JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sikap seseorang dalam upacara kenegaraan sering menjadi perhatian publik, terutama saat menyangkut momen simbolik seperti pengibaran bendera atau dinyanyikannya lagu kebangsaan. Hal ini juga terlihat dalam dua momen berbeda yang melibatkan Ketua DPR RI, Puan Maharani.
Pada upacara Hari Kesaktian Pancasila, 1 Oktober 2025 di Lubang Buaya, Jakarta Timur, Puan terlihat memberikan hormat kepada Bendera Merah Putih yang telah dikibarkan. Sikap ini sesuai dengan Pasal 15 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan yang menyatakan:
(1) Pada waktu penaikan atau penurunan Bendera Negara, semua orang yang hadir memberi hormat dengan berdiri tegak dan khidmat sambil menghadapkan muka pada Bendera Negara sampai penaikan atau penurunan Bendera Negara selesai.
(2) Penaikan atau penurunan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dapat diiringi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
Namun dalam momen berbeda, seperti saat pelantikan menteri dan wakil menteri pada 17 September lalu, Puan tampak hanya berdiri tegak saat lagu Indonesia Raya dinyanyikan, tanpa melakukan gerakan hormat tangan. Tak ada pengibaran Bendera Merah Putih pada momen tersebut.
Dalam tayangan dari kanal YouTube Sekretariat Presiden menunjukkan Puan berdiri tegak dengan sikap hormat, walaupun tanpa mengangkat tangan saat lagu kebangsaan dikumandangkan. Hal ini menimbulkan beragam tanggapan dari publik. Bahkan ada netizen yang mem-bully Puan.
Secara hukum, sikap Puan sesuai dengan aturan. Sikap tersebut merujuk pada Pasal 62 UU No 24 tahun 2009 yang berbunyi:
“Setiap orang yang hadir pada saat Lagu Kebangsaan diperdengarkan dan/atau dinyanyikan, wajib berdiri tegak dengan sikap hormat.”
Yang dimaksud dengan "sikap hormat" dalam konteks ini bukanlah hormat tangan secara militer, melainkan berdiri tegak di tempat masing-masing dengan sikap sempurna: meluruskan lengan ke bawah, mengepalkan tangan, ibu jari menghadap ke depan dan merapat pada paha, serta pandangan lurus ke depan.
Tidak ada ketentuan dalam UU yang mewajibkan seseorang untuk mengangkat tangan sebagai gestur hormat saat hanya lagu kebangsaan dinyanyikan, tanpa adanya pengibaran atau penurunan Bendera Merah Putih.
“Sikap itu sudah benar. Penghormatan harus angkat tangan kalau pakai penutup kepala,” kata Anggota Komisi I DPR, TB Hasanuddin yang juga merupakan Mayjen (Purn) TNI AD, Rabu (1/10).
Menurut Dosen Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Negeri Yogyakarta, Budi Mulyono, sikap hormat tanpa memberikan gerakan hormat tangan juga sering dilakukan Presiden dan Wakil Presiden RI pertama, Soekarno dan Mohammad Hatta.
Postur berdiri tegak Soekarno-Hatta saat lagu kebangsaan Indonesia Raya pada masa awal kemerdekaan terlihat dalam berbagai dokumentasi sejarah. Keduanya tampak berdiri dengan sikap penuh hormat, meski tidak selalu melakukan hormat tangan secara militer.
Terkadang Presiden Soekarno memberi hormat dengan gaya militer, sementara Bung Hatta menunjukkan sikap hormat tegak berdiri tanpa mengangkat tangan.
"Soekarno dengan gaya militernya, meskipun ia bukan dari kalangan militer tetapi dia suka dengan style seperti itu. Sementara Hatta cukup diam berdiri tegak, bersikap hikmat dan hormat,” kata Budi seperti dikutip dalam artikel DW (Deutsche Welle) Indonesia.
Budi pun menjelaskan pemberian hormat dengan menempatkan tangan kanan di pelipis merupakan gestur yang dipakai oleh personel militer yang kemudian diserap sebagai kebiasaan oleh unsur sipil, terutama saat lagu kebangsaan dinyanyikan atau diperdengarkan.
Sementara, gestur hormat dalam ranah sipil cukup dilakukan sesuai ketentuan UU.
"Ada yang mengatakan kalau hormat militer itu dalam posisi yang lebih tinggi karena instansi militer menempatkan gestur tersebut sebagai kehormatan yang lebih tinggi. Tetapi untuk kegiatan-kegiatan sipil, saya kira tidak ada yang lebih tinggi di antara keduanya,” sebut Budi.