JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Ketum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang atau OSO mengumumkan pembentukan Sekretariat Bersama (Sekber) Gerakan Kedaulatan Suara Rakyat. Sekber dibentuk bersama sejumlah partai politik (parpol) non parlemen.
Sejumlah petinggi parpol non parlemen berkumpul di kediaman OSO di Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (24/9/2025) malam. Dalam pertemuan itu, sembilan parpol non parlemen sepakat membentuk Sekber Gerakan Kedaulatan Suara Rakyat. Kesembilan parpol itu yakni PBB, Partai Buruh, Perindo, PKN, Prima, PPP, Partai Berkarya, Hanura, Partai Ummat.
"Malam ini telah diputuskan berdirinya Sekber Gerakan Kedaulatan Suara Rakyat dari 12 partai, 9 partai yang hadir. Yang lain nanti mau nyusul silakan, untuk bergabung dalam rangka membangun sesuatu yang dapat memberikan nilai suara rakyat berdaulat untuk kepentingan rakyat di tahun 2029 yang akan datang," kata OSO kepada wartawan.
OSO memaparkan pembentukan Sekber itu bertujuan untuk mengawal dihapusnya parlementary threshold (PT) atau ambang batas masuk DPR. Dalam aturan saat ini, parpol peserta pemilu harus memenuhi ambang batas 4 persen untuk bisa masuk DPR.
"Kenapa sekarang kita sudah siap dari awal, karena supaya jangan terjadi lagi last minute aturan itu dirubah-rubah gitu, sehingga merugikan perjuangan dari partai-partai yang hadir di sini, yang non-parlemen," ujarnya.
Dia menyinggung belasan juta suara hilang karena adanya aturan ambang batas tersebut. Menurutnya belasan juta suara rakyat yang hilang merupakan kejahatan representasi pelanggaran atas kedaulatan rakyat.
"Sayangin suara hilang milik rakyat di sini tercatat 17.304.303 suara rakyat hilang atau tidak terwakili di DPR RI. Penghilangan 17.304.303 itu suara rakyat karena PT bukan sekadar statistik elektoral tetapi kejahatan representasi pelanggaran atas azas kedaulatan rakyat dan penyimpangan teori prinsip demokrasi," ucapnya.
"Tidak terwakilinya 17 juta tersebut suara rakyat di DPR RI bertentangan dengan prinsip political equality yang menjadi dasar demokrasi modern. Jika PT 4 persen masih diberlakukan maka demokrasi dikerdilkan menjadi masalah angka bukan lagi prinsip kedaulatan rakyat. Betul teman-teman?" lanjutnya.
OSO mengatakan kedaulatan rakyat tidak boleh dihapus oleh mekanisme ambang batas. Dia menyinggung prinsip demokrasi di mana tidak ada suara yang lebih tinggi atau lebih rendah.
"Secara teori politik, kedaulatan rakyat adalah milik rakyat. Secara absolut kedaulatan rakyat tidak boleh dihapus oleh mekanisme ambang batas PT. Dalam prinsip demokrasi, tidak ada suara yang lebih tinggi atau lebih rendah teori Robert Dewey dalam political chief," jelasnya.
Lebih lanjut, OSO mengatakan Sekber Gerakan Kedaulatan Suara Rakyat menargetkan parlementary threshold nol persen. Dalam waktu dekat, Sekber Gerakan Kedaulatan Suara Rakyat akan membahas hal tersebut.
"Kita harus sesuaikan dengan sesuai mekanisme tentang undang-undang pemilu yang sebenarnya. Kan kita punya undang-undang pemilu. Jangan dilanggar. Karena itu telah sah secara hukum. Dan harus dimaknai berdasarkan hati nurani," kata OSO.
"PT-nya 0 persen. Ya kami, ya maaf ya, kalau disuruh ngumpulkan bersama-sama ini dengan persatuan ini, ya Insyaallah kami akan berkumpul," imbuhnya.
OSO belum membeberkan siapa ketua Sekber Gerakan Kedaulatan Suara Rakyat. Struktur kepengurusan akan diumumkan pekan depan.
"Nanti rahasia, rahasia, rahasia, nanti kita umumkan setelah strukturnya terbentuk. Insyaallah dalam waktu paling lama 7 hari," jelasnya.
Selain OSO, hadir dalam acara ini Presiden Partai Buruh Said Iqbal; Dewan Pertimbangan PBB Fahri Bachmid; Ketum Partai Umat, Aznur Syamsu; Sekjen Perindo Fery Kurnia Rizkiyansyah; Sekjen PKN, Sri Mulyono; Wasekjen Partai Prima Ika Apriliani; Ketua LBH PPP Erfandi; dan Sekjen Partai Berkarya Irman Jaya Tahrir.
Dewan Pertimbangan PBB Fahri Bachmid menjelaskan, Sekber dibentuk memastikan bahwa PT 4 persen dihapus.
"Kita merumuskan dua langkah yang harus dilakukan. Pertama perlawanan secara konstitusional melalui saluran hukum yang ada, MK dst atau ingin memastikan bahwa putusan MK itu konsisten, bisa ditransfer dalam bentuk norma hukum, terus ada perubahan UU Pemilu," kata Fahri.
Ia menegaskan, revisi UU Pemilu harus mengadopsi apa yang sudah diamanatkan oleh MK (Mahkamah Konstitusi). MK telah menyatakan bahwa pasal 414 UU Pemilu sudah tidak konstitusional untuk diberlakukan di Pemilu 2029.
"Bagaimana rumusan dari DPR untuk menerjemahkan itu, apakah dinolkan atau diturunin atau seperti apa. Putusan MK mengatakan bahwa harus metodelogi yang rasional, berbasis akademik, sampai didapatkan rumusan persentase yang betul-betul masuk akal," urainya.
Kedua, tambahnya, Sekber juga akan melakukan gerakan secara politik. "Artinya UU Pemilu itu harus didorong dengan meluaskan partisipasi publik. Ini butuh pergerakan sistemik, ga bisa bicara dengan opini saja, harus melalui gerakan sistemik yang bisa dilakukan oleh partai-partai nonparlemen saat ini," tutupnya.