JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -Sebagai seorang Presiden, Joko Widodo harus membiasakan diri dengan sikap bijaksana bukan mentang-mentang di luar urusannya lalu melempar tanggung jawab ke bawahannya. Pernyataannya tentang dirinya tidak ada urusan dengan tewasnya seorang mahasiswa di Makasar ketika demo menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), menunjukkan bukti sifat empaty presiden yang masih tipis.
"Kata-kata, itu bukan urusan saya, mestinya tidak harus keluar dari mulut seorang presiden yang jadi pemimpin besar di negeri ini," kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah di Gedung DPR, Rabu (3/12).
Fahri mengatakan hal itu terkait tewasnya seorang mahasiswa M. Arif, pada saat demonstrasi menolak kenaikan harga BBM di Makasar. Setelah aksi demo yang menewaskan Arif itu, presiden ditanya wartawan dan mengatakan bahwa soal itu bukan urusan dirinya tetapi urusan olisi.
Sebagai seorang presiden, lanjut Fachri, harus sigap dan menunjukkan kepeduliannya kepada rakyatnya sekalipun itu hanya satu orang dan mendemo kebijakannya. Apalagi, meninggalnya salah satu mahasiswa tersebut ditengarai karena kelalaian dan sikap represif aparat kepolisian dalam menghadapi demonstran."Jadi, tidak satupun nyawa rakyat Indonesia yang bukan menjadi tanggung jawab presiden sehingga jangan seenaknya dia berkomentar," imbuhnya.
Mungkin sikap itu, kata politisi PKS ini, sangat wajar jika dia masih menjabat sebaga Walikota Solo. Karena polisi memang bukan aparat walikota. "Itu masih bisa dibenarkan kalau dia bilang 'itu bukan tanggung jawab saya,' tapi kalo sebagai presiden tentu tidak boleh, karena dia bukan pemimpin yang sifatnya sporadis melainkan pemimpin rakyat NKRI, sehingga presiden harus gunakan gaya presiden bukan gaya walikota," sebutnya.(ss)