
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Komisi III DPR RI, Aboe Bakar Alhabsyi, merespons usulan Persatuan Purnawirawan Polri yang mendorong agar penunjukan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) menjadi hak prerogatif Presiden tanpa melibatkan DPR RI.
Menurut Aboe Bakar, sistem ketatanegaraan Indonesia menganut prinsip checks and balances antara cabang kekuasaan eksekutif dan legislatif. Prinsip ini menjadi fondasi penting dalam menjaga keseimbangan kekuasaan dalam negara demokrasi dan negara hukum.
“Idealnya, kekuasaan tidak terpusat pada satu tangan. Presiden memang memegang kekuasaan pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UUD 1945, tetapi DPR juga memiliki fungsi konstitusional yang tidak kalah penting, yakni fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan sebagaimana diatur dalam Pasal 20A UUD 1945,” ujar Aboe Bakar.
Ia menegaskan, dalam konteks pengangkatan Kapolri, persetujuan DPR merupakan instrumen pengawasan politik yang bersifat konstitusional, agar kekuasaan eksekutif tidak bersifat absolut, khususnya terhadap institusi yang memiliki kewenangan koersif seperti kepolisian.
“Polisi adalah alat negara yang memiliki kewenangan besar, mulai dari penegakan hukum hingga penggunaan kekuatan. Dalam teori negara hukum, siapa pun yang mengendalikan alat koersif negara harus berada di bawah pengawasan demokratis,” jelasnya.
Aboe Bakar menilai, karena Kapolri memimpin institusi koersif sipil, maka proses pengangkatannya tidak tepat jika sepenuhnya menjadi hak prerogatif Presiden tanpa kontrol legislatif. “Keterlibatan DPR justru menjadi mekanisme untuk memastikan profesionalisme, akuntabilitas, dan netralitas Polri”, terang Aboe Bakar.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa praktik pelibatan parlemen dalam pengisian jabatan strategis penegakan hukum juga diterapkan di banyak negara demokrasi. Di Amerika Serikat, misalnya, Direktur FBI harus mendapat persetujuan Senat. Sementara di sejumlah negara Eropa, kepala kepolisian juga berada di bawah pengawasan parlemen.
“Indonesia mengikuti praktik demokrasi modern dalam menempatkan kepolisian di bawah kontrol sipil dan parlementer. Ini bukan untuk melemahkan Presiden, tetapi untuk memperkuat demokrasi dan negara hukum,” tegasnya.
Dengan demikian, Aboe Bakar menilai mekanisme persetujuan DPR dalam pengangkatan Kapolri justru merupakan bagian dari upaya menjaga keseimbangan kekuasaan serta memastikan Polri tetap profesional dan independen dalam menjalankan tugasnya.