JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Sejumlah warga terdampak relokasi di bantaran kali yang ada di Jakarta masih berusaha mencari keadilan. Mereka tidak hanya menuntut kompensasi rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) namun juga menginginkan ganti rugi atas hak tanah dan bangunan sebagaimana yang dijanjikan oleh Pemprov DKI.
Anggota Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Matthew Michelle Lenggu menilai, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah melupakan aspek lain sebelum menentukan kebijakan itu.
"Ahok kemarin bilang, ada warga liar dan tidak punya sertifikat. Dia lupa kalau disana juga ada sertifikat jual beli, akte hibah, bahkan akte zaman Belanda yang dicap notaris dan itu masih berlaku," kata Matthew di kantor LBH Jakarta, Minggu (13/9/2015).
Matthew mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, tanah yang digunakan untuk kepentingan pembangunan infrastruktur umum, harus diikuti dengan memberikan ganti rugi yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.
Pembagian ganti rugi tersebut bisa berbentuk uang, pemukiman lain atau keputusan yang telah disepakati oleh pihak-pihak terkait.
"Ini untuk kepentingan umum. Jadi sebenarnya, proyek reklamasi itu bukan untuk warga, tapi untuk para pemodal, orang kaya yang punya uang untuk beli," kata Matthew.
Menurut dia, mestinya apabila warga yang menjadi korban penggusuran mampu membuktikan bukti-bukti yang sah, maka warga bisa menuntut haknya langsung kepada Pemprov DKI. Sebab, kata dia, hal itu juga pernah keluar dari mulut Ahok sewaktu masih menjadi anggota DPR.
"Waktu dia jadi anggota DPR, beliau pernah bilang, kalau ada warga yang punya sertifikat selain sertifikat tanah, itu wajib diganti rugi yang sesuai. Sekarang, justru beda pas (sudah) jadi Gubernur, ironis," ungkapnya.
Sebelumnya, Ahok menegaskan, bahwa dirinya tidak akan mengubah keputusan untuk memberikan ganti rugi bagi warga yang tak bisa menunjukkan sertifikat resmi kepemilikan tanah.(yn)