Jakarta
Oleh Atto Kuatt pada hari Selasa, 21 Jun 2016 - 05:10:17 WIB
Bagikan Berita ini :

PPI di Den Haag Sebut Reklamasi Jakarta Ide Usang dan tak Dipakai di Negara Maju

24reklamasi.jpg
Ilustrasi (Sumber foto : Istimewa)

LONDON (TEROPONGSENAYAN) - Diskusi Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Den Haag menyimpulkan rencana Pemprov DKI Jakarta mereklamasi pulau dan membangun "giant sea wall" sebagai pertahanan pesisir sebagai ide usang yang telah ditinggalkan negara maju, bahkan oleh Belanda.

Sekretaris Jenderal PPI Belanda, Ali Abdillah, Selasa (21/6/2016) menjelaskan simpulan itu diperoleh dari diskusi seusai pelajar dari berbagai latar belakang keilmuan menonton film dokumentar tentang reklamasi Teluk Jakarta bertajuk "Rayuan Pulau Palsu." Diskusi "Reklamasi Teluk Jakarta" diadakan PPI Belanda bekerja sama dengan PPI Kota Den Haag dan Forum Diskusi Teluk Jakarta di Kampus International Institute of Social Studies, Den Haag, akhir pekan lalu.

Mahasiswa Program Doktoral dari University of Twente, Hero Marhaento memaparkan ironi proyek reklamasi Teluk Jakarta dan "giant sea wall" yang dibantu perusahaan dan konsultan asal Belanda.

Pasalnya, di Belanda, kata kandidat doktor bidang 'water engineering" ini, pendekatan "hard-infrastructure" seperti reklamasi pulau dan pembuatan tanggul besar semacam itu sudah lama ditinggalkan.

Pada saat pembangunan di Belanda mulai meninggalkan konsep konvensional berupa "hard-infrastructure" seperti pembuatan tanggul raksasa atau reklamasi pulau, pakar dan konsultan Belanda malah menyarankan pembuatan "giant sea wall" bagi masalah banjir Jakarta, jelasnya.

Dikatakannya, saat ini pertahanan pesisir di Belanda dilakukan dengan cara "sand nourishment" yaitu pembuatan jebakan pasir di wilayah rawan abarasi, bukan dengan membuat tanggul raksasa di tengah laut.

Selain itu, upaya mitigasi banjir di Belanda justru dilakukan dengan merobohkan tanggul sungai yang sudah ada dan menggantinya dengan konsep "Room for the River".

Dua metode tersebut terbukti jauh lebih murah, lebih efektif dan ramah lingkungan dibandingkan dengan upaya "hard-infrastructure" seperti reklamasi pulau dan pembuatan tanggul raksasa.

Hero menjelaskan, negara maju mulai sadar bahwa pertahanan pesisir itu tak bisa dibebankan kepada tangan manusia dengan "hard- infrastructure". Upaya pertahanan pesisir dengan membangun tembok raksasa dan reklamasi pulau justru akan memunculkan masalah baru di masa mendatang.

Edwin Sutanudjaja, post-doctoral di bidang hidrologi dari Utrecht University juga berpendapat senada.

Ia membantah argumentasi proyek reklamasi dan pembuatan "giant sea wall" dapat menjawab persoalan banjir dan penurunan permukaan tanah di Jakarta.

Dikatakannya, penurunan muka tanah Jakarta justru disebabkan pembangunan yang tidak terkendali. Pembangunan mal dan properti dilakukan di mana-mana, jadi solusinya bukan dengan reklamasi melainkan pengendalian pembangunan.

Menurut Edwin akar masalahnya adalah sentralisasi Jakarta dan urbanisasi.

Selain itu, Edwin mengkhawatirkan Teluk Jakarta justru akan menjadi "septic tank" raksasa. Membuat tanggul raksasa artinya membendung air dari 13 anak sungai di Jakarta yang bermuara ke perairan mati.

Senada dengan Edwin, Hero menutup diskusi dengan mengatakan reklamasi bukanlah solusi bagi Jakarta. "Untuk memperbaiki lingkungan diperlukan rehabilitasi, bukan reklamasi," ujarnya.

Rayuan Pulau Palsu Sebelum diskusi diputar film "Rayuan Pulau Palsu," produksi WatchDoc, yang disutradarai Randi Hernando, mengisahkan nelayan di Muara Angke harus berhadapan dengan kekuatan pemodal yang melakukan ekspansi properti lewat reklamasi di Teluk Jakarta.

Sekretaris Jenderal PPI Belanda, Ali Abdillah mengatakan berdasarkan informasi dari WatchDoc, ini adalah ketiga kali pemutaran film "Rayuan Pulau Palsu" di luar negeri setelah di Melbourne dan London.

Dikatakannya pemutaran film ini untuk memberikan gambaran kepada pelajar Indonesia di Belanda bahwa ada yang salah dengan pembangunan di Jakarta.

"Bukan kita menolak pembangunan, bukan kita tidak mau Jakarta dan Indonesia yang lebih baik, tapi kita ingin pembangunan yang memperhatikan aspek kemanusiaan dan berpihak kepada masyarakat kecil, demikian Ali Abdillah. (icl)

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
PEMPEK GOLDY
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Jakarta Lainnya
Jakarta

Tujuh Indikator Pelemahan Ekonomi dan Tantangan Pertumbuhan.

Oleh Tim Teropong Senayan
pada hari Sabtu, 05 Apr 2025
Situasi perekonomian Indonesia saat ini menunjukkan berbagai tanda pelemahan yang menghambat pertumbuhan ekonomi. Setidaknya terdapat tujuh indikator utama yang menggambarkan kondisi ini: 1. ...
Jakarta

Rupiah Terus Melemah: Apa yang Bisa Dilakukan?

Jakarta, 25 Maret 2025-Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali mengalami tekanan signifikan. Hari ini, rupiah telah mencapai Rp16.549 per dolar AS, bahkan sempat menyentuh Rp16.639 di pasar ...