JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Ada kekecewaan yang mendalam pada Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono terhadap pers. Pasalnya, kini media dinilai tak seganas mengkritisi pemerintah seperti pernah dialaminya saat menjadi Presiden.
"Partai Demokrat, dan saya pribadi sebagai seorang pencinta demokrasi, tercengang melihat perubahan sangat dramatis dalam dunia pers dan media masa kita," papar SBY, saat menyampaikan Refleksi Ramadhan, 2Jumat malam (10/6/2016) di Cikeas, Bogor.w
Menurut SBY, saat dia menjadi Presiden boleh dikata tiada hari tanpa kritik dan serangan pers, baik kepada pemerintah maupun pribadi. Meskipun kritik dan serangan itu sering berlebihan disertai dengan sinisme yang tinggi.
"Tetapi saya berterima kasih karena akhirnya kekuasaan yang saya miliki dikontrol secara ketat. Jika saya bisa bertahan selama 10 tahun, ditengah gencarnya serangan pers, pengamat, parlemen dan lawan-lawan politik, itu antara lain juga disumbang oleh peran pers yang kritis," papar dia.
SBY meyakini rakyat rindu terhadap pers yang peduli, kritis, adil dan berimbang, serta bertanggung jawab. Tidak harus sekeras dan seganas dulu ketika mengkritisi pemerintah dan dia sebagai Presiden, karena hal begitu sebenarnya tidak baik, tetapi absen dan nyaris diamnya pers justru membahayakan bangsa Indonesia.
"Satu hal, orang bijak mengatakan 'janganlah kita selalu membenarkan yang kuat, tetapi perkuatlah kebenaran'," papar SBY mengutip kata bijak.
Sebagai orang yang mencintai demokrasi, SBY mengatakan pers adalah salah satu pilar demokrasi. Pers memiliki peran penting dalam melakukan kontrol terhadap kekuasaan. Pers juga harus membuka diri secara adil, tidak berpihak dan secara berimbang memberitakan dan meliput suara dan pandangan masyarakat.
"Jika ketiga hal itu tidak dilaksanakan, maka gugurlah jati diri dan fungsi pers sebagai penjaga nilai-nilai demokrasi, serta sebagai penegak kebenaran dan keadilan," tegas SBY.(ris)