Oleh Sahlan Ake pada hari Senin, 13 Okt 2025 - 16:36:22 WIB
Bagikan Berita ini :

Ansari Desak Penegak Hukum Tegas Kasus Eksploitasi Seksual Anak

tscom_news_photo_1760348182.jpg
Ansari Anggota DPR RI (Sumber foto : Istimewa)

PAMEKASAN (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), Ansari menegaskan eksploitasi seksual terhadap anak sebagai pelanggaran serius dan membutuhkan partisipasi aktif berbasis masyarakat demi masa depan generasi bangsa.

Terlebih pelanggaran serius dalam kasus eksploitasi anak juga diatur dalam undang-undang perlindungan anak dan hukum pidana di banyak negara, termasuk Indonesia. Bahkan berdasar data (data real time) SIMFONI-PPPA, per 1 Januari 2025, tercatat sebanyak 24.751 kasus kekerasan seksual anak, meliputi sebanyak 5.219 korban laki-laki dan sebanyak 21.198 korban perempuan.

Tingginya kasus tersebut menjadi atensi tersendiri dari Ansari, politisi perempuan yang notabene tercatat sebagai anggota Komisi VIII DPRRI Dapil XI Madura, Jawa Timur. Sehingga pihak kepolisian sebagai aparat penegak hukum juga diminta tegas dalam menuntaskan beragam kasus eksploitasi seksual, seperti yang menimpa siswa Sekolah Dasar (SD) berusia 13 tahun di Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Bahkan tindakan bejat dari para pelaku harus mendapatkan hukuman setimpal, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, terlebih dalam kasus yang mulai viral pada 1 Oktober 2025, pelaku notabene masih berstatus keluarga.

"Kami mendesak agar pihak kepolisian segera menuntaskan kasus ini, menangkap para pelaku dan dihukum sesuai perundang-undangan yang berlaku, dihukum berat. Para pelaku yang seharusnya memberikan perlindungan kepada seorang anak justru menjadi pelaku eksploitasi dan persetubuhan terhadap anak," kata Ansari, Senin (13/10/2025).

Tidak hanya itu, pihaknya juga komitmen mengawal kasus tesebut, sekaligus mengajak semua pihak ikut serta mengawal kasus tersebut, termasuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang notabene mitra Komisi VIII DPR RI, juga diminta untuk turun tangan.

"Tentu peristiwa ini sangat memilukan dan sangat miris, bagaimana mungkin keluarga dekat tega melakukan eksploitasi dan persetubuhan terhadap anaknya sendiri. Ibu korban bahkan tega menjajakan anaknya sendiri. Kami (Komisi VIII DPR RI) akan mengawal kasus ini, mari bersama kita kawal kasus ini hingga tuntas. KPAI juga harus mengambil langkah yang diperlukan termasuk rehabilitasi terhadap korban anak," tegasnya.

Dalam kesempatan tersebut, pihaknya juga menyampaikan beberapa faktor yang cenderung menjadi penyebab dari kekerasan seksual. Di antaranya kemiskinan, lemahnya pengawasan orang tua, media sosial, sistem dan norma sosial, serta kurangnya efek jera. “Korban eksploitasi seksual akan mengalami dampak merusak, baik fisik, mental maupun sosial. Meliputi gangguan kesehatan mental, masalah sosial dan ekonomi, resiko Kesehatan fisik, bahkan bunuh diri,” imbuhnya.

“Sebagai upaya pencegahan dan penanganan eksploitasi sosial ini perlu dilakukan secara komprehensif, seperti edukasi dan sosialisasi, deteksi dini, pendampingan korban, Kerjasama antar lembaga dan stakeholder, dan tentunya penegakan hukum,” jelasnya.

Berdasar data dari beragam sumber, kepolisian Polres Bangkep menetapkan 8 tersangka kasus eksploitasi seksual, termasuk kakak, ayah dan ibu korban. Bahkan dari hasil penyelidikan yang dilakukan aparat, korban anak disetubuhi oleh ayah dan kakaknya sendiri, bahkan dijual oleh sang ibu kepada pria hidung belang dengan tarif Rp 20 ribu hingga Rp 50 ribu.

Delapan tersangka yang telah ditetapkan antara lain ayah korban SY, ibu AT, kakak IY, pacar korban DT, serta empat pria dewasa lainnya berinisial YS, EK, A, dan NS. Dua di antara para tersangka masih di bawah umur namun tidak dilakukan penahanan, tetapi menjalani proses hukum sesuai mekanisme peradilan anak.

Kejadian serupa juga terjadi di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), di mana seorang guru berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) tega memperkosa siswanya sendiri sejak duduk di kelas IV Sekolah Dasar (SD). Pelaku berinisial AB melakukan aksi bejatnya dengan iming-iming uang Rp 15 ribu ke korban.

Kasus tersebut baru terungkap setelah korban duduk di bangku SMP, di mana korban menceritakan pengalaman traumatisnya kepada guru di SMP tempat dirinya belajar. Berawal dari hal itu, guru korban melaporkan AB ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Lombok Timur.

Penetapan tersangka dibuktikan setelah adanya hasil visum dan pemeriksaan psikologi terkait trauma yang dialami korban. Pada akhirnya pelaku yang berusia 37 tahun ditetapkan sebagai tersangka. "Oleh karena itu, kami mendesak kasus seperti ini segera ditindak sesuai hukum yang berlaku, sehingga ada efek jera di masa mendatang," pungkasnya.

tag: #dpr  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement