Berita
Oleh Sahlan Ake pada hari Kamis, 31 Jul 2025 - 15:16:43 WIB
Bagikan Berita ini :

DPR Nilai Rokok Ilegal Musuh Bersama

tscom_news_photo_1753949803.jpg
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Komisi XI Wihadi Wiyanto (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Peredaran rokok ilegal yang terus meningkat setiap tahun membutuhkan penindakan hukum yang tegas untuk mengatasinya. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Komisi XI Wihadi Wiyanto mengatakan bahwa upaya pemerintah melalui pembentukan satuan tugas (Satgas) Rokok Ilegal menjadi langkah awal yang harus dikawal untuk penindakan peningkatan rokok ilegal.

“Memang peredaran rokok ilegal ini mengganggu penerimaan negara dan juga di samping itu menggerogoti pabrik-pabrik rokok yang mereka patuh dalam membayar cukai. Kami mendorong Satgas Rokok Ilegal untuk bisa bekerja secepatnya, agar kontribusi terhadap penerimaan negara akan segera meningkat,” ujar Wihadi, Kamis (31/7).

Data Bea Cukai menunjukkan, jumlah rokok ilegal yang berhasil ditindak hingga Mei 2025 mencapai 285,81 juta batang. Angka ini merupakan peningkatan 32 persen dibandingkan pada2024. Jumlah yang semakin besar ini menimbulkan urgensi untuk penindakan lebih lanjut, yang tidak cukup hanya di hilir, tetapi juga harus menyasar hulu dari pabrik kecil tak berizin hingga jaringan distribusinya, termasuk penjualan digital yang makin marak.

Penerimaan negara dari cukai hasil tembakau (CHT) juga harus menjadi pertimbangan yang serius. Pada 2024 lalu, jumlahnya mencapai Rp216 triliun. Belum lagi, penyerapan tenaga kerja masih cukup tinggi dalam ekosistem industri hasil tembakau (IHT) yang turut melibatkan pekerja hingga petani.

Jika potensi kebocoran anggaran ini bertambah, maka bukan hanya keuangan negara yang dirugikan, tetapi juga industri legal dan pekerja yang terlibat di dalamnya.Politikus Partai Gerindra ini menegaskan, pembentukan Satgas Rokok Ilegal harus melibatkan banyak pihak.

Mulai dari pihak kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari sisi pengamanan dan penindakan di lapangan, pemerintah daerah sebagai salah satu pengawas produksi area rokok ilegal di daerah, berbagai lembaga negara seperti Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dalam rangka pemberantasan penjualan online rokok ilegal, serta masyarakat, melalui edukasi dan pelaporan partisipatif.

“Kalau rokok ilegal terus dibiarkan, pengusaha legal yang taat aturan akan terpukul, dan itu berdampak pada tenaga kerja juga. Kami akan terus mengawal kebijakan pengawasan cukai agar optimal, berkeadilan, dan berpihak pada industri yang patuh hukum serta masyarakat yang terlindungi,” kata Wihadi.

Kontradiksi Aturan Kemasan

PolosPeningkatan rokok ilegal yang masuk ke pasar dengan harga jauh lebih murah karena tidak membayar cukai dan pajak ini bukan hanya merugikan masyarakat, melainkan industri dan negara. Di luar pentingnya penindakan terhadap peredarannya, pemerintah juga perlu memperhatikan regulasi yang disusun agar rokok ilegal tidak semakin mendapat ruang di masyarakat.

Wihadi menyebutkan bahwa keberadaan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) terkait pengendalian produk tembakau yang salah satunya mengatur tentang desain kemasan polos (plain packaging) justru bersifat kontraproduktif terhadap upaya pemberantasan rokok ilegal.

“Plain packaging yang diatur dalam RPMK Tembakau itu berpotensi membuka celah besar bagi rokok ilegal. Produk legal yang dibatasi secara desain justru akan lebih mudah ditiru oleh pelaku usaha ilegal. Regulasi seperti ini memang bertujuan untuk pengendalian konsumsi, tapi harus diimbangi dengan pendekatan fiskal dan pengawasan. Jangan sampai niat baik ini justru memperbesar pasar gelap,” ucap Wihadi.

Senada, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi turut mengungkapkan bahwa pasal mengenai kemasan polos akan menyuburkan keberadaan rokok ilegal. Sebagai regulasi multisektor, RPMK Tembakau tidak bisa hanya dibahas dari sisi kesehatan semata, melainkan perlu melihat keterlibatan fiskal, industri, dan penegakkan hukum agar kebijakan tidak timpang dan membebani penerimaan negara akibat kebocoran cukai.

“Pada dasarnya, kalau ada RPMK sebenarnya tidak menjadi masalah, tetapi yang menjadi masalah ini kalau ada pasal penyeragaman kemasan, tulisan, dan warna, itu kami tidak setuju. Oke pemerintah harus mengeluarkan aturan terkait kesehatan dengan beberapa hal, tetapi jangan terkait standardisasi kemasan. Rokok ilegal sudah menjadi pesaing yang luar biasa, sudah mengerus keberadaan rokok legal dan menjadikan persaingan tidak sehat. Penjualan rokok ilegal ini kejahatan extraordinary,” pungkas Benny.

tag: #dpr  #pabrik-rokok  #ilegal  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement