dilakukan oleh polisi tersebut yaitu menghentikan pengendara mobil di jalan tol tanpa alasan yang jelas dan tidak dalam kondisi darurat dan menanyakan SIM Jakarta memang cenderung mengarah pada pelanggaran hukum atau peraturan. Artinya pemimpin di kepolisian mesti bertindak tegas kepada polisi itu.
“Terlebih netizen atau warganet di berbagai platform media sosial telah memberikan kritik langsung secara eksplisit maupun implisit seperti satir. Jika tidak diditindak tegas, ini akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum dan keadilan lalu lintas," ucapnya.