Opini
Oleh Ali Thaufan DS (Alumni Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) pada hari Rabu, 24 Agu 2016 - 16:26:16 WIB
Bagikan Berita ini :

Meraih Kemerdekaan Hakiki (Rekleksi HUT RI Ke-71)

87foto ali topan ds.jpg
Ali Thaufan DS (Alumni Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) (Sumber foto : istimewa)

Tanggal 17 Agustus 1945, atau 71 tahun silam, kita tak dapat membayangkan suasana mencekam di Indonesia. Meminjam istilah Gunawan Muhammad, saat itu, bangsa Indonesia sedang harap-harap cemas menanti untuk menjadi bangsa merdeka. Kini, tahun 2016 usia kemerdekaan sudah lebih tujuh dasawarsa. Usia yang cukup tua untuk ukuran manusia.

Peringatan hari kemerdekaan dihelat bersama seluruh rakyat Indonesia, mulai kota hingga pelosok tanah air. Merah-Putih bendera berkibar menghiasi sisi jalan. Semua bersorak gembira. Berbagai macam perlombaan digelar, di lingkungan RT, perkantoran dan lain-lain.

Ada pula peringatan yang dihelat dengan syukur tunduk pada Yang Kuasa. Di Istana Merdeka, ada yang beda dari peringatan hari kemerdekaan kali ini. Bendera pusaka diarak dari Monas menuju Istana. “Rumah Presiden” itu dibuka bagi masyarakat yang turut serta merayakan kemerdekaan RI. Bulan Agustus adalah bulan kemerdekaan.

Sebagai sebuah bangsa, apakah kita benar-benar merdeka? Pertanyaan ini mudah sekali di jawab. Secara fisik, Indonesia telah merdeka dari penjajahan. Tidak ada lagi kontak senjata laiknya perlawanan terhadap Portugis, Belanda Inggris dan Jepang. Tetapi, substansi kemerdekaan belum juga diraih. Indonesia masih terbelenggu penjajahan gaya baru abad modern, pemiskinan, pembodohan, dan seterusnya.

Di usia yang ke-71 tahun, bangsa ini belum menemukan sejatinya kemerdekaan. Kita disuguhkan berbagai persoalan yang tidak bisa dianggap remeh. Masalah aneksasi wilayah di Kalimantan Utara oleh Malaysia misalnya, ini butuh perhatian serius dari pemerintah pusat dan daerah terkait.

Hetifah dalam Opini tentang 71 setelah kemerdekaan di daerah perbatasan, menpaparkan kondisi di daerah perbatasan Nunukan Kaltara, sangat memprihatinkan. Mereka hidup jauh dari kemakmuran yang dicita-citakan pendiri bangsa ini. Untuk menggantungkan hidupnya, mereka harus mengais rezeki ke negeri orang, Jiran Malaysia. (Suara Karya 18/8/2016).

Jumlah penduduk miskin hingga saat ini sulit diminimalisir. Setiap tahun angka kemiskinan terus saja meningkat. Kita kerap kali disajikan laporan ekonomi pemerintah yang konon selalu menunjukkan rapot baik, tetapi fakta dilapangan menunjukkan hal sebaliknya. Contoh mudah yang bisa ditemui: banyak pengemis hidup dipinggir jalan Ibu Kota Jakarta.

Terkait dengan kemiskinan, hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang terbukukan dalam Konsep dan Garis Kemiskinan Ecopos menunjukkan bahwa selama ini pemerintah telah melakukan kesalahan dalam penghitungan jumlah penduduk miskin. Sejatinya, jumlah penduduk miskin jauh dari yang tercatat pemerintah. Itulah sebabnya meningkatnya angka kemiskinan bisa jadi tidak ditangkap oleh pemerintah.

Dibidang keamanan, sulit rasanya mengatakan Indonesia merdeka. Berbagai aksi teror dan sandera kerap kali terjadi. Di tahun 2016 ini, publik disuguhkan keberingasan kelompok teroris Abu Sayyaf yang beberapa kali mengklaim menyandra pelaut Indonesia.

Kehidupan politik kita juga menunjukkan jauh dari kata merdeka. Mereka para politisi disibukkan dengan kepentingan politik dan mengabaikan penderitaan rakyat. Fungsi pengawasan DPR terhadap pemerintah tidak dilakukan sebagaimana mestinya. Para wakil rakyat hanyut dalam ritme lambat cara bekerja. Hal tersebut menyebabkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada DPR dan Parpol.

Kita berharap, di usia yang ke 71 tahun Indonesia ini, akan ada asa untuk memperbaiki kehidupan berbangsa. Peringatan hari kemerdekaan, selain dihelat dengan berbagai perayaan istimewa juga harus dibarengi dengan kerja nyata pemerintah terhadap rakyat. Upacara seremonial tidak akan ada arti bagi masyarakat jika tidak diikuti dengan upaya dan kerja pemerintah untuk bersama merubah nasib bangsa menjadi lebih baik.

Para pendiri dan seluruh rakyat Indonesia dahulu telah berjuang hingga darah terakhir untuk menghadiahkan Indonesia kepada generasi penerus (kita). Tiada kata yang pantas diucap selain doa untuk mereka. Tiada tindakan yang patut diperbuat selain menjaga legacy pahlawan-pahlawan bangsa ini. Hakikat kemerdekaan bukan saja “terlepas dari penjajah”, tetapi juga menjaga tanah air ini untuk tetap jaya dan raya.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...