Opini
Oleh Djoko Edhi S Abdurrahman (Mantan Anggota DPR) pada hari Senin, 28 Mar 2016 - 10:18:39 WIB
Bagikan Berita ini :

Mendukung Ahok, Biaya Mahal yang Ditanggung Hanura

72f9711c681e9ae1ff8b01f819b654876978cfe32f.jpg
Djoko Edhi S Abdurrahman (Sumber foto : Ilustrasi)

Hingga kemarin, dua petingginya mengundurkan diri. Menyimak dari pidato Jenderal Wiranto, pilihannya kepada Ahok adalah berdasarkan hati nurani rakyat. Sesuai dengan nama partai itu sendiri Hanura.

Mestinya tak ada masalah. Rupanya Voluntee Generale (hati nurani rakyat) sangat liberal, lebih liberal daripada penafsiran pembuatnya, Thomas Hobbes yang masih dalam kerangka monarki konstitusional dan hak azasi manusia.

Dalam treaty, kebebasan voluntee generale juga terbatas. Digiring menjadi hak rakyat untuk memberontak hanya ketika HAM sudah tidak terlindungi. Voluntee generale dalam konstitusi juga dibatasi, yaitu sebatas tujuan hukum Inggris (British Law) mengabdi kepada raja.

Kalau Voluntee generale untuk mengabdi kepada Gubernur Ahok jadi aneh. Mestinya kepada konstitusi. Grundsnorm dan gronslag Pancasila dan UUD 45 atau UUD 2002 yang sudah jebol itu. Sebagai Jenderal, saya yakin Pak Wiranto sangat paham tentang itu. Sebab, di zaman Orba, semua perwira tinggi wajib lulus hal tersebut.

Nama Hanura sendiri diturun dari terminologi bahasa Arab. Yang bikin nama itu adalah Fuad Bawazier. Dalam suatu diskusi di Wahdatul Ummah tahun 2007 yang dipimpin Agus Miftah, di mana saya dan Fuad Bawazier istilah Hanura didiskusikan.

Awalnya berangkat dari pernyataan Bawazier bahwa "negara ini rusak akibat pemimpin tidak mengikuti hati nurani rakyat!". Hal itu tak didebat, yang difalsifikasi adalah istilah hati nuraninya yang mengambil dari Islam.

Pada terminologi Islam, terdapat dua kata yang secara etimologi, epistimologi, aksiologi berbeda. Yang pertama adalah fuad berarti hanura, yang kedua qolbu artinya juga hanura. Hanura diambil dari kata fuad, dari nama Fuad Bawazier. Bukan qolbu.

Fuad sendiri tidak mampu menjelaskan lebih lanjut, sehingga menurut saya penafsiran fuad pada Hanura belum selesai. Fuad dan Qolbu ini pada sejarah Islam adalah perjalanan panjang. Sepanjang muktazilah, orang mencari hati nurani, di mana Allah bersemayam.

Metodologi pencarian Allah itu adalah rasionalitas. Allah harus benar-benar ada sesuai dengan realitas. Allah kemudian ditemukan dalam identifikasi kebenaran (Al Haq). Al Haq itu lalu bersemayam di hati nurani. Pada poros radikal di kutub diametralnya adalah akal pikir. Sampailah fase terakhir muktazilah, doktrinnya: Ana Haq!.

Sejak itu, seseorang sudah bersatu dengan Allah dengan kebenaran tunggal. Menggunakan bahasa Jawa lebih mudah: manunggaling kawula Gusti (Manunggal dengan Tuhan). Akan halnya metodologi Muktazilah tadi, beroleh perlawanan dari mazhab akal pikir.

Imam Al Mathuridi merumuskan prosedural tentang Allah, yang kini dikenal Sifat 20 dianut olen Nahdlatul Ulama. Sedangkan bantahan secara filsafat (falsifikasi) datang dari Imam Ghozali. Ia menuangkannya dalam buku "Tahafutul Falasifah" atau Kesesatan Kaum Sufi. Lalu dilanjutkan sejumlah buku "Tahfutul Tahafut" atau Kesesatan Hati Nurani.

Kritik Imam Ghozali itu yang membuat namanya besar, membentuk mazhab Al Hadits kemudian hari. Ia telah meluruskan hati nurani yang bengkok dengan pikiran yang jernih.

Beberapa hari lalu, saya menulis di Teropong Senayan bahwa aspirasi terhadap Ahok terbagi dua. Yaitu aspirasi Kelas Menengah -- minus Jenderal Wiranto -- anti Ahok, sedang Kelas Bawah pro Ahok.

Peran Kelas Menengah sepanjang masa, baik secara teori kelas dari Karl Marx, maupun teori Kelas Menengah Max Weber, yang menentukan. Sehingga,, yang dimaksud Voluntee Generale adalah Kelas Menengah. Kelas Menengah adalah kumpulan manusia berpikir, analitik, dan jika dalam bahasa Bung Karno "penyambung lidah rakyat".

Voluntee Generale, bukan kehendak rakyat tanpa pikiran, tanpa frame filsafat, tanpa sistem nilai, dan berada di ruang hampa. Yang wajar, Kelas Menengah adalalah think tank rakyat, paham apa yang tengah terjadi di negara ini.(*)

.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
HUT R1 2025 AHMAD NAJIB
advertisement
HUT RI 2025 M HEKAL
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
HUT RI 2025 SOKSI
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Lima Alasan Tunjangan Rumah Dinas DPR Layak Dibatalkan

Oleh Seknas Fitra
pada hari Kamis, 21 Agu 2025
Pada 19 Agustus 2025, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menilai tunjangan perumahan legislator lebih efisien jika dibandingkan dengan pemberian Rumah Jabatan Anggota (RJA). ...
Opini

Tragedi Bocah Sukabumi: Alarm Kegagalan Negara dalam Melindungi Warga Termiskin

Kabar meninggalnya seorang bocah berusia tiga tahun di Sukabumi karena tubuhnya dipenuhi cacing bukan sekadar kisah tragis, tetapi potret nyata kegagalan sistemik negara dalam melindungi rakyatnya ...