JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Keputusan DPR RI memangkas sejumlah tunjangan, termasuk tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta per bulan, yang berdampak pada penurunan take home pay menjadi sekitar Rp65 juta per bulan, patut diapresiasi sebagai sebuah langkah positif dalam merespons krisis kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif. Dosen FISIPOL Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat Hairunnas berpandangan DPR mendengarkan sudah kritikan publik.
"Publik tentu menyambutnya dengan positif karena ada tanda bahwa tuntutan rakyat benar-benar didengar. Dalam politik, sinyal seperti ini tidak bisa dianggap remeh,” kata Hairunnas, Selasa (109/2025).
“Ini menunjukkan adanya kesadaran bahwa legitimasi wakil rakyat hanya bisa dipertahankan bila mereka mampu merespons kegelisahan masyarakat," lanjutnya.
Seperti diketahui, DPR telah menyepakati untuk memangkas sejumlah tunjangan anggotanya termasuk pemberian tunjangan perumahan RP 50 Juta sebagai tindak lanjut dari tuntutan publik. Selain meniadakan tunjangan perumahan, anggota DPR juga tidak akan menerima beberapa komponen tunjangan lainnya seperti tunjangan biaya langganan listrik, jasa telepon, biaya komunikasi intensif, dan transportasi.
Mengenai hal ini, Hairunnas menilai langkah DPR kemungkinan besar tidak hanya disambut masyarakat, tetapi juga bisa menjadi sinyal bagi para pejabat lain di kementerian dan BUMN untuk ikut melakukan perbaikan. Menurutnya, langkah penghematan DPR juga perlu ditiru kementerian hingga DPRD.
"Saya juga percaya bahwa langkah ini bukan hanya diapresiasi oleh masyarakat luas. Para pejabat di DPR sendiri, kementerian, bahkan BUMN strategis, pada dasarnya juga bisa melihatnya sebagai sebuah momentum perbaikan institusi ke depannya,” jelas Hairunnas.
“Karena kalau kita harus jujur, isu gaji dan tunjangan yang terlalu besar tidak hanya menjadi persoalan DPR semata, melainkan juga menyentuh pejabat negara lain di berbagai level," tambahnya.
Dalam konteks yang sama, Hairunnas menyoroti ketimpangan yang masih terjadi di tingkat daerah. Praktik pemberian tunjangan rumah dengan angka fantastis masih terjadi di banyak DPRD, seperti di Bekasi, Jakarta, dan Jawa Tengah.
Misalnya seperti tunjangan rumah dinas anggota DPRD DKI Jakarta yang mencapai Rp 78 juta. Koreksi terhadap anggaran disebut juga harus terjadi di daerah.
"Tunjangan rumah bagi anggota DPRD di berbagai provinsi dan kabupaten/kota masih berada di angka yang fantastis, di Bekasi Rp46–53 juta, di Jakarta Rp70–78 juta, di Jawa Tengah hampir Rp80 juta untuk level pejabat daerah ini nominal yang fantastis,” papar Hairunnas.
“Publik tentu bertanya-tanya, mengapa DPR pusat begitu cepat merespons desakan publik, sementara praktik serupa di daerah masih berlangsung tanpa koreksi, atau pura-pura tidak tahu karena tidak ada tekanan?” sambungnya.
Untuk itu, Hairunnas menilai transformasi ini tidak boleh berhenti hanya sampai di DPR RI saja.
"Kalau kondisi ini dibiarkan, publik akan menilai bahwa reformasi hanya berhenti di Senayan, dan tidak menyentuh akar masalah di seluruh struktur politik hingga di tingkat daerah," ungkap Hairunnas.
Hairunnas pun membandingkan kondisi gaji anggota DPR dengan pejabat eksekutif dan realitas mayoritas rakyat Indonesia di mana ketimpangan ini berisiko menimbulkan persepsi ketidakadilan jika tidak disertai dengan kinerja nyata.
Oleh karenanya, Peneliti Spektrum Politika Institute itu menegaskan pentingnya transformasi tunjangan dan remunerasi yang harus dilakukan secara menyeluruh. Menurut Hairunnas, Reformasi Birokrasi hanya bisa menjadi contoh bila langkah DPR diikuti oleh pembenahan di kementerian, lembaga negara, DPRD, dan BUMN.
"Saya melihat keputusan DPR memangkas tunjangan ini adalah langkah awal yang baik, bahkan bisa menjadi titik balik. Tapi jelas, pekerjaan rumah masih panjang. Reformasi tunjangan pejabat publik harus dilakukan secara komprehensif. Tidak cukup hanya di DPR pusat,” tegasnya.
“Langkah yang sama harus menjangkau DPRD di seluruh daerah, kementerian, lembaga negara, hingga BUMN yang selama ini juga menikmati fasilitas berlebih. Tanpa keberanian melakukan reformasi menyeluruh, pemangkasan di Senayan hanya akan dilihat publik sebagai langkah simbolik," lanjut Hairunnas.
Hairunnas mengingatkan bahwa akar dari legitimasi politik bukan sekadar pada nominal gaji, melainkan kesetiaan pada kepentingan rakyat.
"Pada akhirnya, legitimasi politik tidak pernah dibangun hanya dari besar-kecilnya gaji, melainkan dari sejauh mana wakil rakyat menempatkan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi maupun kelompok,” urainya.
“Dan saya kira, momentum inilah yang akan diuji oleh sejarah: apakah DPR benar-benar menjadikan momen ini sebagai langkah menuju perbaikan berkelanjutan, atau sekadar episode singkat dalam upaya meredam gelombang protes," sebut Hairunnas.
Jika DPR mampu menjawab tantangan ini, Hairunnas mengatakan maka bukan hanya publik yang mengapresiasi, tetapi juga seluruh pejabat negara di berbagai level akan menyadari pentingnya menata ulang sistem yang selama ini dianggap timpang.
“Itulah langkah yang tidak hanya menenangkan, tetapi juga akan dikenang," ujar Hairunnas.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan DPR telah menyepakati menghentikan pemberian tunjangan perumahan anggota DPR terhitung sejak 31 Agustus 2025.
"Selain itu, moratorium kunjungan kerja luar negeri DPR juga diberlakukan sejak 1 September 2025, kecuali untuk menghadiri undangan kenegaraan,” kata Dasco.
Dasco menambahkan, DPR juga menyepakati pemangkasan sejumlah tunjangan dan fasilitas anggota dewan, mulai dari biaya langganan listrik, jasa telepon, komunikasi intensif, hingga tunjangan transportasi.
“Evaluasi ini bertujuan untuk memastikan DPR mendengar aspirasi publik dan melakukan langkah nyata,” ucapnya.
Menurut sejumlah pakar, kebijakan ini diperkirakan mampu menghemat anggaran negara sedikitnya Rp260 miliar per tahun dalam struktur APBN.
Berikut adalah rincian lengkap gaji anggota DPR terbaru setelah mengalami penyesuaian untuk beberapa tunjangan yang telah dihilangkan:
Gaji Pokok dan Tunjangan Jabatan (melekat)
Gaji Pokok: Rp4.200.000
Tunjangan Suami/Istri Pejabat Negara : Rp420.000
Tunjangan Anak Pejabat Negara: Rp160.000
Tunjangan Jabatan: Rp9.700.000
Tunjangan Beras Pejabat Negara: Rp289.680
Uang Sidang/Paket: Rp2.000.000
Total Gaji dan Tunjangan (Melekat): Rp16.777.680
Tunjangan Konstitusional
Biaya Peningkatan Komunikasi Intensif dengan Masyarakat: Rp20.033.000
Tunjangan Kehormatan Anggota DPR RI: Rp7.187.000
Peningkatan Fungsi Pengawasan dan Anggaran Sebagai Pelaksanaan Konstitusional Dewan: Rp4.830.000
Honorarium Kegiatan Pengawasan Fungsi Dewan
Fungsi Legislasi: Rp8.461.000
Fungsi Pengawasan: Rp8.461.000
Fungsi Anggaran: Rp8.461.000
Total Tunjangan Konstitusional: Rp57.433.000
Total Bruto: Rp74.210.680
Pajak PPh 15% (Total Tunjangan Konstitusional): Rp8.614.950
Take Home Pay: Rp65.595.730