JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Ketua DPR RI Puan Maharani menilai Hari Anak Nasional (HAN) yang diperingati setiap tanggal 23 Juli harus menguatkan komitmen bersama untuk menjamin hak anak-anak. Hal ini dilakukan agar setiap anak Indonesia terbebas dari berbagai permasalahan, seperti kekerasan, bullying, dan gizi buruk atau stunting yang selama ini masih menghantui.
Puan pun menilai, peringatan HAN 2025 harus dimaknai lebih dari sekedar seremonial di tengah semangat tema “Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045”.
“Jutaan anak Indonesia hari ini masih hidup dalam ketidakpastian, mengalami kekerasan, mengalami stunting, tidak mendapat pendidikan berkualitas, dan minim perlindungan sosial. Persoalan ini harus segera dijawab dengan kebijakan yang nyata,” kata Puan, Selasa (22/7/2025).
Berdasarkan data Pusiknas Bareskrim Polri, tercatat 5.574 kasus kekerasan terhadap anak terjadi hingga April 2025, dan tren ini terus meningkat.
Menurut Puan, tingginya angka kekerasan pada anak disebabkan karena sistem perlindungan yang belum terdesentralisasi dengan efektif. Banyak daerah yang belum memiliki unit layanan anak di tingkat desa atau kelurahan, dan belum terbangun sistem pelaporan dan pendampingan yang terintegrasi.
"Dan masih kekurangan tenaga sosial yang terlatih menangani kasus anak secara komprehensif," tutur perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
Selain kekerasan pada anak, Puan menilai masalah stunting di Indonesia juga masih menjadi tantangan serius yang dihadapi anak-anak. Ia menyebut persoalan stunting sebagai bentuk kekerasan struktural terhadap anak yang sering luput dari perhatian.
"Anak yang tumbuh dalam kondisi gizi buruk bukan hanya berisiko pada fisik, tetapi juga kehilangan kesempatan tumbuh optimal secara kognitif dan sosial," ungkap Puan.
"Karena itu, Pemerintah harus memastikan keadilan gizi dan kesejahteraan anak dari sejak dalam kandungan. Sebab anak-anak yang stunting hari ini akan sangat sulit menjadi generasi unggul esok hari," sambung mantan Menko PMK itu.
Puan menegaskan bahwa penyelesaian persoalan stunting harus dilakukan dan didukung seluruh pihak. Mulai dari adanya intervensi terhadap pangan bergizi yang lebih terjangkau, edukasi gizi keluarga, hingga pemerataan layanan kesehatan ibu dan anak di daerah terpencil.
Lebih lanjut, Puan mendorong adanya pembentukan unit layanan perlindungan anak dan keluarga di tingkat desa/kelurahan. Menurutnya, program "Indonesia Bebas Stunting 2030" pun harus dikejar melalui intervensi gizi dan sanitasi berbasis komunitas.
“Masalah stunting di Indonesia harus segera diatasi demi memastikan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa bertumbuh menjadi sumber daya manusia (SDM) berkualitas emas seperti yang kita harapkan bersama, demi kemajuan Indonesia,” ucap Puan.
Di peringatan HAN 2025, Puan juga menyoroti banyaknya kasus anak yang menghadapi risiko bullying, kekerasan seksual, hingga diskriminasi. Di mana mereka dihadapkan pada lingkungan yang tidak aman secara fisik maupun digital di luar sekolah, termasuk paparan konten daring yang tidak mendidik.
"Anak-anak di desa tertinggal, wilayah adat, dan keluarga prasejahtera masih mengalami ketimpangan akut dalam hal pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial," terang Puan.
Oleh karenanya, Puan menegaskan bahwa perlindungan anak harus masuk ke dalam kerangka besar pembangunan nasional dan lokal.
“Dan DPR RI melalui fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan akan terus mendorong pengarusutamaan isu anak dalam setiap kebijakan strategis negara,” tegas ibu dua anak tersebut.
Puan juga mendorong hadirnya berbagai program terobosan yang dapat memaksimalkan perlindungan bagi anak-anak. Hal ini harus dilakukan di setiap sektor maupun lini kehidupan bangsa dan negara.
"Pelatihan wajib bagi guru, tenaga medis, dan perangkat desa soal perlindungan anak dan kesehatan jiwa anak mesti dilakukan. Anak-anak pun perlu dilibatkan dalam forum musyawarah pembangunan desa/kota untuk menjamin hak partisipasi mereka," papar Puan.
Menurut cucu Bung Karno tersebut, melindungi hak anak merupakan upaya untuk membangun peradaban. Untuk itu, kata Puan, diperlukan kerja sama setiap elemen bangsa dalam mengokohkan semangat kebersamaan dalam isu perlindungan terhadap anak.
“Maka peringatan Hari Anak Nasional 2025 harus menjadi momentum nyata untuk menuju anak Indonesia bebas dari berbagai ancaman, baik itu kekerasan, bullying, stunting dan sebagainya. Ini membutuhkan peran semua pemangku kepentingan dan dari masyarakat itu sendiri, lewat saluran apapun,” sebutnya.
“Selamat Hari Anak Nasional 2025 untuk semua anak Indonesia. Semua anak berarti, semua anak berharga, dan semua anak pasti akan berperan dalam pembangunan. Mari kita jaga anak-anak kita,” tutup Puan.