JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Belum setahun pemerintahan Prabowo – Gibran, terembus kabar "keretakan" di kabinet. Persoalan ini sebetulnya problem laten di kabinet karena pemerintahan dibangun dengan koalisi dari banyak partai politik. Hanya saja, kali ini pemerintahan Prabowo – Gibran lebih cepat terbelah. Istana kerepotan dalam mengelola perbedaan di tubuh kabinet. Berikut beberapa persoalan yang mencuat:
Meutya Hafid-Erick Thohir
Menteri Komunikasi dan Digital Indonesia Meutya Hafid tengah berseteru dengan Menteri BUMN Erick Thohir. Seorang petinggi di Kementerian BUMN menceritakan pangkal soal kemarahan Meutya Hafid. Usulan Meutya untuk menjadikan Dirjen Ekosistem Digital Edwin Hidayat Abdullah sebagai Komisaris di Telkomsel dicoret oleh Erick Thohir.
Bagi Meutya, nama Edwin harus masuk ke komisaris perusahaan plat merah. Ini politik balas budi. Edwin saat menjadi Deputi Meteri BUMN (2015 – 2019) menempatkan suami Meutya, Noer Fajrieansyah, sebagai direktur di Perusahaan Perdagangan Indonesia (2015 – 2017). Kemudian Edwin memindahkan suami Meutya itu menjadi Direktur Pos Indonesia (2017 – 2020). Edwin dan Fajri bersahabat hingga kini.
Di lain pihak, Menteri BUMN Erick Thohir berkeyakinan Edwin Hidayat Abdullah saat ini tak layak menjadi komisaris, terlebih di perusahaan sekelas Telkomsel. Erick mengetahui rekam jejak Edwin semasa menjadi deputi di Kementerian BUMN. Erick juga mendengar informasi sepak terjang Edwin saat menjadi komisaris BUMN di era Menteri Rini Soemarno.
Tapi, meski sempat terlempar dari jabatan eselon 1 di Kementerian BUMN, Edwin bernasib baik. Setelah Presiden Prabowo Subianto mengangkat Meutya Hafid sebagai Menkomdigi, Edwin kembali berkibar. Alumnus Universitas Gadjah mada yang menulis buku "Keajaiban Silat: Kaidah Ilmu Kehidupan dalam Gerakan Mematikan", didapuk menjadi Direktur Jenderal Ekosistem Digital.
Airlangga Hartarto – Bahlil Lahadalia
Seperti petir di siang bolong, pada Ahad, 11 Agustus 2024 Airlangga Hartarto mengumumkan pengunduran dirinya dari kursi Ketua Umum Partai Golkar. Jagad politik Nasional saat itu langsung menghangat. Ada dua cerita dibalik layar yang beredar. Pertama, Airlangga dipaksa mundur karena terjerat kasus korupsi ekspor CPO. Kasus yang ditelisik Kejaksaan Agung itu menyeret sejumlah pengusaha dan pejabat tinggi.
Lin Che Wei, Asisten Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pun ditetapkan sebagai tersangka. Namun ada cerita lain. Sumber redaksi menyatakan Airlangga didongkel oleh kelompok Bahlil Lahadalia.
"Ini gerakan yang sudah lama disusun Bahlil. Mereka membuat posko di Menteng," ujar seorang sumber.
Soal gerakan Bahlil itu, sempat viral video guyonan Airlangga di depan para menteri saat berkumpul di Ibukota Nusantara pada Agustus 2024. Saat itu para menteri antara lain: Airlangga Hartarto, Sri Mulyani, Yasonna Laoly, Moeldoko, Retno Marsudi dan Budi Gunadi Sadikin sedang mengobrol santai. Bahlil yang ikut nimbrung belakangan mengambil kursi di depan Kapolri Listyo Sigit Prabowo.
Airlangga lantas berujar, "Kursi Pak Kapolri saja diambil." Guyonan satir itu disambut tawa renyah para menteri yang ada. Dampak pendongkelan Airlangga itu dirasakan hingga sekarang. Meski berasal dari partai yang sama, hubungan Airlangga dan Bahlil tak harmonis.
Agus Harimurti Yudhoyono – Maruarar Sirait
Partai Demokrat pada pemilu 2024 bergabung dengan koalisi Prabowo – Gibran. Langkah ini diambil setelah Capres Anies Baswedan meninggalkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan memilih Ketum PKB Muhaimin Iskandar sebagai cawapres. Demokrat langsung putar haluan mendukung Prabowo.
Setelah Prabowo – Gibran menang satu putaran, Partai Demokrat mendapat potongan kue kekuasaan. AHY diangkat menjadi Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan. Salah satu kementerian yang berada dibawah Menko AHY adalah Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman. Prabowo menunjuk Maruarar Sirait sebagai menteri Perumahan dan Kawasam Pemukiman.
Namun para petinggi Partai Demokrat merasa Maruarar bermain sendiri. Maruarar tak merasa memiliki ikatan emosi dengan AHY. Terlebih sejarah politik maruarar pernah di PDI Perjuangan, dan kemudian menjadi kawan dekat Presiden Jokowi. Dan publik pun tahu Maruarar memang berkongsi akrab dengan para taipan. Dia disebut-sebut lebih mendengar para taipan yang dijuluki "Sembilan Naga".
"Kita tidak pernah tahu siapa sponsor atas penunjukan Maruarar. Ketika dekat dengan developer besar, kemungkinan besar akan ada interest," ujar Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio, di awal pelantikan Maruarar.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion, Dedi Kurnia Syah, mengatakan keretakan di kabinet Prabowo – Gibran memang sulit dicegah. Hal ini karena koalisi yang dibangun tak sepenuhnya solid kepada Presiden Prabowo. Belum lagi postur kabinet yang memang terlalu "gemoy", karena jumlah menteri dan wakil menteri tercatat lebih dari seratus orang.
"Anggota kabinet kita sangat besar. Bisa jadi para menteri lebih mementingkan parpol dan kolega masing-masing. Belum lagi masih ada menteri yang merupakan faksi dari Jokowi, seperti Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dan Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi," ujar Dedi Kurnia Syah.
Dedi menyarakan Presiden Prabowo untuk tegas menjalankan visi-misinya sebagai kepala pemerintahan.