
Ketika Presiden Joko Widodo dan pemerintahannya memaksakan pembangunan ini itu termasuk pertambangan dan pembabatan hutan, banyak rakyat dan ekonom yang mempertanyakan.
Alasan pemerintah, pada waktu itu, demi pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Semua cara ditempuh baik melalui peraturan perundang- undangan termasuk omnibus law, pembungkaman pejabat daerah (oleh petinggi Pusat yang berlaku seperti Satpam perusahaan investor) yang menyoba melawan investor padahal demi penegakan aturan daerah, dan masih banyak drama drama yang lain.
Wisatawan jadi TKA sehingga bebas retribusi asing, tanpa pemeriksaan imigrasi dan lain lain juga OK. Ketika ditanyakan ke petugas Imigrasi kok bisa? Ada yang mengawal pak. Datangnya juga malam hari.
Sering pakai pesawat khusus dari luar negeri. Lama lama petugas imigrasi dan Tenaga Kerja kecapaian juga sebab kalah dengan backingnya yang memaksakan apapun yang diminta investor untuk di penuhi. Bila sesekali ada petugas imigrasi yang memeriksa mereka akan “bersembunyi”.
Demikianlah sedikit demi sedikit negeri ini mulai kehilangan kedaulatannya sampai sampai sampai terjadi penyelundupan import export orang dan barang keluar masuk Indonesia. Ada negara dalam negara kata Menhan Sjafrie Syamsuddin yang dengan tegas dan berani mulai menertibkannya termasuk bandara bandara pribadi.
Indonesia akan jadi “raja dunia” nikel, Indonesia akan jadi negara maju, penyerapan puluhan juta tenaga kerja, dan masih banyak lagi slogan yang didengungkan untuk mempertahankan policy policy yang tidak tepat itu.
Penulis sendiri menyaksikan kerusakan alam yang terjadi di Sulawesi yang sebetulnya bukan karena penambangan tapi karena penambangan yang tidak bertanggung jawab.
Rakyat sebenarnya tidak percaya dengan slogan slogan Pemerintah karena melihat kenyataan di lapangan tidak sesuai tapi tidak bisa berbuat apa apa.
Setiap rakyat mau melawan selalu di tuduh melawan aparat hukum. Apalagi apabila APH dengan senjata dan tegasnya, nampak sekali membela investor demi investasi. Apalagi di bantu preman-preman pribumi yang sering menjijikkan sekali. Rakyat terpaksa mundur tapi pelanggaran demi pelanggaran berjalan terus.
Keadaan seperti itu tentu saja mulai menimbulkan benih benih disintegrasi karena cekcok, daerah tetap miskin dan di miskinkan, daerah di rusak, perbedaan kehidupan sosial yang menyolok kata orang di daerah. Pejabat dan ex pejabat pun mengalami demoralisasi.
Sementara para intelektual yang waras juga melihat tidak sehatnya pembangunan yang sedang terjadi. Tidak ada kaitannya dengan kesejahteraan rakyat banyak. Indikator makro maupun mikro tidak mendukung statements pemerintah. Hanya kerakusan dan keserakahan belaka.
Tidak berlebihan bila di sebut sebagai perampokan dan penggarongan harta negara. Projek korupsi kerja sama penguasa- pengusaha ditengah rakyat yang serba kekurangan sehingga mudah di manipulasi oleh yang berduit.
Tapi penguasa tetap ngotot bahwa inilah pembangunan untuk kesejahteraan rakyat.
Sementara penguasa yang kritis sudah sangat khawatir dengan keadaan gila gilaan seperti misalnya yang di suarakan Mualem Gubernur Aceh yang meminta semua excavator harus segera keluar dari hutan-hutan Aceh. Dan benar saja tidak berapa lama kemudian bencana banjir bandang terjadi di Sumatera.
Sementara itu ada saja pelakunya termasuk yang pejabat maupun kaki tangan pembalak dan penambang yang menyoba mengalihkan sebab sebab bencana banjir dengan memborbardir alasan alasan lain mulai dari Selat Malaka sampai musim extrim. Kayu kayu yang menerjang rumah rumah rakyat yang kebanjiran pun awalnya di klaim Kementerian Hutan sebagai korban banjir. Untunglah kayu kayu itu bernomor seri dan rapi potongan mesin.
Alhamdulillah rakyat yang sudah mulai cerdas dan berani tidak membeli bualan pejabat Kementerian Hutan.
Kini mereka berargumentasi pembalakan ilegal dan atau penambangan ilegal. Tapi di yakini bahwa yang legal sekalipun melanggar dan yang legal itu pelaksanaannya aspal.
Makanya Presiden Prabowo kini sudah menyita 4 juta Ha hutan dan mendenda mereka Rp6,6 Trilyun. Sesuatu yang tidak akan kita temui di rezim lama yang malah menganak emaskan dan melindunginya.
Meski begitu Pemerintah Presiden Prabowo diyakini akan menindak lebih lanjut. Kerugian negara yang di perkirakan lebih dari Rp50-60 triliun dan nyawa nyawa yang melayang karena banjir, anak anak yang tidak bersekolah dan traumatic, orang tua kehilangan mata pencaharian dan dlsb.
Semua itu belum sebanding dengan denda yang Rp6,6trilyun. Makanya Pemerintah akan mengejar siapa orang yang bertanggung jawab. Pelakunya juga harus ditunjukkan dan Kejaksaan Agung saya yakin akan mempertontonkan mereka supaya adil. Jangan ragu dan euwuh pekewuh.
Akhirnya ekonom yang sejak awal sudah melihat keserakahan ini membuktikan bahwa “pembangunan (baca perampokan dan penggarongan) demi kesejahteraan” rakyat tidak terbukti. Buktinya tidak terbukti? Pertumbuhan ekonomi begitu begitu saja, utang melejit, tax ratio menurun dan kemiskinan tidak turun.
Bahkan bila kerusakan alam di perhitungkan sebagai pertumbuhan negatip, tentunya akan mengurangi pertumbuhan ekonomi yang hanya sekitar 5 % itu.
Pokoknya gagal pembangunan ala Jokowi itu yang hanya memperkaya sekelompok kecil orang dan menimbulkan jurang perbedaan yang menganga besar. Menimbulkan kemarahan rakyat.
Kemarahan rakyat akan mereda bila kepada rakyat di perlihatkan juga secara symetris siapa orang yang akan di mintai pertanggungjawaban sebagaimana dipertontonkan penderitaan rakyat di tv tv.
Kesimpulannya, tepatlah apa yang di katakan Presiden Prabowo bahwa sumber segala masalah atau keruwetan ini adalah korupsi dan karena itu marilah kita membasmi korupsi sampai ke akar akarnya.
Karena itu penegakan hukum harus sangat sangat serius tanpa pandang bulu dan bangsa atau asing. Bila ini tidak segera terwujud, basmilah korupsi dengan undang undang darurat korupsi supaya pencoleng itu tidak menggunakan pengadilan sebagai daerah perlindungan. Penulis hakul yakin rakyat akan bersama dan mendukung Presiden membasmi korupsi.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #