JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta Kejaksaan Agung untuk segera meningkatkan kasus "Papa Minta Saham" Setya Novanto dari penyelidikan ke penyidikan.
"Sekarang sudah ada dua alat bukti baik keterangan dari saksi maupun petunjuk, tinggal menunggu apa lagi? segera tingkatkan ke penyidikan," pinta Koordinator LSM MAKI, Boyamin Saiman, kepada Antara di Jakarta, Rabu (9/3/2016)
Ia menambahkan dengan ditingkatkan ke penyidikan, maka Kejagung bisa memanggil paksa pengusaha M Riza Chalid karena keterangannya sangat dibutuhkan saat ini terkait unsur permufakatan jahat bersama Setya Novanto.
Jika Kejagung menghentikan penyelidikan kasus itu atau mengambangkannya di ranah penyelidikan, maka publik memberikan citra negatif kepada Korps Adhyaksa telah bermain politis.
Ia menyayangkan lamanya penyelidikan tersebut dengan meningkatkan ke penyidikan menunjukkan bahwa Kejagung tidak serius dalam pemberantasan korupsi di tanah air.
Saat ini rakyat Indonesia berharap banyak kepada Kejagung hingga harus membuktikan dengan tidak main-main dalam penanganan kasus Setya Novanto itu, tegasnya.
Sementara itu, Kejagung sampai sekarang selalu berdalih bahwa kasus itu masih penyelidikan meski sudah berlangsung sejak awal Desember 2015.
"Penyelidikannya masih berjalan, tidak ada yang dihentikan," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Arminsyah kepada Antara di Jakarta, Selasa (8/3) malam.
Kendati demikian, Arminsyah enggan mengakui ketidakhadiran pengusaha Riza Chalid menjadi penghambat proses penyelidikan kasus tersebut.
Sebelumnya, Jaksa Agung RI HM Prasetyo menyatakan penyelidik masih harus mengumpulkan lagi bukti-bukti dari awal.
"Tapi yang jelas masih dalam penyelidikan, kita harus mengumpulkan lagi bukti-bukti dari awal," katanya.
Lambannya penyelidikan kasus Setya Novanto itu berbeda halnya dalam penyelidikan dugaan korupsi lainnya, seperti perjanjian Grand Indonesia antara PT Hotel Indonesia Natour (Persero) dengan PT Cipta Karya Bumi Indah yang sekitar dua pekan dilaporkan sudah ditingkatkan ke penyidikan.
Padahal, Kejagung sudah menyatakan ke publik sangkaan yang dikenakan kepada Setya Novanto adalah permufakatan jahat, sedangkan kasus itu sendiri masih di tahap penyelidikan yang notabene belum boleh disampaikan ke publik karena kekhawatiran akan adanya penghilangan barang bukti dan calon tersangka melarikan diri.
Selain itu, Kejagung selalu menyatakan sudah memiliki rekaman perbincangan antara Maroef Syamsuddin -saat itu menjabat Presdir PT. FI-, Setya Novanto dan pengusaha Riza Chalid yang sampai sekarang tidak jelas keberadaannya.
Jaksa Agung mengklaim belum mendapatkan kesulitan untuk sangkaan permufakatan jahat itu.
"Tidak ada (hambatan), hanya memang yang diundang tidak hadir (Riza Chalid). Itu yang jadi hambatan kita," ucapnya.
Kasus rekaman itu muncul saat Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan rekaman itu ke MKD yang berujung pada mundurnya Setya Novanto sebagai Ketua DPR RI.
Di tengah ramainya isu tersebut, Kejagung melakukan penyelidikan dan menjadi sorotan publik, namun perlahan-lahan meredup penanganannya.(yn)