JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Komisi VI DPR RI sepakat menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk dibawa ke dalam pembicaraan tingkat II pada rapat paripurna yang akan datang. Usai beleid ini disahkan, status Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan berubah menjadi Badan Pengaturan (BP).
Kendati demikian, Anggota Komisi VI DPR, Rivqy Abdul Halim memberikan sejumlah catatan agar Pemerintah memperhatikan arah pengelolaan BUMN sejalan dengan amanat konstitusi. Ia menegaskan bahwa seluruh kebijakan dan tata kelola BUMN harus berpijak pada Pasal 33 UUD 1945.
"Perumusan kebijakan, pengaturan, dan pengelolaan BUMN harus didasarkan pada Pasal 33 UUD 1945," kata Rivqy, Jumat (26/9/2025).
Rivqy mengingatkan, Pasal 33 UUD 1945 menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
“Prinsip kekeluargaan dan orientasi kesejahteraan rakyat tidak boleh hilang dalam setiap keputusan terkait BUMN,” tegas Anggota Fraksi PKB itu.
Catatan tersebut juga disampaikan Rivqy dalam sidang pengambilan putusan tingkat I Revisi UU BUMN yang digelar Komisi VI bersama Pemerintah di Kompleks Parlemen Jakarta, Jumat (26/9).
Rivqy mengatakan, pihaknya juga menyepakati perubahan nomenklatur lembaga pemerintah pengelola BUMN dalam bentuk BP BUMN. Dengan nomenklatur baru ini, menurutnya, pengelolaan BUMN bisa lebih optimal dan menghindarkan kerancuan kewenangan dengan Badan Pengelolaan Investasi (BPI) Danantara.
“Kami mengusulkan Badan Pengaturan BUMN berwenang menyetujui atau tidak menyetujui rencana kerja yang diajukan oleh BPI Danantara,” jelas Rivqy yang menjadi Juru Bicara Fraksi PKB untuk Komisi VI DPR.
Seperti diketahui, nomenklatur kementerian BUMN akan diganti menjadi Badan Pembaruan (BP) BUMN lewat revisi UU BUMN. Perubahan kementerian menjadi badan ini menjadi poin pertama hasil rapat Komisi VI DPR dengan pemerintah terkait RUU BUMN.
Selain perubahan nomenklatur, ada 10 poin perubahan pokok lain dalam rancangan undang-undang (RUU) ini. Poin pokok perubahan itu di antaranya pengaturan mekanisme pengalihan dari Kementerian BUMN kepada BP BUMN, serta menambah kewenangan peran BP BUMN dalam mengoptimalkan peran BUMN. Lalu, mengatur soal dividen seri A dwiwarna yang dikelola langsung BP BUMN atas persetujuan Presiden RI.
Menurut Rivqy, Badan Pengaturan BUMN juga harus memiliki wewenang untuk menyetujui atau menolak usulan restrukturisasi BUMN oleh BPI Danantara. Ia menilai, BP BUMN bisa menyetujui atau menolak usulan pengabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan BUMN oleh BPI Danantara.
"Tentu sikap menyetujui atau menolak tersebut didasarkan pada indikator yang jelas serta bertujuan untuk optimalisasi kinerja perusahaan negara demi kesejahteraan rakyat,” ungkap Rivqy.
Rivqy juga menekankan pentingnya kehati-hatian dalam pengelolaan perusahaan negara. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa dalam pengelolaan keuntungan dan kerugian BUMN merupakan tanggungjawab dari BUMN sendiri.
"Kami juga mendorong adanya pengaturan kewenangan BPK dalam memeriksa BUMN sesuai dengan ketentuan perundangan yang ada,” jelas Legislator dari Dapil Jawa Timur IV itu.
Rivqy menambahkan, catatan-catatan yang menjadi pandangan Fraksi PKB DPR RI ini tidak hanya sebagai panduan pelaksanaan revisi UU BUMN, melainkan juga sebagai evaluasi terhadap pengelolaan BUMN selama ini yang dinilai masih menghadapi masalah serius.
“Selama ini BUMN sering dikritisi karena tidak profesional, bahkan dianggap menjadi sapi perah dan alat bagi-bagi kekuasaan," ungkap Rivqy.
"PKB ingin pengelolaan BUMN benar-benar diarahkan untuk kepentingan rakyat, bukan kepentingan segelintir pihak,” pungkasnya.