Oleh Sahlan Ake pada hari Jumat, 19 Des 2025 - 06:46:12 WIB
Bagikan Berita ini :

Dukung Perpol Polri: Prof Henry Indraguna Ingatkan Setiap Penugasan Tetap Sejalan Putusan MK dan Semangat Konstitusi

tscom_news_photo_1766101572.jpg
Henry Indraguna (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Pakar Hukum Prof Dr Henry Indraguna menegaskan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Polri yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Polri sejatinya dinilai tidak bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Prof Henry menilai regulasi yang baru saja diterbitkan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo tersebut justru merupakan instrumen penataan administratif yang rapi dan semangatnya adalah memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

Prof Henry meminta semua pihak membaca secara utuh dan sistematis isi Perpol tersebut sehingga pemahamannya holistik dan tidak sepotong-potong, apalagi skeptis karena dinilai subjektif karena regulasi ini diterbitkan dan diteken oleh Pimpinan Polri.

"Perpol 10/2025 harus dibaca secara utuh dan sistematis, dengan demikian aturan tersebut menjadi bentuk penataan agar penugasan anggota Polri lebih jelas secara hukum," tegas Prof Henry di Jakarta, Selasa (16/12/2025).

Menjawab Pesan MK

Perpol yang ditandatangani pada 9 Desember 2025 ini mengatur mekanisme penugasan secara lebih tertib, mulai dari adanya permintaan resmi dari instansi pengguna hingga pembatasan pada instansi yang relevan dengan fungsi kepolisian.

Menurut Guru Besar dan Profesor Unissula Semarang ini, ketentuan yang diatur dalam Perpol tersebut secara spesifik menutup celah-celah yang sebelumnya belum diatur secara rapi.

"Perpol ini justru sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) . Intinya justru menutup celah-celah yang sebelumnya belum diatur secara rapi," jelas Prof Henry.

Doktor Ilmu Hukum UNS Surakarta dan Universitas Borobudur ini juga meluruskan bahwa substansi Putusan MK bukanlah mengenai boleh atau tidak bolehnya anggota Polri diperbantukan di luar institusi, melainkan soal kejelasan status dan rantai komando saja.

Prof Henry menjelaskan Perpol 10/2025 telah memuat daftar 17 kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh anggota Polri aktif.

Pasal 3 Perpol 10/2025, kata Prof Henry, menggarisbawahi beberapa poin penting:

Pertama, Lingkup Penugasan dapat dilakukan pada kementerian, lembaga, badan, komisi, organisasi internasional, atau kantor perwakilan negara asing.

Kedua, Jenis Jabatan, yang meliputi jabatan manajerial maupun nonmanajerial.

Ketiga, Syarat Utama adalah jabatan tersebut harus memiliki keterkaitan dengan fungsi kepolisian dan dilaksanakan berdasarkan permintaan dari instansi terkait.

"Sementara itu, Pasal 3 ayat (4) menegaskan bahwa jabatan tersebut harus memiliki keterkaitan dengan fungsi Kepolisian serta dilaksanakan berdasarkan permintaan dari kementerian, lembaga, badan, atau komisi terkait," jelas Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini.

Lebih lanjut, Prof Henry menuturkan
Mahkamah Konstitusi dalam berbagai putusan terkait netralitas aparatur negara dan jabatan sipil menegaskan prinsip berikut:

Yakni larangan absolut adalah pada jabatan politik, bukan pada penugasan fungsional negara dan aparat bersenjata boleh ditugaskan di lembaga sipil jika bukan karena jabatan politik, betul-betul dibutuhkan negara, diatur secara jelas, dan tidak menghilangkan netralitas institusi.

Artinya, ungkap Prof Henry menurut MK, yng diuji itu adalah fungsi dan dampaknya, bukan semata status “polisi aktif”.

Prinsip Netralitas ASN

Saat ditanya tanggapannya soal diskursus Perpol 10/2025 ini telah melanggar UU Polri dan UU ASN itu sendiri, Prof Henry menekankan bahwa penugasan anggota Polri di kementerian/lembaga tidak dapat serta-merta dianggap melanggar UU tanpa melihat konstruksi hukum secara utuh.

"Pertama adalah jelas tidak adanya pelanggaran UU Polri. Penempatan di K/L bersifat fungsional dan teknis, bukan jabatan politik, sehingga tidak otomatis melanggar larangan keterlibatan politik praktis, selama tidak digunakan untuk kepentingan kekuasaan politik," urainya.

Kedua, Penasehat Ahli Balitbang DPP Partai Golkar ini memastikan tidak ada pula pelanggaran UU ASN.

"UU ASN memberi ruang pengecualian. Penugasan TNI/Polri telah lama dipraktikkan dan tidak mengganggu sistem merit, sepanjang tidak menguasai jabatan struktural ASN secara permanen," terang Ketua Dewan Penasehat DPP AMPI ini.

Ketua DPP Ormas MKGR ini juga menolak keras penyamaan penugasan anggota Polri aktif ini dengan Dwifungsi ABRI era Orde Baru. Penugasan Polri saat ini bersifat teknis, terbatas, dan tidak mengambil alih kewenangan sipil.

"Kami mendukung Polri. Penugasan di kementerian/lembaga bukan pelanggaran hukum selama bersifat fungsional, non-politis, dan diatur dengan jelas. Yang dibutuhkan adalah pengaturan, bukan stigma,” tandas
Ketua Dewan Penasehat DPP AMPI, Waketum DPP Bapera sekaligus Ketua LBH DPP Bapera ini.

Pernyataan Mahfud Secara Proporsional

Sementara pernyataan Prof Mahfud MD bahwa Perpol ini “melanggar dua UU”, kata Prof Henry, harus dibaca sebagai peringatan konstitusional, bukan vonis final.

"Maka makna substansialnya adalah bukan melarang Polri ditugaskan. Akan tetapi hanya mengingatkan agar Perpol tidak melanggar batas UU Polri dan UU ASN," jelas dia.

Jadi, tegas Prof Henry, eks Ketua MKRI ini, tidak sedang menyerang Polri,
melainkan mengingatkan agar kebijakan Kapolri tidak melampaui koridor hukum.

"Intinya MK memberi ruang, Prof Mahfud MD memberi rambu. Saya kira dia mengingatkan bahwa penugasan Anggota Polri didasarkan kepada fungsional, teknis, non-politis. Yang jelas jangan jadi jabatan politik, jangan permanen, jangan juga rusak sistem ASN dengan model meritokrasi," urai Prof Henry.

Putusan MK memberi ruang penugasan fungsional aparat negara. Sehingga pernyataan Prof. Mahfud MD adalah pengingat batas konstitusionalnya.

"Jadi solusinya bukan melarang Polri, tapi mengatur dengan tegas. Maka sikap yang tepat adalah mendukung Polri, sambil memastikan setiap penugasan tetap sejalan dengan putusan MK dan semangat konstitusi," pungkas Prof Henry.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PRAY SUMATRA
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement