Oleh Sahlan Ake pada hari Senin, 21 Jul 2025 - 13:34:58 WIB
Bagikan Berita ini :

Karhutla di Sumatera Capai Hampir 700 Hotspot, Waka Komisi IV DPR Beri Catatan Soal Gagalnya Antisipasi Bencana

tscom_news_photo_1753079698.jpg
Alex Indra (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Alex Indra Lukman menyoroti bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Pulau Sumatera yang telah mencapai 694 titik panas (hotspot). Ia menekankan pentingnya sistem pengawasan yang dioptimalkan demi mencegah perluasan karhutla.

Alex Indra Lukman pun menyinggung hotspot di Riau yang telah memicu terjadinya kabut asap. Berdasarkan catatan Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru, Provinsi Riau menyumbang sebanyak 259 titik panas atau hampir 40 persen dari total keseluruhan karhutla di Sumatera.

“Titik panas di Provinsi Riau, juga jadi pemicu kabut asap, yang berdasarkan citra satelit pada Minggu, 20 Juli 2025, telah sampai ke jiran Malaysia pada siang dan sore hari,” kata Alex, Senin (21/7/2025).

Adapun BMKG Pekanbaru pada Sabtu (19/7) mencatat terdapat 694 titik panas di seluruh provinsi di Pulau Sumatera. Dalam rilis yang dikeluarkan BMKG Pekanbaru, Provinsi Riau menyumbang hampir 40 persen dari total keseluruhan titik panas di Pulau Sumatera atau 259 titik panas. Sementara Provinsi lainnya yakni Sumatera Utara menyumbang 192 titik panas dan Sumatera Barat 104 titik panas.

BMKG Pekanbaru juga merinci, dua kabupaten di Riau menjadi penyumbang terbesar titik panas yakni Kabupaten Rokan Hulu dengan 107 titik panas dan Rokan Hilir dengan 95 titik panas. Menyusul di bawahnya adalah Kota Dumai dengan 17 titik panas, Kabupaten Siak 15 titik dan Kampar 10 titik.

Sebaran lengkap titik panas di wilayah Riau yakni Rokan Hulu 107 titik, Rokan Hilir 95 titik, Kota Dumai 17 titik, Siak 15 titik, Kampar 10 titik, Pelalawan tujuh titik. Kemudian Bengkalis lima titik, Kuantan Singingi dua titik dan Indragiri Hulu satu titik panas.

Terkait hal ini, Alex menilai Pemerintah belum mengoptimalkan data yang dihasilkan sistem Karhutla Monitoring System (KMS), sehingga gagal melakukan langkah antisipatif meluasnya bencana kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).

"Seharusnya, kuantitas titik panas yang terus menunjukan grafik peningkatan sudah bisa terbaca oleh teknologi KMS, yang disebutkan mampu melahirkan data secara real time dan presisi tinggi," ungkap Legislator dari Dapil Sumatera Barat I itu.

Untuk diketahui, sistem KMS melibatkan Global Forest Watch Fires (GFW-Fires) merupakan platform online untuk memonitor dan merespon kebakaran hutan dan lahan di Asia Tenggara. KMS ini bekerja berdasarkan citra satelit dengan resolusi tinggi dari DigitalGlobe (penyedia citra satelit terkemuka).

Sistem GWF-Fires mampu mengirimkan citra kebakaran hutan terkini dengan resolusi sedetil 50x50 cm. Dengan data dan kemampuan lengkap tersebut, dari KMS dapat diperoleh lokasi tepat terjadinya kebakaran dan memperkirakan pihak yang bertanggungjawab atas kejadian.

“KMS yang berada di bawah kendali Kantor BP REDD+ Jakarta ini mempunyai tiga tujuan penggunaan yaitu pencegahan, pengawasan dan penegakan hukum. Dalam kasus Karhutla tahun 2025 ini, BP REDD+ belum tampak kinerjanya di mata publik,” tegas Alex.

Selain itu, Alex menyebut tak bisa digunakannya helikopter water boombing milik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau juga menjadi catatan minus lain. Di mana akhirnya membuat upaya pemadaman Karhutla hanya bisa dilakukan personel darat dengan segala keterbatasannya.

“Kami mendoakan personel Manggala Agni beserta TNI, Polri, BPBD dan relawan lain yang berjuang memadamkan kobaran api di darat, tetap diberikan kesehatan oleh Allah yang maha kuasa," sebutnya.

"Semuanya telah berjibaku menjinakkan kobaran api yang bahkan dilakukan dengan tongkat, karena tak tersedianya sumber air di sekitar lokasi Karhutla,” imbuh Alex.

Alex menyayangkan kejadian Karhutla terus berulang tiap tahunnya, yang kemudian menyebabkan bencana kabut asap dan juga menimbulkan permasalahan kesehatan, gangguan aktivitas kehidupan sampai dengan protes dari negara tetangga.

Menurut Alex, sudah saatnya Badan Pengelola REDD+ membuktikan kehadirannya bahwa lembaga ini memang bermanfaat untuk menunjang Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan percepatan pengentasan kemiskinan, peningkatan kualitas sumber daya manusia serta pertumbuhan ekonomi yang tinggi, inklusif dan berkelanjutan.

“Saatnya pula, data BP REDD+ ini digunakan untuk penegakan hukum terkait Karhutla yang telah jadi langganan di Provinsi Riau,” ujarnya.

"Penegakan hukum ini jadi penting, mengingat kondisi suhu hampir seluruh Pulau Sumatera dalam posisi meningkat. Di beberapa titik, melampaui rata-rata 10 tahun terakhir untuk suhu harian," pungkas Alex.

tag: #dpr  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement